- Oleh MC PROV RIAU
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 22:57 WIB
: Ilustrasi Keluarga Ramah Anak dan Digital. (Istimewa)
Oleh Juli, Senin, 11 Agustus 2025 | 16:17 WIB - Redaktur: Kristantyo Wisnubroto - 244
Jakarta, InfoPublik - Di balik setiap tawa anak dan obrolan hangat di meja makan, tersimpan tantangan besar yang kini dihadapi banyak keluarga. Arus informasi digital yang mengalir tanpa henti membuat peran orang tua tak lagi sebatas mendidik, tetapi juga menjadi sahabat diskusi, penjaga nilai, dan teladan.
Inilah yang mengemuka dalam pertemuan lintas generasi di Cemara Galeri – Toeti Heraty Museum, ketika para tokoh dan orang tua berbagi pandangan tentang membesarkan anak dan memperkuat keluarga di tengah perubahan zaman era digital, seperti dikutip InfoPublik di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, memulai dengan refleksi yang dekat dengan keseharian. Ia mengingatkan, dulu pendidikan moral anak tumbuh dari rumah, sekolah, dan lingkungan sekitar. Kini, dunia anak dibanjiri layar dan informasi tanpa batas. "Ketika anak tidak mendapat jawaban dari orang tuanya, mereka akan mencari di gadget, googling. Anak-anak sekarang kritis, dan kita harus siap menjawab,” ujarnya.
Menurutnya, menjadi orang tua di era digital berarti membuka ruang dialog, bukan hanya memberi perintah. Remaja perlu diperkuat mentalnya agar siap menghadapi pergaulan, namun ketahanan itu tak akan kokoh bila keluarga masih terhimpit persoalan ekonomi.
Melalui program Ruang Bersama Indonesia (RBI) dan Care Economy, Kemen PPPA mendorong pemberdayaan perempuan di tingkat akar rumput dengan pendampingan finansial, pelatihan keterampilan, dan sertifikasi profesi untuk membuka jalan karier berkelanjutan.
Dari sisi lain, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Indonesia (Dukbangga), Isyana Bagus Oka, menegaskan pentingnya peran keluarga sebagai unit terkecil dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia. "Semua program dan pencapaian visi pembangunan nasional untuk mewujudkannya maka kita harus mulai dari keluarga, karena semua kebiasaan dan nilai-nilai ditanamkan dari rumah," tegasnya.
Isyana juga mengajak para orang tua untuk introspeksi kesiapan diri sebelum memutuskan memiliki anak. Kesiapan bukan hanya soal finansial, tapi juga kesiapan mental dan emosional dalam menerima anak sebagai anugerah Tuhan. "Orang tua juga perlu belajar untuk mendengar anak, karena tidak ada ilmu atau sekolah khusus untuk menjadi orang tua, yang perlu dilakukan adalah belajar terus setiap harinya," tambahnya.
Pelindungan Anak di Dunia Maya
Pesan kedua wamen tersebut selaras dengan langkah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang memastikan ruang digital menjadi perpanjangan tangan pendidikan keluarga. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS), pemerintah menegaskan bahwa pelindungan anak di dunia maya adalah bagian integral dari penguatan keluarga.
Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Komdigi, Fifi Aleyda Yahya, menyebut PP TUNAS sebagai fondasi kebijakan nasional untuk memastikan keamanan anak di dunia maya, sekaligus mendukung peran orang tua sebagaimana disampaikan kedua wamen.
"Kemkomdigi mendorong platform digital menyediakan fitur keamanan yang mudah digunakan, termasuk sistem klasifikasi usia dan kontrol orang tua. Ini bukan sekadar fitur tambahan, tapi instrumen utama perlindungan anak agar orang tua bisa hadir memandu, bukan hanya mengawasi,” tegasnya.
Melalui PP TUNAS, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) wajib menyediakan parental control yang efektif, menetapkan privasi tinggi secara default untuk akun anak, serta melarang pelacakan lokasi dan profiling data anak untuk kepentingan komersial.
Langkah ini diambil di tengah lonjakan ancaman digital terhadap anak-anak Indonesia. Data NCMEC mencatat Indonesia sebagai negara keempat di dunia dalam kasus pornografi anak. Sementara UNICEF melaporkan 89 persen anak Indonesia mengakses internet rata-rata 5,4 jam per hari, dan hampir separuhnya terpapar konten seksual. "Dari akhir 2024 hingga pertengahan 2025, Komdigi menangani lebih dari 1,7 juta konten perjudian online dan hampir 500 ribu konten pornografi,” ungkap Fifi.
Pemerintah menempatkan tiga pilar, yakni regulasi, edukasi, dan kolaborasi sebagai landasan perlindungan anak di dunia maya. Komdigi hadir bukan sekadar regulator, melainkan mitra nyata keluarga, memastikan teknologi menjadi sahabat, bukan ancaman. Dengan dukungan lintas kementerian, dari ruang makan hingga ruang digital, targetnya satu: anak Indonesia tumbuh berdaya, terlindungi, dan siap memimpin Indonesia Emas 2045.