- Oleh Wahyu Sudoyo
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:57 WIB
: Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya, Raden Wijaya Kusumawardhana dalam acara Ngopi Bareng Kemkomdigi di Kantor Kemkomdigi, Jakarta (foto: Wahyu Sudoyo/KPM Kemkomdigi)
Oleh Wahyu Sudoyo, Jumat, 11 Juli 2025 | 17:21 WIB - Redaktur: Kristantyo Wisnubroto - 217
Jakarta, InfoPublik- Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menelaah sistem dan tantangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam The3rd Global Forum on Ethical Artificial Intelligence 2025 di Bangkok yang digelar pada 24-27 Juni 2025 lalu.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya, Raden Wijaya Kusumawardhana, menjelaskan, ada tiga elemen penting pada saat menelaah sistem AI. Pertama adalah Machine Learning yang mencakup deep learning dan reinforcement learning.
“Deep learning itu adalah suatu sistem yang memanfaatkan jaringan neural networks atau saraf tiruan yang dikembangkan berbasis dari teknologi tertentu dengan banyak layer, lapisan-lapisan untuk pembelajaran dari berbagai data dan tugas-tugas,” jelas Wijaya dalam acara Ngopi Bareng Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) di Press Room Kemkomdigi, Jakarta, pada Jumat (11/7/2025).
Sedangkan reinforcement learning adalah menempatkan suatu sistem sebagai agen yang belajar untuk mengambil keputusan.
Jika di deep learning itu AI mulai mencoba bagaimana dia mengolah, maka di dalam reinforcement learning AI sudah bagaimana mencari Solusi, seperti yang terjadi pada percobaan
“Saya pernah dengar di Jerman lagi diuji coba salah satu kebutuhannya reinforcement learning adalah bagaimana AI dilatih untuk self defense. Nah salah satu self defense yang ditemukan hasilnya itu cukup mengejutkan adalah apa, ternyata dia bisa pada saat akan dimatikan sistemnya, dia berbalik menyerang dengan marah, memarahi orang yang menyerang itu, yang akan mematikan itu,” ungkapnya.
Elemen kedua, lanjutnya, adalah sistem siklus hidup AI, yang mencakup proses penelitian, desain, perencanaan, hingga pengembangan dan penerimaan dan penggunaannya.
Hal ini termasuk pemeliharaan, operasi, trading, pembiayaan, pemantuan, dan evolusi, validasi, dan pemonggaran dan penghentian.
Sedangkan elemen ketiga adalah tantangan baru terkait masalah etika. Hal ini akan berdampak luas dalam kehidupan bermasyarakat atau bersosial, baik dalam pengambilan keputusan, pekerjaan, interaksi sosial, kesehatan, perawatan, pendidikan, media, dan berbagai bidang lainnya termasuk data pribadi dan framing konsumen.
“Kita tahu sistem AI adalah machine learning dan machine reasoning. Dia punya cara argumentasinya. Kemudian ada siklus hidup dan aktornya, dan terakhir adalah tantangannya. Ini adalah elemen-elemen yang dihasilkan dari pertemuan pokok-pokok, pertemuan di dalam global forum yang ketiga di Bangkok,” pungkas Raden Wijaya Kusumawardhana.