- Oleh Ismadi Amrin
- Minggu, 24 Agustus 2025 | 15:09 WIB
: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 Tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain Atas Penghasilan yang Diterima Atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
Oleh Ismadi Amrin, Rabu, 16 Juli 2025 | 21:27 WIB - Redaktur: Kristantyo Wisnubroto - 487
Jakarta, InfoPublik - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan secara resmi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Artinya, aturan tersebut mengatur penunjukan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau marketplacce sebagai pemungut pasal penghasilan (PPh) Pasal 22.
Ada beberapa pesan kunci dari aturan baru tersebut, yang pertama adalah PPh Pasal 22 bukan jenis pajak baru. Kedua, PMK ini mengatur mekanisme pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan oleh pedagang di marketplace.
Ketiga, PPh Pasal 22 merupakan kredit pajak bagi merchant yang dapat diperhitungkan dengan kewajiban pajak lain pada SPT Tahunan. Namun sebagai insentif bagi merchant yang memenuhi ketentuan PP-55/2022 diberi kemudahan berupa pengenaan PPh Pasal 22 yang bersifat final sehingga beban administrasi menjadi lebih sederhana.
Keempat, keadilan bagi pelaku usaha digital (UMKM dan Non UMKM) karena pelaku usaha yang selama ini tidak patuh akan masuk ke dalam administrasi DJP melalui mekanisme pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace.
Kelima, pemajakan atas transaksi ekonomi digital merupakan upaya menciptakan kondisi yang setara/level playing field sesama pelaku usaha konvensional dan berbasis digital.
Pemerhati pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menegaskan PMK 37/2025 tidak memperkenalkan jenis pajak baru. Yang berubah hanyalah skema pemungutannya.
"Seharusnya tidak ada beban pajak tambahan bagi konsumen. Jadi, tidak ada alasan untuk terjadi kenaikan harga," kata Fajry dalam keterangan yang diterima pada Rabu (16/7/2025).
Namun, Fajry menyebut kenaikan harga bisa tetap terjadi bila merchant memilih mengalihkan (shifting) beban pajak kepada konsumen. Langkah ini umumnya bertujuan menjaga, atau bahkan menaikkan laba bersih penjual. Dampaknya pada penjualan akan sangat bergantung pada elastisitas permintaan, serta besarnya kenaikan harga yang diterapkan.
"Pada akhirnya semua bergantung pada merchant. Jika mereka menaikkan harga, tentu ada risiko terhadap penurunan penjualan. Itu akan tergantung pada elastisitas permintaan," pungkas Fajry.
Adapun hal yang perlu dipahami dalam PMK 37/2025 adalah ketentuan ini bukan pengenaan pajak baru. ketentuan ini mengatur perubahan mekanisme pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) oleh pedagang online, dari yang sebelumnya dilakukan secara mandiri menjadi dipungut langsung oleh marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.
Kebijakan ini memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.
UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dipungut pajak. Sesuai ketentuan yang berlaku, pedagang orang pribadi dalam negeri dengan omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh.
Tujuan utama ketentuan ini adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan. Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antar pelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.
Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy, khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan, baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit.
Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak secara proporsional dan memastikan kontribusi perpajakan sejalan dengan kapasitas usaha yang sesungguhnya.
Penyusunan ketentuan ini telah melalui proses meaningful participation, yakni kajian dan pembahasan bersama pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri e-commerce dan kementerian/lembaga terkait. Respons terhadap rencana ketentuan ini sejauh ini menunjukkan dukungan terhadap tujuan pemerintah dalam mendorong tata kelola pajak yang lebih adil dan efisien seturut dengan perkembangan teknologi informasi.