- Oleh MC PROV RIAU
- Kamis, 19 Juni 2025 | 17:12 WIB
:
Oleh MC PROV KALIMANTAN BARAT, Kamis, 10 Juli 2025 | 14:20 WIB - Redaktur: Untung S - 138
Balikpapan, InfoPublik – Sebanyak 12 gubernur dari daerah penghasil sumber daya alam (SDA) berkumpul dalam Rapat Koordinasi (Rakor) bertajuk "Sinergi Daerah Penghasil SDA untuk Menggali Potensi Dana Bagi Hasil Sektor Pertambangan dan Kehutanan" di Hotel Novotel Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (9/7/2025).
Rakor itu bertujuan memperkuat fiskal daerah melalui optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Dana Bagi Hasil (DBH) di tengah dinamika regulasi nasional.
Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Ria Norsan, yang turut hadir menekankan pentingnya adaptasi kebijakan dalam menghadapi tantangan fiskal. "Fluktuasi DBH sangat terasa, dari Rp97,2 miliar pada 2020 hingga proyeksi Rp32,8 miliar di triwulan I 2025. Ini perlu menjadi bahan evaluasi bersama," ujarnya.
Salah satu tantangan krusial adalah penghapusan PNBP Iuran Tetap untuk Komoditas Mineral Bukan Logam dan Batuan melalui PP No. 19 Tahun 2025, yang berpotensi menurunkan penerimaan daerah.
Potensi dan Tantangan Sektor Kehutanan Kalbar
Sebagai provinsi dengan 57 persen kawasan hutan (8,32 juta hektare), Kalimantan Barat memiliki ketergantungan tinggi pada sektor kehutanan. "Lebih dari separuh dari 2.046 desa di Kalbar berada di dalam dan sekitar hutan. Masyarakat bergantung pada hutan untuk penghidupan," jelas Ria Norsan.
Saat ini, terdapat 17 Unit KPH, meski baru lima yang beroperasi efektif, serta 124 Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) seluas 2,79 juta hektare.
PNBP sektor kehutanan Kalbar menunjukkan tren fluktuatif: Rp108,34 miliar (2022) sebagai puncaknya, namun turun di tahun-tahun berikutnya. Kendala lain adalah piutang PNBP sebesar Rp73,45 miliar dari Pemanfaatan Kawasan Hutan (PKH) yang belum tertagih.
"Tidak adanya mekanisme bagi hasil PNBP PKH untuk daerah juga membatasi pengawasan di lapangan," tambahnya.
Strategi Penguatan Fiskal melalui Kolaborasi
Rakor itu diharapkan menghasilkan solusi konkret untuk menjaga stabilitas pendapatan daerah.
Beberapa poin krusial yang dibahas antara lain optimalisasi DBH pertambangan, yang bersumber dari Iuran Tetap (30 persen) dan Iuran Produksi (16 persen) berdasarkan UU No. 1/2022.
Kemudian, pengembangan Perhutanan Sosial, dengan 271 unit persetujuan mencakup 701.862 hektare.
Serta terakhir pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Pembangunan, melalui 49 Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas 83.199 hektare.
Gubernur Ria Norsan menutup dengan harapan agar rakor ini memperkuat sinergi antardaerah. "Penurunan Transfer ke Daerah (TKDD) dari sektor kehutanan harus jadi perhatian. Kita butuh kebijakan yang berkelanjutan," tegasnya.
Dengan kolaborasi ini, daerah penghasil SDA berkomitmen menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan penguatan ekonomi lokal. (adpim-rfa/nzr)