Pawiyatan Jawa 2025 di Seyegan, Perkuat Pelestarian Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa

:


Oleh MC KAB SLEMAN, Kamis, 14 Agustus 2025 | 11:00 WIB - Redaktur: Juli - 96


Sleman, InfoPublik – Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan) DIY menggelar Pawiyatan Jawa di Gedung Serbaguna Kalurahan Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Selasa (12/8/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari implementasi Keistimewaan Yogyakarta urusan kebudayaan sesuai Peraturan Gubernur DIY Nomor 43 Tahun 2023 sebagai pelaksanaan Perda DIY Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa.

Acara ini dihadiri masyarakat dari lima kalurahan di wilayah Seyegan dan menjadi sarana edukasi langsung pemerintah kepada warga untuk menguatkan komitmen pelestarian bahasa daerah.

Anggota DPRD DIY, Sri Muslimatun, menegaskan bahwa perda tentang pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara Jawa merupakan produk hukum yang melibatkan masyarakat.

"Dalam masa reses, anggota DPRD menggunakan kesempatan untuk dengar pendapat dengan masyarakat, termasuk memberikan masukan terhadap perda yang sedang digodok,” jelasnya.

Muslimatun berharap kegiatan Pawiyatan Jawa 2025 memberi dampak signifikan bagi keberlanjutan program pelestarian bahasa, sastra, dan aksara Jawa di DIY.

Pemateri kedua, Faisal Noor Singgih, membahas praktik bahasa sastra Jawa yang kaya tingkatan makna. Ia mencontohkan undha-usuk basa seperti ngoko untuk teman sebaya, krama madya untuk situasi semi-formal, dan krama inggil untuk bahasa yang paling sopan dan halus. "Bahasa sastra Jawa biasanya lebih indah, penuh simbol, dan kiasan dibanding bahasa sehari-hari,” ungkap Faisal.

Faisal juga mengingatkan banyak kata dalam bahasa Jawa yang sering digunakan namun salah makna, serta istilah-istilah yang tidak bisa diganti dengan bahasa lain.

Inovasi Metode “Cara Ngapak” untuk Belajar Aksara Jawa

Narasumber terakhir, Achmad Fikri, memperkenalkan metode “Cara Ngapak” dalam pembelajaran aksara Jawa atau hanacaraka. Metode ini berfokus pada lima aksara kunci—Ca (ꦕ), Ra (ꦫ), Nga (ꦔ), Pa (ꦥ), dan Ka (ꦏ)—yang membentuk kata “Ngapak”. “Metode ini bukan sekadar menghafal, tetapi memahami pola bentuk aksara sehingga proses belajar lebih cepat dan menyenangkan,” jelas Fikri.

Dengan memahami pola bentuk huruf utama, pembelajar dapat menurunkan bentuk tersebut menjadi huruf-huruf lainnya. Pendekatan ini terbukti efektif dalam pembelajaran formal karena bersifat visual, praktis, dan non-hafalan.

Melalui Pawiyatan Jawa 2025, diharapkan masyarakat semakin bangga menggunakan bahasa Jawa, mempraktikkan sastra Jawa, dan melestarikan aksara Jawa sebagai bagian dari identitas budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.

 

Berita Terkait Lainnya

-->