- Oleh Juli
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 15:19 WIB
: KemenPPPA, Arifatul Choiri Fauzi, pada acara Halal Bilahal dengan Wartawan Fartapena Selasa (15/4/2025), di Jakarta./Foto Wandi/InfoPublik
Jakarta, InfoPublik - Menyikapi kasus kekerasan seksual yang melibatkan seorang Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memperkuat koordinasi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan sejumlah perguruan tinggi guna mendorong deklarasi nasional kampus bebas kekerasan terhadap perempuan.
“Kami sedang merancang deklarasi bersama dengan beberapa kampus agar ada komitmen kolektif untuk melakukan upaya-upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan,” kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Arifatul Choiri Fauzi, pada acara Halalbilahal dengan Wartawan Fartapena Selasa (15/4/2025), di Jakarta.
Pernyataan tersebut menyusul terungkapnya kasus kekerasan seksual terhadap 13 mahasiswi yang dilakukan oleh seorang guru besar di lingkungan Fakultas Farmasi UGM. Peristiwa itu terjadi dalam kurun waktu 2023 hingga 2024 dan melibatkan tindakan berupa sentuhan fisik yang tidak diinginkan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, menyampaikan bahwa pihaknya telah menjalin komunikasi intensif dengan Kemendiktisaintek sebagai langkah konkret mencegah berulangnya kasus serupa. Salah satu hasil koordinasi tersebut adalah penyepakatan untuk memasukkan materi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dalam kegiatan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek).
“Salah satu poin penting dalam MoU yang kami susun adalah penyisipan materi pemahaman mengenai kekerasan terhadap perempuan pada saat ospek mahasiswa baru,” ujar Menteri Arifah Fauzi dalam konferensi pers di Jakarta.
Lebih lanjut, Arifah menyebut bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk membentuk budaya kampus yang aman dan inklusif bagi seluruh mahasiswa, terutama perempuan. Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan aktif seluruh unsur kampus, termasuk dosen, tenaga kependidikan, dan organisasi kemahasiswaan dalam membangun sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Di sisi lain, UGM sendiri telah mengambil tindakan administratif dengan memberhentikan pelaku dari jabatan dosen serta mencopotnya dari posisi Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC). Universitas juga telah mengirimkan surat resmi kepada Kemendiktisaintek agar pelaku dijatuhi sanksi disiplin sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
KemenPPPA turut mengapresiasi keberanian para korban yang telah melaporkan kasus ini. Arifah menyatakan, pelaporan merupakan langkah penting untuk memutus mata rantai kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.
“Ini menunjukkan bahwa semakin banyak perempuan yang berani bersuara. Negara harus hadir memastikan keamanan dan keadilan bagi mereka,” tegasnya.
Deklarasi kampus anti-kekerasan dijadwalkan akan dilaksanakan dalam waktu dekat dengan melibatkan berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia. KemenPPPA menargetkan deklarasi ini menjadi tonggak gerakan nasional yang konkret, bukan sekadar seremonial.