- Oleh Wandi
- Selasa, 10 Juni 2025 | 07:53 WIB
: Sidang Isbat yang digelar hari ini, Selasa (27/5/2024) resmi menetapkan Hari Raya Idul Adha atau 10 Dzulhijjah 1446 H jatuh pada 6 Juni 2025.(Foto Istimewa/Humas Kemenag)
Oleh Wandi, Selasa, 27 Mei 2025 | 20:32 WIB - Redaktur: Kristantyo Wisnubroto - 254
Jakarta, InfoPublik — Langit Indonesia kembali menjadi penentu waktu ibadah umat Islam, kali ini untuk awal bulan Zulhijah 1446 Hijriah. Di balik Sidang Isbat yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) pada Selasa (27/5/2025), terdapat proses panjang dan teliti yang menggabungkan ilmu astronomi dan nilai-nilai keagamaan.
Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kemenag, Cecep Nurwendaya, menjelaskan bahwa penentuan awal bulan hijriyah bukan sekadar urusan langit, tapi juga melibatkan kebijakan berbasis ilmu pengetahuan. Dalam seminar sebelum Sidang Isbat di Auditorium HM Rasjidi, Cecep memaparkan hasil pengamatan hisab yang menunjukkan potensi terlihatnya hilal pada sore itu.
“Posisi hilal di beberapa wilayah Indonesia telah memenuhi kriteria MABIMS, yaitu tinggi minimum 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat,” ujar Cecep. Ia menambahkan, pada 27 Mei 2025, tinggi hilal di Indonesia berkisar antara 0,74° hingga 3,20°, sementara elongasinya antara 5,84° hingga 7,10°.
Mengapa ini penting? Karena jika hilal benar-benar terlihat, maka 1 Zulhijah 1446 H akan ditetapkan jatuh pada Rabu, 28 Mei 2025. Ini berarti umat Islam di Indonesia bisa mulai bersiap untuk menyambut momen penting seperti puasa Arafah dan Iduladha.
Namun lebih dari itu, penetapan awal bulan hijriyah mencerminkan keunikan pendekatan Indonesia. Berbeda dengan sebagian negara yang hanya mengandalkan hisab (perhitungan astronomi) atau rukyat (pengamatan langsung), Indonesia memadukan keduanya.
“Hisab sifatnya informatif, tapi rukyat tetap jadi konfirmasi utama. Ini menjadi ciri khas kita dalam menetapkan awal bulan hijriyah,” terang Cecep.
Pendekatan ini memberi ruang bagi ilmu pengetahuan sekaligus menjaga nilai-nilai keagamaan. Pemerintah tak hanya mengandalkan teori, tapi juga menunggu laporan faktual dari lebih dari 100 titik rukyat di seluruh Indonesia.
Cecep juga menekankan pentingnya peran para perukyah di lapangan. “Meski secara hisab memenuhi kriteria, keputusan resmi tetap menunggu hasil pengamatan. Lokasi seperti Aceh diperkirakan berpeluang besar melihat hilal,” ujarnya.
Di balik semua perhitungan itu, ada semangat menjaga kesatuan umat. Penetapan yang akurat dan ilmiah diharapkan bisa menyatukan waktu ibadah seluruh umat Islam di Indonesia. Bagi Cecep, ini bukan sekadar soal kapan tanggal 1 Zulhijah dimulai, tapi juga bagaimana ilmu dan iman berjalan berdampingan di langit Nusantara.