- Oleh MC PROV JAWA TIMUR
- Minggu, 31 Agustus 2025 | 03:52 WIB
: Lokakarya dan pelatihan multipihak untuk memperkuat implementasi perekrutan yang adil serta pengawasan penempatan pekerja migran yang responsif gender dan inklusif. - Foto: Mc.Jatim
Oleh MC PROV JAWA TIMUR, Rabu, 13 Agustus 2025 | 00:29 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 126
Surabaya, InfoPublik – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur, International Labour Organization (ILO), Jaringan Buruh Migran (JBM), dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menggelar lokakarya dan pelatihan multipihak untuk memperkuat implementasi perekrutan yang adil serta pengawasan penempatan pekerja migran yang responsif gender dan inklusif.
Kegiatan yang berlangsung pada 12–14 Agustus 2025 di Surabaya ini dibuka Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur Sigit Priyanto mewakili Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, bertujuan meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia (PMI) asal Jatim.
Dalam sambutan tertulisnya, Gubernur Khofifah menyebut PMI sebagai aset strategis daerah yang berkontribusi besar pada perekonomian. “Ketika satu orang pekerja migran dilindungi, sejatinya kita sedang melindungi martabat bangsa kita sendiri,” ujarnya, Selasa (12/8/2025).
Gubernur menegaskan Pemprov Jatim telah menyiapkan berbagai program, mulai dari pelatihan pra-keberangkatan, layanan terpadu satu atap (LTSA), hingga pemberdayaan purna penempatan. Provinsi Jatim menjadi daerah asal PMI tertinggi di sektor rumah tangga. Data 2024 menunjukkan dari 79.339 PMI asal Jatim, sebanyak 71,27 persen bekerja sebagai house maid dan caregiver.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Nasional JBM, Savitri Wisnuwardhani Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran (JBM) Savitri Wisnuwardhani menegaskan pentingnya pemahaman tentang perekrutan yang adil dan pengawasan responsif gender yang berbasis data lapangan serta melibatkan partisipasi bermakna pekerja migran.
Menurut Savitri, perspektif tersebut harus menjadi acuan bagi penyedia layanan, baik pemerintah pusat maupun swasta melalui Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), untuk memastikan perlindungan menyeluruh bagi pekerja migran Indonesia (PMI). “Pemahaman ini menjadi kerja jangka panjang JBM sejak 2019 melalui pembuatan Panduan Responsif Gender untuk Pemerintah Daerah, Atase Ketenagakerjaan, P3MI, dan CSO,” ujarnya.
Ia berharap hasil dari lokakarya dan pelatihan multipihak yang digelar di Surabaya ini dapat memperkuat masukan bagi revisi Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), khususnya di masa transisi kementerian. Fokus revisi di antaranya harmonisasi kelembagaan, koordinasi, regulasi, dan penguatan perlindungan di tingkat pusat maupun daerah.
Dari sisi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, kehadiran KP2MI dan BP3MI dinilai memperkuat sinergi antara pusat dan daerah. Pemprov Jatim menekankan bahwa layanan penempatan dan perlindungan PMI memerlukan kolaborasi erat agar kebijakan dan eksekusi di lapangan berjalan efektif dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Komite Migran Bidang Ketenagakerjaan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Filius Yandono mengakui masih banyak pekerja yang enggan memilih jalur resmi karena proses yang dianggap mahal, rumit, dan memakan waktu. Oleh karena itu, APINDO mendorong adanya reformasi birokrasi dan tata kelola P3MI untuk menarik kembali kepercayaan para calon pekerja migran terhadap sistem resmi.
Dirinya menekankan APINDO bersama ILO, Jaringan Indonesia, dan KPJMI juga telah menyusun Kode Etik bagi Pelaksana Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang saat ini sudah memasuki tahap final dan akan dikonsultasikan dengan seluruh pemangku kepentingan. Langkah ini merupakan bentuk konkret dari upaya perbaikan sistem perekrutan migran yang berkelanjutan.
Koordinator Proyek Nasional ILO Indonesia, Sinthia D. Harkrisnowo mengatakan lokakarya ini adalah bentuk nyata komitmen bersama untuk meningkatkan efektivitas tata kelola migrasi kerja yang adil, akuntabel, dan berbasis hak asasi manusia. Kami sangat menghargai kemitraan strategis ini," ujar Chintya
Lokakarya ini juga menekankan pentingnya partisipasi aktif pekerja migran, khususnya perempuan, dalam perumusan kebijakan. Seluruh peserta diharapkan dapat menyusun rekomendasi kebijakan berbasis bukti dan pengalaman lapangan, yang akan dibahas lebih lanjut pada hari ketiga kegiatan.
"Kerja layak untuk pekerja migran hanya bisa terwujud jika semua pihak—pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja—bekerja sama membangun sistem perlindungan yang inklusif dan berkelanjutan," tambahnya. (MC Prov Jatim /hjr/eyv)