- Oleh MC KAB BLORA
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 17:50 WIB
: Foto OJK
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Rabu, 16 Juli 2025 | 21:28 WIB - Redaktur: Untung S - 325
Jakarta, InfoPublik — Dunia boleh saja sibuk dengan eskalasi perang dagang dan fragmentasi pasar global. Namun semalam, melalui platform media sosialnya Social Truth, mantan Presiden dan calon kuat presiden AS 2024, Donald Trump, mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah mencapai kesepakatan dagang strategis dengan Indonesia.
Satu angka mencolok: tarif hanya 19 persen untuk produk Indonesia yang masuk ke AS, jauh lebih rendah dari rencana awal 32 persen, dan lebih kompetitif dibandingkan Vietnam (20–40 persen), Malaysia (25 persen), bahkan Thailand (36 persen).
Menurut Fakhrul Fulvian, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, nilai sejati dari kesepakatan ini bukan sekadar tarif rendah, melainkan sinyal yang sangat penting secara geopolitik dan ekonomi.
“Yang penting bukan cuma 19 persen, tapi pernyataan eksplisit dari AS tentang posisi strategis Indonesia. Kita diakui karena punya rare earth minerals, tembaga, dan sumber daya strategis lain yang dunia butuhkan,” ujar Fakhrul, dalam keterangannya ke InfoPublik, Rabu (16/7/2025).
Kesepakatan ini disertai komitmen pembelian 50 pesawat Boeing oleh Indonesia, serta kerja sama di sektor pertanian dan energi. Namun yang paling strategis adalah penyebutan langsung peran Indonesia dalam pasokan mineral kritis, kunci dari masa depan kendaraan listrik, energi bersih, dan teknologi tinggi.
Fakhrul menilai bahwa selisih tarif yang signifikan dengan negara-negara pesaing di Asia Tenggara dapat dimanfaatkan untuk menarik relokasi investasi industri:
“Potensi masuknya investasi sebesar USD 200–300 juta dalam 1–2 tahun ke depan bisa terwujud, terutama ke kawasan industri dan manufaktur ekspor,” kata Fakhrul. “Konsolidasi sudah cukup. Sekarang saatnya tancap gas.”
Di tengah prospek membaiknya hubungan dagang dan menguatnya kepercayaan global terhadap Indonesia, kebijakan dalam negeri juga harus adaptif. Salah satu sorotan utama Fakhrul adalah peran Bank Indonesia (BI) yang dinilainya perlu segera memangkas suku bunga acuan.
“Inflasi hanya 1,87 persen, rupiah menguat, dan tekanan eksternal makin ringan. Ini saatnya kebijakan moneter mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Negara-negara tetangga seperti India dan Malaysia sudah menurunkan bunga, dan Indonesia tak boleh ketinggalan. Jika BI memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin hari ini, lanjut Fakhrul, ini akan menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia serius ingin mendorong pemulihan dan pertumbuhan.
Langkah-langkah ini, bila dikombinasikan dengan kenaikan belanja pemerintah pada paruh kedua tahun, diperkirakan akan: Menguatkan rupiah hingga ke level Rp15.500/USD di akhir 2025, Menarik arus modal asing kembali ke pasar domestik, dan Mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 7.750.
Trimegah memproyeksikan bahwa sektor unggulan di semester kedua tahun ini adalah: Logam dan mineral strategis, termasuk emiten nikel, tembaga, dan aluminium dan Sektor konsumsi yang mulai rebound seiring meningkatnya daya beli dan stimulus fiskal
“Sudah lebih banyak upside daripada downside untuk pasar Indonesia tahun ini. Tapi semua tergantung eksekusi kebijakan,” tegas Fakhrul.
Kesepakatan dagang AS-RI bukan sekadar dokumen, tapi pintu gerbang baru bagi Indonesia dalam peta ekonomi global. Tarif rendah adalah pelumas, tapi kepercayaan strategis adalah bahan bakar jangka panjang. Untuk benar-benar melaju, Indonesia butuh: Kecepatan kebijakan moneter dari BI, Konsistensi fiskal dan eksekusi proyek pemerintah, dan Ketegasan strategi industrialisasi dan hilirisasi
“Ruang kesempatan seperti ini tidak pernah terbuka lama. Dunia sedang mencari mitra baru. Indonesia punya bahan mentah dan sekarang juga punya momentum. Jangan disia-siakan,” pungkas Fakhrul.