- Oleh MC PROV GORONTALO
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 17:12 WIB
: Kepala Bapppeda Provinsi Gorontalo Wahyudin A Katili (kanan) yang hadir didampingi Kepala Bidang Riset dan Inovasi Tity Iriani Datau pada seminar proposal penelitian pariwisata. (foto RAA)
Oleh MC PROV GORONTALO, Senin, 25 Agustus 2025 | 21:43 WIB - Redaktur: Eko Budiono - 178
Kota Gorontalo, InfoPublik - Pengembangan pariwisata Provinsi Gorontalo menghadapi sejumlah tantangan kompleks, baik di tingkat lokal maupun regional, yang memerlukan pendekatan strategis dan terencana.
Hal itu mengemuka dalam seminar proposal riset yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan, Penelitian dan Pembangunan Daerah (Bapppeda) Provinsi Gorontalo, Senin (25/8/2025).
Tim peneliti Bapppeda yang diketuai oleh M. Fakhri Jamaluddin, seorang ahli perencanaan wilayah, memaparkan empat isu lokal utama.
Isu pertama adalah fragmentasi pemanfaatan ruang, dimana banyak destinasi wisata belum memiliki perencanaan tata ruang yang jelas, sehingga menimbulkan tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan wisata, permukiman, dan perikanan. Kedua, keterbatasan amenitas dan aksesibilitas akibat minimnya fasilitas pendukung, yang menghambat peningkatan lama tinggal dan belanja wisatawan.
“Yang ketiga, ada ancaman degradasi lingkungan seperti permasalahan sampah, alih fungsi lahan sempadan, dan kerusakan ekosistem,” tegas Fakhri yang akrab disapa Abyan.
Ia menambahkan isu keempat, yaitu ketimpangan distribusi pariwisata yang masih terkonsentrasi di beberapa titik tertentu, sementara potensi di destinasi lain belum tergarap optimal.
Tidak hanya isu lokal, pengembangan pariwisata Gorontalo juga harus bersaing dalam kancah yang lebih luas, yakni kawasan Wallacea.
Kawasan bio-geografi yang mencakup Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara ini merupakan zona transisi unik antara Asia dan Australia yang kaya akan biodiversitas dan kombinasi alam-budaya.
Abyan menyebut tiga isu regional dalam kawasan Wallacea ini. Pertama adalah persaingan ketat dengan destinasi unggulan tetangga seperti Bunaken di Sulawesi Utara dan Kepulauan Togean di Sulawesi Tengah.
“Kedua, konektivitas antar daerah yang masih terbatas, baik darat, laut, maupun udara, tidak sesuai dengan tuntutan tren pariwisata yang menginginkan aksesibilitas cepat dan nyaman,” tegasnya.
Ketiga, adalah berakhirnya Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional (Ripparnas) yang menuntut kesiapan Gorontalo untuk meningkatkan nilai tawarnya dan mendapatkan dukungan kebijakan nasional di periode berikutnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, riset yang dilakukan Abyan bersama peneliti Mahyudi Humalanggi akan menggunakan pendekatan spasial sebagai strategi pengembangan pariwisata.Abyan juga mengidentifikasi empat megatren global yang perlu diantisipasi, seperti wellness tourism, eco-tourism, sport tourism, serta pentingnya kualitas layanan dan informasi.
Sebelumnya, Kepala Bapppeda Provinsi Gorontalo, Wahyudin A. Katili, menyambut baik riset itu dan menekankan bahwa hasilnya harus dapat diimplementasikan.
"Daerah harus tumbuh dengan entitas sendiri. Kebijakan kepariwisataan harus melibatkan parapihak, termasuk akademisi, masyarakat dan komunitas,” ujar Wahyudin.
Ia juga mengingatkan agar hasil kajian dipublikasikan kepada masyarakat luas, sejalan dengan instruksi Gubernur dan Wakil Gubernur Gorontalo bahwa setiap penelitian harus bisa diterapkan untuk kepentingan dan pelayanan masyarakat.(mcgorontaloprov)