- Oleh MC KAB SUMENEP
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 00:08 WIB
:
Oleh MC KAB SUMENEP, Kamis, 24 Juli 2025 | 18:32 WIB - Redaktur: Pasha Yudha Ernowo - 58
Sumenep, InfoPublik — Data BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Timur mencatat bahwa pada dasarian pertama Juli 2025, suhu muka laut Pasifik Ekuator tengah (Nino 3.4) menunjukkan kondisi netral (-0,01 °C), dan diprediksi tetap stabil hingga akhir tahun. Itu menandakan tidak adanya pengaruh signifikan El Niño atau La Niña.
"BMKG melaporkan bahwa curah hujan bulan Juni 2025 di Sumenep mencapai lebih dari 200 persendari normal (85–115 persen). Kategori 51–100 mm tercatat secara umum di Jawa Timur, termasuk Sumenep. Tren ini konsisten dengan kondisi “kemarau basah” yang diprediksi berlangsung hingga Oktober 2025 di banyak wilayah Indonesia," ujar Kepala BMKG Trunojoyo Sumenep Ari Widjajanto kepada Media Center Diskominfo Sumenep, Senin (21/7/2025).
Berdasar evaluasi Ketersediaan Air Tanah (KAT), Sumenep termasuk dalam kategori “sedang” (40–60 %), menunjukkan cukup tanda untuk sektor pertanian dan kebutuhan masyarakat. Namun, BMKG mengingatkan bahwa anomalinya signifikan: suhu muka laut di selatan Jatim hingga NTT tetap hangat (+0,25–+1,0 °C), memicu pertumbuhan awan hujan.
Secara regional, BMKG mencatat bahwa Monsun Barat Asia (WNPMI) tidak aktif, sementara Monsun Timur Australia (AUSMI) aktif (AUSMI: -8,0 hingga -0,6), faktor yang mendukung pembentukan awan hujan di Jawa Timur.
Analisis prediksi BMKG menyatakan Sumenep kemungkinan mengalami curah hujan di atas normal: Sebagian Kecamatan Kangen dan Arjasa: 151–200 persen dari normal dan Sebagian besar wilayah lainnya: >200 persen dari normal.
Hal ini memberi sinyal kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan banjir lokal dan kelola pertanian serta sumber daya air lebih cermat.
Dampak Praktis dan Antisipasi Pertanian: Potensi banjir lokal dan genangan harus dihadapi dengan strategi tanam ulang, drainase yang baik, serta perbaikan infrastruktur lahan pertanian, Sumber Daya Air: Meskipun aman untuk saat ini, monitioring rutin air tanah perlu dilakukan terutama menjelang kemarau sesungguhnya, dan Kesiapsiagaan Bencana: Hujan tinggi kerap menjadi pemicu tanah longsor di daerah perbukitan dan banjir di dataran rendah; koordinasi lintas instansi vital.
Anomali cuaca yang terjadi—terutama curah hujan di atas normal dan suhu laut hangat—menandakan kemarau tahun ini akan berbeda: “kemarau basah” dengan potensi hujan lebat sampai Oktober. Kondisi ini membawa dua sisi: Ancaman: Banjir lokal, gangguan pertanian, dan erosi, dan Peluang: Mengisi cadangan air tanah, pengembangan irigasi, serta pemenuhan kebutuhan sektor air
BMKG menegaskan pentingnya sinergi pemerintah daerah, petani, dan masyarakat dalam menyusun strategi adaptasi dan mitigasi. Sedangkan warga diimbau untuk selalu mengikuti rilis BMKG terbaru sebagai panduan menghadapi situasi cuaca yang terus berkembang. (Han/Fer)