Dalam wawancara bersama reporter
tubankab.go.id Sabtu (23/8/2025), Fuady Kresna, ketua panitia sekaligus penulis pengantar tema, mengungkapkan bahwa pemilihan tajuk “Ruwat-Rawat” lahir dari kegelisahan melihat realitas sosial dan lingkungan. “Ruwat berarti membersihkan, rawat berarti menjaga. Kita ingin mengingatkan, sebelum melangkah maju, sudahkah kita merawat diri, budaya, dan bumi yang kita pijak?,” tuturnya.
Fuady menjelaskan karya-karya yang dipamerkan mengajak pengunjung berhenti sejenak dari rutinitas, untuk mengkritisi ambisi dan keserakahan manusia yang seringkali memicu kerusakan. “Lewat media warna, bentuk, dan instalasi, seniman mencoba mengajak kita berdialog, tidak sekadar melihat indahnya seni, tapi juga memahami pesan di baliknya,” lanjutnya.
Pameran ini, tambahnya, juga menjadi wadah pertemuan berbagai perspektif. Seniman dari Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Malang, Ponorogo, Tasikmalaya, Yogyakarta, hingga Jakarta menyumbangkan karya mereka, menciptakan mozaik pemikiran yang kaya.
“Ada karya yang mengulas krisis lingkungan, ada yang mengangkat nilai budaya, ada pula yang menyoroti keresahan generasi muda,” ujar Fuady.
Menariknya, pengunjung tidak hanya datang dari kalangan pegiat seni, tetapi juga keluarga, pelajar, dan wisatawan yang ingin merasakan suasana berbeda. “Alhamdulillah Respons pengunjung lumayan baik,” tambahnya.
Direncanakan berlangsung hingga 26 Agustus, pihak panitia membuka peluang perpanjangan hingga 31 Agustus. “Kami ingin pameran ini menjadi pengingat bersama bahwa seni bukan hanya tontonan, tapi refleksi. Tuban harus punya ruang-ruang dialog semacam ini,”jelasnya.
Pameran “Ruwat-Rawat” membuktikan bahwa seni rupa masih menjadi medium ampuh untuk menyampaikan kritik dan harapan di tengah derasnya arus modernisasi. (Mc.Tubandadang bs/hei/eyv)