- Oleh MC PROV RIAU
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 10:12 WIB
:
Oleh MC PROV RIAU, Kamis, 19 Juni 2025 | 15:50 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 261
Pekanbaru, InfoPublik – Gubernur Riau, Abdul Wahid, menerima audiensi ninik mamak Kenegerian Mentulik Kabupaten Kampar di Kediaman Gubernur Riau, Kota Pekanbaru, Rabu (18/6/2025).
Audiensi ini digelar untuk membahas isu pengelolaan tanah ulayat yang dinilai merugikan masyarakat adat.
Ketua Lembaga Tinggi Masyarakat Adat Republik Indonesia (Lemtari) Kabupaten Kampar, Suhaili Husein, menyampaikan bahwa pengelolaan wilayah hutan adat oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Rantau Kasih dilakukan tanpa melibatkan ninik mamak Kenegerian Mentulik, meskipun wilayah desa tersebut berada di dalam kawasan adat mereka.
“Desa Rantau Kasih itu berada di dalam wilayah adat Kenegerian Mentulik, namun mereka tidak melakukan koordinasi sedikit pun dalam pengelolaan tanah ulayat kami,” tegas Suhaili.
Gubernur Abdul Wahid merespons dengan mengajak semua pihak untuk bermusyawarah. Ia menegaskan pentingnya penyelesaian konflik melalui pendekatan adat dan kelembagaan, bukan dengan cara memaksakan kehendak.
“Masalah ini harus diselesaikan dengan duduk bersama. Tidak boleh ada yang menekan, semua pihak harus mencari titik temu yang adil. Datanglah ke LAM, karena Pemerintah Provinsi dan LAM telah membentuk tim khusus untuk menangani persoalan adat,” ungkap Wahid.
Ia juga menekankan bahwa keputusan menyangkut pengelolaan tanah ulayat sebaiknya disepakati melalui lembaga adat. Hal ini tidak hanya penting untuk menjaga legitimasi sosial, tetapi juga agar proses pendaftaran hutan adat di Kementerian Kehutanan berjalan sah secara hukum.
Lebih lanjut, Gubernur mengingatkan bahwa keharmonisan antar kelompok masyarakat adat harus dijaga. Menurutnya, solusi terbaik hanya dapat dicapai jika semua pihak bersedia terbuka dan menghormati proses adat.
“Jangan sampai konflik ini berlarut. Pemprov Riau siap memfasilitasi dialog agar hak-hak masyarakat adat tetap dihormati dan dijaga,” pungkasnya.
Pertemuan ini menjadi awal dari langkah damai dan bermartabat dalam menyelesaikan sengketa adat, dengan pendekatan kolaboratif dan nilai-nilai kearifan lokal.
(Mediacenter Riau/Alw)