- Oleh Putri
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 13:36 WIB
: Kemenko PMK bersama Plan Indonesia menyelenggarakan kegiatan dialog kebijakan serta diseminasi laporan bertajuk
Jakarta, InfoPublik - Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum (Lisa) menyampaikan, kebijakan pencegahan perkawinan anak saat ini sudah cukup memadai.
Namun, menurutnya kebijakan yang ada harus lebih diperkuat dari segi strategi implementasinya. Hal tersebut disampaikan Lisa itu dalam kegiatan dialog kebijakan serta diseminasi laporan bertajuk "Evaluasi atas Implementasi Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) dan Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin", yang diselenggarakan Kemenko PMK bersama Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), pada Selasa (4/12/2024).
Melalui keterangan resminya Rabu (5/2/2025), ia menyampaikan dispensasi perkawinan semakin ketat diberikan dengan adanya PerMA No. 5/2019. Namun, timbul tantangan lain seperti perkawinan tidak tercatat meningkat.
Kemudian kesenjangan antara kebijakan pusat dan daerah, mekanisme koordinasi antara pengadilan agama dengan pihak eksternal, seperti dinas terkait, sekolah, atau lembaga yang berfokus pada perlindungan anak, sering kali tidak berjalan dengan baik, hingga adanya hambatan budaya.
"Kedepan kita perlu membangun sistem monitoring evaluasi yang kuat untuk mengukur efektivitas pelaksanaan kebijakan dan prioritas perlu diarahkan untuk melakukan pendataan yang akurat bagi anak-anak yang sudah terlanjur menikah tetapi tidak tercatat, sehingga dapat meningkatkan akurasi dalam intervensi layanan," ujar Lisa.
Selanjutnya, penting untuk menyinergikan dan mengintegrasikan data dari berbagai pemangku kepentingan dan memastikan bagaimana sinergi dengan pendataan dari berbagai isu-isu strategis lainnya,
"Seperti angka kematian ibu (AKI), Stunting, tingkat kemiskinan daerah. Dengan demikian, penyelesaian isu perkawinan anak dapat dikakukan secara lebih komprehensif," kata Lisa.
Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti menambahkan bahwa Stranas PPA dan PerMA 5/2019 telah memberikan kerangka hukum yang kuat, namun tantangan implementasi tetap ada.
“Kami mendorong revisi kebijakan untuk mempersempit celah dispensasi kawin, meningkatkan efektivitas program edukasi, memperluas akses informasi dan layanan kesehatan reproduksi bagi kaum muda, serta memperkuat koordinasi antarlembaga,” jelasnya.
Kegiatan evaluasi kebijakan ini dilakukan di lima wilayah, yaitu Sukabumi (Jawa Barat), Lombok Barat dan Lombok Utara (Nusa Tenggara Barat), serta Lembata dan Nagekeo (Nusa Tenggara Timur).
Program ini juga melibatkan peserta dari kelompok muda yang tergabung dalam program inisiatif pencegahan perkawinan anak seperti Gema Cita, Bloom, Let’s Talk, dan Yes I Do.