:
Oleh MC KAB SUMBA BARAT DAYA, Kamis, 25 Mei 2023 | 13:24 WIB - Redaktur: Yudi Rahmat - 270
Tambolaka, InfoPublik – Asisten Perekonomian dan Pembangunan pada Setda Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Dominggus Bulla meminta bidan Desa harus melakukan pelayanan antenatal care yang baik bagi ibu hamil.
"Hal ini untuk menyelamatkan ibu hamil dan snaknya ketika tiba waktunya mau bersalin."katanya saat mewakili Bupati SBD dalam membuka kegiatan Audit Maternal dan Perinatal Surveilans dan Response tingkat Kabupaten SBD di ruang aula Rumah Budaya Desa Wee Londa Kecamatan Kota Tambolaka, Rabu (23/5/2023).
Dalam sambutan Bupati SBD yang dibacakan oleh Dominggus, mengatakan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) dan Bayi Baru Lahir (BBL) di Indonesia dalam satu dekade terakhir mengalami penurunan, tetapi masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia tenggara.
Setiap tahunnya diperkirakan terdapat 14.640 ibu dan 72.000 BBL meninggal (AKI 305 berbanding 100.000 kelahiran hidup, AKB 15 berbanding 1.000 kelahiran hidup) dan sebagian besar merupakan kematian yang dapat dicegah.
Angka kematian BBL lebih tinggi pada kuintil ekonomi terbawah, ibu dengan tingkat pendidikan terendah, dan usia <20 tahun atau 40–49 tahun
“Selain itu, lebih dari tiga perempat kematian ibu dan BBL terjadi di fasilitas kesehatan (ibu 79.5%, BBL 81%), terutama di rumah sakit (ibu 77%, BBL 68%). Masih ada sebagian kematian terjadi di rumah (ibu 15.6%, BBL 18%) dan dalam perjalanan ke fasilitas kesehatan (ibu 4.1%, BBL 2%),” katanya.
Domi Bulla lebih menerangkan bahwa pendekatan audit kematian maternal dan perinatal telah menjadi suatu rekomendasi global dalam upaya penurunan kematian ibu, BBL dan lahir mati. Pemerintah indonesia telah menerapkan pendekatan serupa sejak tahun 1994 dengan diterbitkannya pedoman Audit Maternal dan Perinatal (AMP).
Pedoman tersebut telah diperbaharui pada tahun 2010. Di dalam pedoman tersebut ditekankan bahwa pemantauan kejadian kematian maternal dan perinatal, pelaksanaan audit kematiannya serta tindak-lanjutnya dalam mengatasi masalah yang ditemukan merupakan bagian dari akuntabilitas pemerintah Kabupaten dan Kota.
Penguatan sistem surveilans, dilanjutkan dengan pengumpulan data, pengkajian kasus untuk identifikasi penyebab kematian, penyusunan rekomendasi kasus, menyusun agregat rekomendasi di tingkat Kabupaten dan Kota, melakukan analisis agregat dan monitoring tindak lanjut atau response terhadap rekomendasi yang dihasilkan,” ujarnya.
“Penguatan surveilans bertujuan untuk meningkatkan proporsi kematian maternal dan perinatal yang dilaporkan agar semakin mendekati jumlah kematian yang sebenarnya, mengingat bahwa saat ini pelaporan kematian tersebut diperkirakan baru mencapai sekitar 30%.
Dan yang menjadi fokus adalah peningkatan kualitas dari audit atau pengkajian kasus kematian, yang akan mengidentifikasi faktor penyebab kematian yang dapat dicegah atau dihindari. Temuan inilah yang akan menjadi dasar penentuan respons atau aksi yang tepat untuk mencegah kematian di kemudian hari.
Dirinya juga menjelaskan tujuan umum pedoman AMP, surveilans dan respon adalah tersedianya acuan dalam pelaksanaan AMP, yang meliputi upaya surveilans kematian maternal dan perinatal (lahir mati dan neonatal dini) sampai neonatal lanjut, serta penentuan upaya korektif (respon) berdasarkan temuan tentang faktor penyebab kematian yang dapat dicegah atau dihindari.
“Dengan harapan setelah ada rekomendasi terhadap masalah kasus kematian ibu dan bayi baru lahir semua pihak dapat berperan aktif dalam perannya masing-masing sehingga ke depan tidak terjadi penyebab yang sama terhadap kasus kematian ibu dan bayi baru lahir yang terjadi,” ungkapnya.
Adapun jumlah kasus kematian ibu dan BBL di tahun 2021 sebagai berikut: 14 kasus kematian ibu dengan penyebab kematian perdarah 7 kasus, sepsis 2 kasus, gagal napas 3 kasus, lain2: 2 kasus,
Kematian BBL neonatus 34 kasus dengan penyebab kematian sebagai berikut: asfiksia 11 kasus, BBLR: 10 kasus, infeksi: 4, lain-lain: 8 kasus, kelainan bawaan: 1 kasus
Dan jumlah kematian ibu untuk periode Januari sampai dengan Desember 2022 yaitu 6 kasus, dengan penyebab 1 kasus: TB paru, 1 kasus molahidatidosa (kehamilan anggur), 1 kasus 1 mialgia, 1 kasus perdarahan, 1 kasus bronchitis, 1 kasus diduga preeklamsia dalam kehamilan. Sedangkan jumlah kematian neonatal 60 dengan penyebab BBLR: 19 kasus, asfiksia 19 kasus, infeksi 3, kelainan bawaan: 6 kasus, lain-lain: 16 kasus.
Selanjutnya jumlah kasus kematian di periode Januari – April 2023 kasus kematian ibu nol (0) tidak ada tetapi jumlah kasus kematian BBL atau neonatus 19 kasus dengan rincian kematiaan umur 0-6 hari 17 kasus, 7-28 hari 2 kasus, dengan penyebab kematian adalah asfiksia 7 kasus, BBLR 1 kasus, infeksi 2 kasus, kelainan bawaan 2 kasus dan lain-lain 7 kasus.
Dilihat dengan perkembangan jumlah kasus kematian ibu menurun di mana tahun 2021 14 kasus dan ditahun 2022 6 kasus dan periode Januari sampai dengan saat ini nol kasus kematian ibu tetapi jumlah kasus kematian neonatus cendrung naik atau meningkat di mana jumlah kasus di tahun 2021: 43 kasus, tahun 2022 60 kasus. Serta Januari – April 2023: 19 kasus.
Upaya penurunan AKI dan AKB harus dimulai dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Kita harus bergerak bersama-sama agar kita dapat keluar dari masalah kematian ibu dan anak. Mari kita sama-sama mengambil peran dan tanggung jawab dalam menurunkan jumlah kematian di tanah Loda Wee Maringi Pada Wee Malala.
“Melalui kesempatan ini saya tegaskan agar surat penegasan di mana bidan di desa wajib tinggal dan melakukan pelayanan antenatal care yang baik, serta mempersiapkan persalinan secara berencana yang dilakukan di fasilitas kesehatan serta bila ada kesulitan maupun komplikasi dapat dirujuk dengan cepat. Serta Desa yang belum memliliki bidan desa agar segera merekrut bidan desa dan membiayai dari dana Desa,” tuturnya. *** (MC. Kabupaten SBD/Isto)