: Kepala Bagian Manajemen Pengelolaan Data dan Layanan Informasi Kementerian keuangan (Kemenkeu) Titi Susanti dalam paparannya pada acara Bimtek Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi Wilayah Indonesia Timur, di Wisma Kalla, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (24/7/2025).
Oleh Ismadi Amrin, Kamis, 24 Juli 2025 | 23:25 WIB - Redaktur: Untung S - 193
Makassar, InfoPublik - Setiap badan publik, khususnya yang berada di lingkungan eksekutif, pada dasarnya menjalankan kegiatan yang sebagian besar atau bahkan seluruhnya, bersumber dari anggaran negara. Karena itu informasi publik menjadi sebuah instrumen transparansi dan akuntabilitas badan publik.
Di tingkat pusat, anggaran tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan di daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Misalnya, kantor wilayah (kanwil) kementerian seperti di Kementerian Keuangan menggunakan APBN secara penuh dalam operasionalnya.
Demikian disampaikan Kepala Bagian Manajemen Pengelolaan Data dan Layanan Informasi Kementerian keuangan (Kemenkeu) Titi Susanti dalam paparannya pada acara Bimtek Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi Wilayah Indonesia Timur, di Wisma Kalla, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (24/7/2025).
Bimtek Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi di Wilayah Indonesia Timur tersebut mengusung tema Peran Strategis PPID dalam Mendukung Agenda Prioritas Nasional.
Titi menambahkan, sumber utama dari APBN maupun APBD tersebut adalah dana publik, yang berasal dari masyarakat melalui pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan sumber-sumber resmi lainnya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban setiap badan publik untuk mengelola dana tersebut secara transparan dan akuntabel sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik.
Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas ini tidak dapat diwujudkan tanpa adanya keterbukaan informasi. Dalam konteks ini, informasi publik berfungsi sebagai alat utama untuk menunjukkan bagaimana dana masyarakat dikelola dan digunakan. Dengan menyediakan informasi secara terbuka, badan publik tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah.
"Alat yang bisa kita gunakan untuk menunjukkan transparansi ataupun bentuk akuntabilitas dari sebuah badan publik adalah informasi publik. Oleh karena itu, informasi publik ini harus di deliver kepada publik," kata Titi.
Kewajiban badan publik untuk bersikap transparan dan akuntabel bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bentuk pertanggungjawaban moral dan hukum kepada publik. Masyarakat memiliki hak untuk tahu, dan badan publik memiliki kewajiban untuk memberi tahu.
Melalui penyediaan informasi yang akurat, mudah diakses, dan dapat dipertanggungjawabkan, badan publik dapat membangun komunikasi dua arah dengan masyarakat. Hal ini menjadi sarana penting untuk menjelaskan penggunaan anggaran, pelaksanaan program, capaian kinerja, serta tantangan yang dihadapi pemerintah dalam memberikan layanan publik.
"Nah, di dalam Undang-Undang 14 tahun 2008, di dalam pasal 2 itu diatur mengenai asas layanan informasi publik," imbuhnya.
Titi menuturkan, pentingnya informasi publik sebagai alat kontrol sosial juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. UU ini menegaskan bahwa setiap badan publik wajib membuka akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat, kecuali informasi tertentu yang dikecualikan berdasarkan alasan hukum yang sah.
Keterbukaan ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan, tetapi juga memperkuat partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan. Masyarakat yang terinformasi dengan baik akan menjadi mitra aktif dalam pembangunan, bukan sekadar objek dari kebijakan pemerintah.
Oleh karena itu, pengelolaan informasi publik yang profesional, terstruktur, dan berorientasi pada pelayanan adalah kebutuhan mutlak dalam tata kelola pemerintahan modern. Dengan menjadikan informasi publik sebagai pilar utama transparansi, badan publik dapat membuktikan bahwa pengelolaan dana rakyat dijalankan secara bertanggung jawab, terbuka, dan berpihak pada kepentingan bersama.
Dengan memberikan akses informasi yang jelas, akurat, dan mudah dijangkau, badan publik tidak hanya menjalankan kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, tetapi juga membangun kepercayaan publik. Kepercayaan ini merupakan fondasi utama dalam menciptakan pemerintahan yang partisipatif, inklusif, dan demokratis.
Titi menjelaskan, meskipun warga negara memiliki hak atas informasi yang dikelola oleh badan publik, tapi tidak semua informasi bisa diakses masyarakat.
Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan publik juga berhak menolak memberikan informasi publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Tapi badan publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien, sehingga dapat diakses dengan mudah," ujar Titi.
Pada kesempatan itu, Titi juga menjabarkan mengenai asas layanan informasi publik (pasal 2 UU 14/2008). Asas yang dimaksud adalah Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik; Informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
Namun dirinya juga menyebutkan adanya informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
"Informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya," kata Titi.