- Oleh MC KOTA TIDORE
- Kamis, 31 Juli 2025 | 12:39 WIB
: Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Saat Berdiskusi Dengan perwakilan Presidium Rakyat Tidore/ MC Tidore.
Oleh MC KOTA TIDORE, Rabu, 30 Juli 2025 | 20:17 WIB - Redaktur: Jhon Rico - 102
Tidore, InfoPublik-.Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menegaskan bahwa peningkatan status administratif Sofifi menjadi kota bukanlah solusi utama.
Menurut dia, yang lebih mendesak saat ini adalah pembenahan infrastruktur agar wajah Sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara (Malut) menjadi lebih layak, tertata, dan representatif.
Pernyataan tersebut disampaikan Rifqi saat berdiskusi bersama perwakilan Presidium Rakyat Tidore di Hotel Bela, Kelurahan Jati, Ternate Selatan, Selasa (29/7/2025).
“Jadi saya minta tolong, kita dukung sama-sama Sofifi agar infrastrukturnya juga dibangun,” ujar Rifqi.
Ia menjelaskan, pemerintah pusat kini cenderung lebih berhati-hati dalam menyikapi usulan Daerah Otonomi Baru (DOB), termasuk Sofifi, mengingat tidak semua pemekaran wilayah sebelumnya berjalan sukses.
“Karena kita juga melihat DOB selama ini yang terjadi di Indonesia tidak semua berhasil, banyak juga yang menimbulkan persoalan sensitif. Jadi saya kira harapan dari Kesultanan Tidore kami paham,” kata dia.
Rifqi menambahkan bahwa tidak ada ketentuan dalam undang-undang yang mewajibkan sebuah ibu kota provinsi harus berstatus kota. Ia menyebut beberapa contoh lain di Indonesia, seperti Tanjung Selor di Kalimantan Utara yang hanya berstatus kecamatan, dan Manokwari di Papua Barat yang berstatus kabupaten.
“Kalau minta kota, harusnya dirubah jadi kota juga. Artinya, ada Kabupaten Manokwari, ada Kota Manokwari sebagai Ibu Kota Provinsi Papua. Tapi faktanya, itu tidak dilakukan,” jelas Rifqi.
Lebih jauh, ia menuturkan bahwa pembangunan Sofifi sebagai ibu kota provinsi tetap dapat dilakukan melalui skema anggaran yang tersedia, baik dari APBN, APBD provinsi, maupun APBD kota.
“Walau pun levelnya hanya kelurahan, tapi sebagai konsekuensi dari penunjukkan Sofifi sebagai ibu kota melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999, wajah Sofifi tetap harus kita benahi,” kata dia.
Rifqi juga mendorong adanya penguatan koordinasi lintas pemerintahan untuk mendukung penganggaran percepatan pembangunan. Ia bahkan menyatakan kesediaannya menjadi guarantor (penjamin) dalam memastikan realisasi pembangunan tersebut.
“Jadi minta tolong ke Wali Kota juga agar porsi anggaran dikasih lebih. Kalau itu bisa terlihat secara jelas, saya bisa jadi guarantor. Enggak perlulah (Sofifi dimekarkan menjadi DOB), ngapain, kotanya juga sudah bagus,” tegas dia.
Terkait skema anggaran pembangunan, Rifqi mencontohkan dukungan pemerintah daerah dalam pembangunan bandara. Ia menyebut jika kebutuhan anggaran sekitar Rp30 miliar, maka Pemkot Tidore Kepulauan bisa mengalokasikan Rp5 miliar sebagai bentuk komitmen awal.
“(Kemudian nanti) diminta provinsi Rp20 miliar atau Rp15 miliar, sisanya pusat (lewat APBN), sehingga kemudian kita juga menunjukkan ada upaya sungguh-sungguh untuk menjaga maklumat Sultan pada satu sisi,” ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Rifqi juga mengungkap hasil diskusinya bersama Gubernur Maluku Utara Sherly Taib, yang menyatakan tidak mempersoalkan status kota bagi Sofifi.
“Kalau saya tanya Bu Sherly kemarin, saya bilang ibu posisinya seperti apa? Kalau saya tanya hitam-putih yah, ibu apakah ngotot (Sofifi) harus kota? (Sherly jawab) ‘Oh enggak pak, kalau saya enggak ada masalah. Cuman memang konsekuensi dari kota itu kan harapannya punya APBD sendiri ya’,” ucap Rifqi menirukan jawaban Gubernur.
Menurut dia, kesimpulan dari seluruh aspirasi adalah pentingnya keberpihakan anggaran terhadap Sofifi tanpa harus mengubah status administratifnya.
“Jadi jalan tengahnya, kalau saya boleh menyimpulkan, yang penting kita bisa pastikan Kota Tidore punya keberpihakan anggaran ke Sofifi, selain kami yang di APBN,” ujar dia.
Sementara itu, Koordinator Presidium Rakyat Tidore, Jaenudin Saleh, menyatakan bahwa pertemuan tersebut menjadi momentum strategis untuk mempercepat pembangunan kawasan ibu kota provinsi.
“Bagi kami, pertemuan tadi malam adalah momentum penting untuk berdiskusi terkait percepatan pembangunan di kawasan ibu kota Sofifi,” kata dia.
Jaenudin menekankan bahwa pembangunan Sofifi tidak harus bergantung pada perubahan status menjadi kota.
Pihaknya justru mendorong pemerintah untuk fokus pada penataan infrastruktur, peningkatan layanan publik, dan penguatan identitas wilayah.
“Sikap kami ini jelas mencerminkan semangat kolaboratif antara masyarakat adat dan pemerintah dalam menjaga keutuhan wilayah Tidore, sekaligus memastikan Sofifi berkembang sesuai amanat undang-undang dan aspirasi lokal,” tegas dia.
MC Tidore