Gawai Dayak Sintang 2025: Merayakan Panen, Merawat Warisan Leluhur

:


Oleh MC PROV KALIMANTAN BARAT, Kamis, 26 Juni 2025 | 21:17 WIB - Redaktur: Untung S - 220


Sintang, InfoPublik – Suasana khidmat bercampur sukacita memenuhi Lapangan Sepak Bola Kemantan Dugik Nobal di Kecamatan Tebelian, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), Rabu (25/6/2025), saat Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, membuka secara resmi Gawai Dayak Ketemenggungan Linoh Dakan Gandis IX.

Perhelatan tiga hari itu bukan sekadar pesta rakyat, melainkan ekspresi syukur masyarakat Dayak atas hasil panen sekaligus pengikat tali persaudaraan dalam ritual adat yang sarat makna spiritual.

Gawai Dayak tahun ini menjadi momen penting untuk menghidupkan kembali tradisi leluhur yang hampir tergerus zaman. Rangkaian acara dimulai dengan upacara adat Nyangahatan, ritual pemujaan kepada Jubata (Tuhan) dan leluhur sebagai bentuk terima kasih atas kelimpahan hasil bumi. Dilanjutkan dengan tarian Gantar, Kancet Ledo, dan Monong yang menggambarkan siklus hidup, dari bercocok tanam hingga panen, diiringi alunan sape’ dan gendang yang menyentuh jiwa.

Dalam sambutannya, Wagub Krisantus menekankan bahwa Gawai Dayak harus dipahami sebagai living tradition. “Ini bukan sekadar atraksi budaya, tapi napas kehidupan yang mengajarkan kita tentang harmoni dengan alam, solidaritas sosial, dan ketahanan identitas,” ujarnya di hadapan ribuan peserta.

Ia mengapresiasi Ketemenggungan Linoh Dakan Gandis yang konsisten menjadikan Gawai sebagai media edukasi, terutama bagi generasi muda yang mulai terputus dari akar budayanya.

Tahun ini, panitia menyisipkan inovasi untuk memperkuat dimensi edukatif. Di sela-sela pesta rakyat, digelar pameran alat tradisional seperti tajak (parang khas Dayak), beliong (kapak), dan bubu (perangkap ikan), lengkap dengan demo penggunaannya. 

“Kami juga adakan lokakarya membatik corak Dayak dan mendongeng cerita rakyat untuk anak-anak agar mereka tak hanya menonton, tapi terlibat aktif,” jelas Yohanes Suring, Ketua Panitia Gawai.

Spiritualitas menjadi benang merah yang mengikat seluruh rangkaian acara. Upacara Notokng, misalnya, mengajarkan filosofi “Adil Ka’Talino, Bacuramin Ka’Saruga, Basengat Ka’Jubata” (Adil pada Sesama, Menuju Surga, Bernafas pada Tuhan). 

“Ini adalah prinsip hidup kami. Gawai mengingatkan bahwa kemajuan tak boleh memutuskan kita dari nilai-nilai ini,” tutur Maria, seorang peserta dari komunitas Dayak Desa.

Antusiasme masyarakat terlihat dari ribuan pengunjung yang memadati lokasi, termasuk turis mancanegara yang tertarik menyaksikan langsung kekayaan budaya Dayak. “Saya terkesan dengan bagaimana ritual dan seni di sini bukan sekadar pertunjukan, tapi bagian dari kehidupan sehari-hari,” ujar Sophie Laurent, wisatawan asal Prancis.

Pemerintah Kabupaten Sintang berkomitmen mendokumentasikan seluruh prosesi adat dalam bentuk audiovisual sebagai arsip budaya. “Kami sedang bekerja sama dengan antropolog untuk memetakan setiap ritual agar bisa dipelajari di sekolah-sekolah,” tambah Kepala Dinas Pendidikan Sintang.

Langkah itu diharapkan memastikan warisan leluhur tetap hidup di tengah gempuran globalisasi.

Sebagai puncak acara, malam gawai diisi dengan Ngabang (pesta makan bersama) hidangan khas seperti juhu singkah (sayur umbut rotan) dan lempok (durian fermentasi), simbol kebersamaan dan kemurahan alam Kalimantan Barat.

Dengan semangat yang sama, Wagub Krisantus menutup acara dengan pesan: “Gawai adalah pengingat bahwa budaya bukan masa lalu, tapi fondasi untuk membangun masa depan.” (adpim)

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC PROV KALIMANTAN BARAT
  • Selasa, 8 Juli 2025 | 16:15 WIB
Wagub Kalbar Tegaskan Pentingnya Pelestarian Budaya Dayak di Era Digital
-->