- Oleh Wahyu Sudoyo
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:57 WIB
: Wamenkomdigi Nezar Patria mengikuti prosesi 'Ngunjal' yaitu memikul dan memindahkan padi di Kasepuhan Gelar Alam di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat, (18/07/2025). (Foto: Ardi W/Kemkomdigi)
Oleh Wahyu Sudoyo, Selasa, 22 Juli 2025 | 07:48 WIB - Redaktur: Untung S - 194
Jakarta, InfoPublik – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menyiapkan literasi digital bagi masyarakat adat Kasepuhan Gelar Alam di kaki Gunung Halimun-Salak, Sukabumi, Jawa Barat agar mereka bisa memanfaatkan internet untuk kesejahteraan.
Hal itu dikatakan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, saat berkunjung ke Desa Sirnaresmi, Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat, pada Jumat (18/7/2025).
“Saya kira dengan melihat kondisi yang ada di Kasepuhan Gelar Alam, terutama antusiasme masyarakat untuk menggunakan internet, tepat sekali kalau program literasi digital ini bisa masuk ke sini. Bukan hanya berhenti di tingkat bagaimana menggunakan, tetapi juga bagaimana memanfaatkannya untuk mensejahterakan,” ujar Wamenkomdigi.
Menurut Nezar, literasi digital yang dimaksud bukan hanya soal kecakapan teknis, tapi tentang menggunakan internet dengan bijak, menjaga nilai-nilai adat, dan menghindari benturan budaya di tengah derasnya informasi global.
“Internet membuat masyarakat adat tersambung dengan dunia luar, dan tentu saja ada banyak nilai-nilai yang mungkin akan berbenturan. Karena itu dibutuhkan literasi digital agar masyarakat sadar bagaimana cara menggunakan internet yang sehat dan sesuai dengan kebutuhan mereka,” tuturnya.
Ia melihat potensi besar dalam pemanfaatan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Ia mendorong agar masyarakat adat diberikan pelatihan lanjutan, termasuk dalam mengakses teknologi seperti tiny AI, machine learning pertanian, atau mikrohidro untuk energi.
“Tentu saja kita akan tingkatkan juga dengan upskilling. Teknologi harus tepat guna dan punya makna di kehidupan sehari-hari masyarakat adat,” jelas dia.
Lebih lanjut Nezar mengatakan, langkah yang dilakukan masyarakat adat Gelar Alam memang patut menjadi inspirasi, sebab mereka mampu menarik kabel fiber optik menembus hutan—bukan untuk mengubah jati diri, tapi untuk membuka peluang.
“Coba bayangkan, di tengah hutan ini ada seutas fiber optik yang menghubungkan ribuan warga dengan informasi terbaru,” ungkapnya kagum.
Nezar juga menyampaikan penghormatan kepada Ketua Adat Kasepuhan Gelar Alam Abah Ugi Sugriana Rakasiwi, yang memimpin warga mengelola internet secara mandiri, selaras dengan nilai adat. Di Kasepuhan, internet tidak liar—ia dibatasi, disaring, dan dimaknai.
“Kami memberikan apresiasi tinggi kepada Abah Ugi. Di sini, internet dijalankan sebagai internet sehat, karena warga menyaring informasi sesuai batasan adat. Ini bisa menjadi contoh bagi komunitas lain,” tuturnya.
Abah Ugi menyambut baik dukungan pemerintah. Menurutnya, internet bukan musuh adat, melainkan alat memperluas suara masyarakat adat hingga ke dunia internasional tanpa kehilangan jati diri.
“Dulu orang mungkin tidak tahu kami ada. Sekarang, dengan internet, keberadaan masyarakat adat dikenal luas. Komunikasi lebih mudah, dan kegiatan adat terbantu,” kata Abah Ugi.
Ia juga menyebut Kasepuhan tengah mencoba teknologi baru seperti tiny AI. Salah satu langkah awalnya adalah memasang alat pengukur kelembaban dan stasiun air untuk mendukung pertanian tradisional. Harapannya, teknologi dan tradisi bisa hidup berdampingan.
“Kami punya perhitungan adat, seperti kalender musim tanam. Ke depan kami ingin kolaborasikan dengan teknologi supaya bisa saling melengkapi,” tandas Abah Ugi.