- Oleh Dian Thenniarti
- Selasa, 15 Oktober 2024 | 05:54 WIB
: KPK memfasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Rabu, 16 Juli 2025 | 19:22 WIB - Redaktur: Untung S - 176
Jakarta, InfoPublik – Meski potensi ekonomi sektor perikanan tangkap diperkirakan menembus Rp300 triliun per tahun, kontribusinya terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) justru masih minim. Hanya sekitar Rp1 triliun yang berhasil dikumpulkan tahun lalu—menyisakan jurang besar antara potensi dan realisasi. Melihat tantangan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil peran strategis dengan memfasilitasi integrasi sistem lintas kementerian.
Melalui Stranas PK (Strategi Nasional Pencegahan Korupsi), KPK memfasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Gedung ACLC KPK. Kolaborasi ini bertujuan mengintegrasikan proses bisnis dan data kelautan dari hulu ke hilir, mencakup perizinan, produksi, distribusi, hingga ekspor hasil laut.
Langkah itu merupakan bagian dari Aksi Prioritas Stranas PK 2025–2026, yang mereplikasi kesuksesan SIMBARA (Sistem Informasi Mineral dan Batubara) di sektor pertambangan. Model serupa kini ingin diterapkan di sektor kelautan dan perikanan, yang selama ini masih diwarnai fragmentasi data, lemahnya pencatatan, dan potensi kebocoran penerimaan.
“Perputaran uang di sektor perikanan tangkap bisa mencapai Rp300 triliun. Tapi kontribusinya ke PNBP masih di bawah 1 persen. Potensi sesungguhnya ada di kisaran Rp45 triliun,” ujar Aminudin, Plt Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus Koordinator Pelaksana Stranas PK, dalam keterangan tertulis yang diterima, InfoPublik, Rabu (15/7/2025).
Dengan integrasi sistem informasi, setiap ton ikan yang ditangkap harus bisa ditelusuri, dicatat, dan dikonversi menjadi penerimaan negara.
Salah satu bentuk kerja sama ini adalah pengembangan dashboard terpadu antarinstansi. Sistem ini diharapkan mampu mendeteksi celah, menciptakan transparansi, serta membantu pengawasan real-time terhadap proses bisnis sektor kelautan dan perikanan.
“Sistem tanpa integritas data hanyalah formalitas,” tegas Herda Helmi Jaya, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK sekaligus Koordinator Harian Stranas PK. Ia menyoroti pentingnya validitas input data agar sistem benar-benar efektif menutup potensi korupsi.
Sementara itu, Dirjen Anggaran Kemenkeu, Luky Alfirman, menyebut bahwa PNBP kini menjadi sumber penerimaan yang semakin strategis, apalagi seiring dengan arah menuju kemandirian fiskal nasional.
“Integrasi ini langkah konkret menuju optimalisasi PNBP. Sektor perikanan adalah kunci baru penerimaan nonpajak,” kata Luky.
Sekjen KKP Rudy Heriyanto menyatakan, reformasi ini bukan hanya soal efisiensi administratif. Lebih jauh, sistem baru ini membuka jalan untuk membangun ekosistem ekonomi laut yang tertib dan berkelanjutan, termasuk: Pengelolaan izin kapal dan tangkapan ikan, Pengawasan ekspor hasil laut dan sedimentasi, dan Optimalisasi ruang laut sebagai sumber PNBP.
“Langkah ini penting agar hasil laut kita tidak hanya dinikmati oleh pasar, tapi juga memberi kontribusi yang adil bagi negara,” ujarnya.
KPK melalui Stranas PK memastikan bahwa kerja sama ini tak berhenti di penandatanganan semata. Pendampingan dan pengawasan akan terus dilakukan, dengan target jangka panjang: menciptakan sistem kelautan yang transparan, efisien, dan adil—bagi negara dan masyarakat.
Jika implementasi berhasil, PNBP dari sektor kelautan berpotensi meningkat puluhan kali lipat, sambil tetap menjaga kelestarian sumber daya dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.