: Sumber : Humas
Oleh MC KAB MALUKU BARAT DAYA, Kamis, 14 Agustus 2025 | 08:47 WIB - Redaktur: Juli - 189
Tiakur, InfoPublik – Bahasa Moa, salah satu dari 14 bahasa daerah yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), kini menjadi fokus utama dalam program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) yang dilaksanakan oleh Balai Bahasa Provinsi Maluku.
Upaya ini dilakukan sebagai respon terhadap menurunnya jumlah penutur muda yang menggunakan bahasa daerah.
Berdasarkan data Peta Bahasa Badan Bahasa 2019, terdapat 718 bahasa daerah di Indonesia, dengan 71 di antaranya berada di Provinsi Maluku. Di Kabupaten MBD sendiri, setidaknya terdapat 14 bahasa, termasuk Bahasa Moa.
Namun, menurut Kepala Balai Bahasa Provinsi Maluku, Kity Karenisa, 19 persen dari bahasa-bahasa tersebut tidak lagi dituturkan oleh generasi muda.
Dalam sambutannya pada kegiatan Bimbingan Teknis Pengajar Utama Bahasa Moa untuk Tunas Bahasa Ibu di SD Negeri 1 Tiakur, Senin (11/8/2025), Kity mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi ini.
Mengacu pada Statistik Kebahasaan dan Kesastraan 2024, banyak bahasa daerah di Maluku mengalami kemunduran vitalitas. Bahasa Moa termasuk dalam kategori terancam punah karena sebagian besar penuturnya berusia di atas 20 tahun dan tidak lagi menggunakan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari, terutama kepada anak-anak.
“Vitalitas bahasa Moa semakin menurun. Jika dibiarkan, bahasa ini bisa masuk kategori kritis, yaitu hanya dituturkan oleh masyarakat berusia 40 tahun ke atas dalam jumlah yang sangat sedikit,” jelas Kity.
Kity menegaskan pentingnya melestarikan bahasa daerah sebagai bagian dari identitas dan warisan budaya. Menurutnya, mempertahankan bahasa seperti merawat anak agar tetap hidup, tumbuh, dan berkembang dengan kasih sayang serta keterlibatan semua pihak.
Melalui program RBD yang berjalan selama tiga tahun ke depan, Balai Bahasa Maluku mendorong Pemkab MBD agar turut menemukan formula pelestarian bahasa lokal, terutama Bahasa Moa.
Wakil Bupati MBD, Agustinus L. Kilikily, turut mendukung program ini. Dalam sambutannya saat membuka kegiatan tersebut, ia menyampaikan keprihatinan terhadap semakin banyaknya anak-anak yang tidak lagi memahami atau menggunakan Bahasa Moa dalam keseharian.
“Ini adalah sinyal peringatan. Ketika bahasa daerah punah, maka budaya dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya juga ikut hilang,” tegasnya.
Agustinus menegaskan bahwa Revitalisasi Bahasa Daerah bukan sekadar program pelestarian, melainkan langkah strategis agar bahasa ibu tetap hidup dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Ia juga mendorong para peserta Bimbingan Teknis agar berkomitmen penuh dalam menyerap materi pelatihan dan menerapkannya di lapangan. Menurutnya, keberhasilan pelestarian Bahasa Moa ada di tangan para pengajar, masyarakat, dan dukungan regulasi dari pemerintah daerah.
“Kami berharap ke depan akan ada regulasi penggunaan bahasa daerah dalam muatan lokal sekolah. Ini akan menjadi langkah konkret dalam pelestarian bahasa ibu,” tutupnya.