:
Jakarta, InfoPublik - Penerimaan pajak sepanjang 2022 mencapai Rp1.716,8 triliun atau 115,6 persen dari target sebesar Rp1.485 triliun dan naik 34,3 persen (year on year/yoy) dari Rp1.278,6 triliun.
Penerimaan pajak yang melampaui target tersebut didorong oleh komponen pajak yang hampir seluruhnya juga melampaui target yakni PPh nonmigas, PPN dan PPnBM, serta PPh migas.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati Dalam konferensi pers APBN KiTA pada Selasa (3/1/2023).
Menurut Menkeu, capaian kinerja APBN selama dua tahun terakhir memperlihatkan hasil yang luar biasa. "Kita lihat dua tahun berturut-turut kenaikannya luar biasa. Pada 2021 tumbuh 19,3 persen, sedangkan 2022 tumbuh 34,3 persen," kata Menkeu.
Menkeu memaparkan, penerimaan PPh nonmigas sebesar Rp920,4 triliun atau 122,9 persen dari target dan mampu tumbuh 43 persen (yoy) sedangkan PPh migas sebesar Rp77,8 triliun yang merupakan 120,4 persen dari target dan mampu tumbuh 47,3 persen (yoy).
Pertumbuhan kinerja PPh migas didorong oleh kenaikan harga komoditas minyak dan gas bumi, sedangkan PPh nonmigas ditopang oleh aktivitas ekonomi dan bauran kebijakan.
Untuk PPN dan PPnBM sebesar Rp687,6 triliun yang mampu mencapai 107,6 persen dari target dan tumbuh 24,6 persen karena didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi yang ekspansif termasuk perubahan tarif PPN.
Di sisi lain, lanjut Menkeu, untuk PBB dan pajak lainnya hanya sebesar Rp31 triliun yang merupakan 95,9 persen dari target dan tumbuh tipis tiga persen (yoy) akibat peningkatan harga komoditas.
Menkeu menjelaskan, komponen-komponen penerimaan pajak yang sangat maksimal tersebut merupakan cerminan dari pemulihan ekonomi yang cukup merata di semua sektor dan daerah.
"Ini adalah cerita yang tidak hanya sekadar komoditas boom. Ini adalah cerita mengenai pemulihan ekonomi yang cukup merata di semua sektor dan semua daerah dan dari sisi agregat demand maupun production," jelasnya.
Sementara, untuk penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2022 adalah sebesar Rp317,8 triliun yang juga melampaui target mencapai 106,3 persen dan tumbuh 18 persen (yoy) dari Rp269,2 triliun.
Secara rinci, penerimaan cukai sebesar Rp226,9 triliun atau 103,1 persen dari target karena efektivitas kebijakan atau penyesuaian tarif dan pengawasan serta membaiknya kondisi pandemi terutama relaksasi daerah tujuan wisata.
Untuk bea masuk sebesar Rp51,1 triliun yang merupakan 120,6 persen dari target dipengaruhi tren kinerja impor nasional yang terus meningkat sebagai dampak meningkatnya permintaan dalam negeri.
Untuk bea keluar sebesar Rp39,8 triliun yang merupakan 108,5 persen dari target didorong oleh peningkatan volume ekspor dan harga komoditas terutama produk kelapa sawit dan minerba.
Harga Komoditas Global
Sri Mulyani mengatakan kondisi 2022 diwarnai dengan gejolak pada harga komoditas. Hal ini terjadi karena persoalan di sisi suplai dan di sisi lain terjadi kenaikan permintaan meningkat seiring dengan kegiatan masyarakat di seluruh dunia yang mulai pulih pasca pandemi COVID-19.
“Pada 2022 diwarnai dengan komoditas yang mengalami gejolak luar biasa. Hal ini disebabkan disrupsi suplai maupun kenaikan permintaan akibat pemulihan ekonomi dan terjadinya perang yang menyebabkan tambahan disrupsi suplai dan ketidakpastian,” ucap Sri Mulyani.
Harga komoditas global masih volatil, meski beberapa mulai menurun. Membaiknya suplai di tengah antisipasi kenaikan demand telah mendorong moderasi harga beberapa komoditas energi dan pangan. Harga gas alam masih dalam tren menurun sedangkan batu bara relatif masih tinggi, harga minyak mulai sedikit naik sejak minggu kedua Desember 2022.
Harga gas alam US$4,94 per million british thermal unit (MMBTU) pada Desember 2022. Ekspansi pipa gas dan meredanya coldwave pertama musim dingin telah mendorong penurunan harga gas alam. Tidak terjadi mismatch yang signifikan antara pasokan dan permintaan gas alam di negara empat musim.
Sri Mulyani mengatakan selain harga gas alam, harga minyak juga mengalami gejolak yang hampir sama seperti harga gas pada pertengahan tahun melonjak luar biasa tinggi sehingga tertinggi di US$126 per barel pada Mei 2022.
“Minyak menjadi salah satu komoditas yang akan terus bergejolak karena dia ada di dalam pusaran geopolitik,” kata Sri Mulyani.
Pada Desember 2022 harga minyak sudah turun ke US$83,2 per barel. Kenaikan demand dari Asia karena faktor pembukaan lockdown Tiongkok mulai diantisipasi pasar, termasuk faktor OPEC+ meeting, kebijakan price cap oleh G7, dan pelarangan EU terhadap impor minyak dari Rusia masih berlanjut.
“Pada akhir Desember 2022 agak meningkat karena komoditas minyak ada di dalam inti pergerakan geopolitik. Terjadinya sanksi yang kemudian munculnya langkah untuk membatasi harga di counter dengan pernyataan Presiden Putin untuk tidak menjual minyaknya kepada mereka akan mengikuti price cap,” tutur Menkeu.
Batu bara US$401,1 per metrik ton pada Desember 2022. Heatwave di Asia mengakibatkan kenaikan permintaan batu bara untuk pembangkit listrik, sementara Eropa mulai mengaktifkan PLTU sebagai antisipasi winter.
“Harga batu bara meningkat secara signifikan dan belum menurun sampai akhir Desember masih US$401,1 per ton,” ujar Menkeu.
Harga gandum dan jagung dalam tren naik sejak minggu pertama Desember 2022 menjelang natal dan tahun baru. Demikian juga kedelai akibat pola cuaca Sedangkan harga minyak sawit masih relatif tinggi dan bulan sebelumnya. Harga minyak sawit sebesar US$907,1 per ton pada Desember 2022 Permintaan terhadap CPO cukup tinggi dan produksi diperkirakan menyentuh puncak produksi. Gandum US$777,2 per gantang pada Desember 2022. Kelangkaan gandum mulai mereda, stok gandum dunia diprediksi naik.
“Gandum merupakan salah satu produksi terbesar di Ukraina maupun Rusia tentu terpengaruh oleh geopolitik," katanya.
Harga kedelai sebesar US$1.505,6 per gantang pada Desember 2022. Hal ini disebabkan menurunnya produksi kedelai akibat pola cuaca La Nina. Harga jagung US$676,2 per gantang pada Desember 2022. Pasokan jagung meningkat dari negara eksportir utama, diiringi penurunan harga minyak bumi.
Foto: Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI