Membedah Narasi Bahaya BPA: Dari Disinformasi hingga Dampak Lingkungan yang Ditutupi

: Ilustrasi Misinformasi Galon Guna Ulang/Foto: Supa AI


Oleh Untung Sutomo, Jumat, 29 Agustus 2025 | 09:10 WIB - Redaktur: Untung S - 56


Jakarta, InfoPublik - Maraknya isu bahaya Bisphenol A (BPA) pada galon guna ulang polikarbonat (PC) menyimpan sejumlah kejanggalan yang mengindikasikan adanya narasi yang tidak utuh dan cenderung dimanipulasi.

Di balik kekhawatiran yang digaungkan, tiga ketidaksesuaian utama mencuat yakni ketidakterbukaan data riset ilmiah, pengabaian terhadap fakta keamanan selama puluhan tahun, serta dampak lingkungan yang justru timbul jika masyarakat beralih ke kemasan sekali pakai.

Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan InfoPublik, Jumat (29/8/2025), kejanggalan pertama terletak pada tidak transparannya data riset yang disajikan kepada publik.

Banyak publikasi mengenai bahaya BPA untuk dewasa hanya menekankan sisi negatif tanpa menyertakan angka migrasi aktual dan perbandingannya dengan batas aman yang ditetapkan oleh otoritas global seperti WHO, EFSA, atau FDA.

Padahal, lembaga-lembaga tersebut hanya melarang penggunaan BPA untuk botol bayi karena proses pemanasan suhu tinggi, sementara berbagai riset independen menunjukkan bahwa migrasi BPA dari galon polikarbonat aman dan jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan.

Menurut Dr. Wiyu Wahono, ahli sains teknologi plastik, orang dewasa harus mengonsumsi setara dua galon air per hari secara konsisten agar BPA berdampak pada tubuh—sebuah skenario yang tidak realistis dalam konsumsi sehari-hari.

Kejanggalan kedua adalah diabaikannya fakta bahwa galon guna ulang telah digunakan selama lebih dari 30 tahun di berbagai negara dengan regulasi ketat, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa, tanpa ada satu pun laporan kasus penyakit yang terkait.

Pakar Teknologi Pangan Hermawan Seftiono menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada catatan baik di Indonesia maupun internasional yang membuktikan bahwa BPA pada galon PC menyebabkan gangguan kesehatan. 

Fakta BPA menurut BPOM dan Kemenperin juga telah menegaskan keamanan galon guna ulang sebagai kemasan pangan, sehingga narasi yang berkembang justru kontradiktif dengan bukti empiris dan ilmiah.

Kejanggalan ketiga berkaitan dengan dampak lingkungan yang sengaja tidak diangkat dalam wacana publik. Galon guna ulang terbukti lebih berkelanjutan karena dapat digunakan hingga ratusan kali sebelum akhirnya didaur ulang.

Jika masyarakat terdorong beralih ke galon sekali pakai akibat strategi disinformasi kesehatan, maka beban sampah plastik akan meningkat signifikan.

Penelitian LPEM FEB UI memproyeksikan bahwa tanpa galon guna ulang, timbulan sampah kemasan sekali pakai dapat bertambah hingga 770.000 ton per tahun, dengan emisi karbon mencapai 1,65 juta ton—sebuah paradoks dalam era yang mengedepankan prinsip ekonomi sirkular dan kebijakan ramah lingkungan.

Dengan demikian, isu BPA pada galon guna ulang tidak hanya mengandung kejanggalan isu BPA Indonesia, tetapi juga berpotensi mengalihkan perhatian dari solusi berkelanjutan yang justru telah terbukti aman dan ramah lingkungan.

 

Berita Terkait Lainnya

-->