: Kepala Bagian Eksda Setda Kabupaten MBD, Imanuel Maupula
Oleh MC KAB MALUKU BARAT DAYA, Selasa, 29 April 2025 | 22:28 WIB - Redaktur: Untung S - 134
Tiakur, InfoPublik – Masyarakat Pulau Letti, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), menghadapi krisis pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) setelah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kompak milik PT Berkat Pratama berhenti beroperasi. Akibatnya, warga terpaksa memenuhi kebutuhan BBM dari Pulau Moa, yang menimbulkan beban tambahan dan potensi gangguan sosial-ekonomi.
Kepala Bagian Ekonomi Pembangunan dan Sumber Daya Alam (Eksda) Setda Kabupaten MBD, Imanuel Maupula, mengonfirmasi bahwa SPBU Kompak telah menghentikan distribusi BBM sejak 2024, meski memiliki perizinan lengkap, termasuk izin lingkungan dari DLH, Nomor Induk Berusaha (NIB), dan rekomendasi dari Bupati.
"Perusahaan ini sudah pernah beroperasi sebelumnya, tetapi kini mandek tanpa kejelasan," ujarnya di ruang kerjanya, Selasa (29/4/2025).
Maupula menjelaskan, terhentinya pasokan BBM di Pulau Letti memaksa masyarakat bergantung pada Pulau Moa, yang mengakibatkan lonjakan permintaan. "Kebutuhan harian BBM di Moa biasanya 2-3 ton, tetapi kini melonjak hingga 7-8 ton per hari karena harus melayani Letti," paparnya. Situasi ini berpotensi menimbulkan kelangkaan dan kenaikan harga, yang semakin memberatkan warga.
Pemerintah Kecamatan Pulau Letti telah melaporkan masalah ini sejak Februari 2024, tetapi hingga kini belum ada solusi konkret. Maupula menyayangkan lamanya penanganan masalah ini dan menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh serta koordinasi dengan Pertamina untuk memastikan distribusi BBM kembali lancar.
PT Berkat Pratama, pemilik SPBU Kompak, diminta segera menyelesaikan masalah internal agar operasional kembali normal. "Kami berharap tidak ada lagi polemik. SPBU harus segera beroperasi demi pelayanan masyarakat," tegas Maupula.
Pemkab MBD tetap membuka ruang bagi pelaku usaha yang memenuhi persyaratan, tetapi menekankan pentingnya komitmen dalam menjaga pasokan BBM yang stabil. Jika masalah ini berlarut, dikhawatirkan akan memicu dampak lebih luas, termasuk gangguan aktivitas nelayan, transportasi, dan perekonomian lokal.