- Oleh MC PROV KALIMANTAN BARAT
- Selasa, 27 Mei 2025 | 21:37 WIB
: Suasana proyek pembangunan Jalan Tol Harbour Road II Ancol Timur-Pluit di Ancol, Jakarta, Selasa (29/7/2025). Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan realisasi investasi pada triwulan II tahun 2025 mencapai Rp477,7 triliun atau meningkat 11,5 persen dari periode sama pada tahun sebelumnya yakni sebesar Rp428,4 triliun. ANTARA FOTO/Fauzan/YU
Oleh Ismadi Amrin, Sabtu, 9 Agustus 2025 | 10:37 WIB - Redaktur: Untung S - 839
Jakarta, InfoPublik - International Monetary Fund (IMF), memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 kembali meningkat, menjadi 4,8 persen pada publikasi terbaru Juli 2025. Sebelumnya, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,7 persen pada 2025. Terdapat kenaikan tipis 0,1 poin persen.
Revisi IMF itu juga sejalan dengan kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, yang pada 2025 menjadi 3 persen, naik 0,2 poin persen, dan pada 2026 mencapai 3,1 persen, naik 0,1 poin persen dibanding proyeksi April 2025.
Menurut IMF, kenaikan itu didorong oleh permintaan yang lebih tinggi dibanding perkiraan sebelumnya, salah satunya akibat antisipasi terhadap tarif yang lebih tinggi, rerata tarif Trump yang turun dibandingkan pengumuman April 2025, perbaikan kondisi finansial, pelemahan dolar AS, hingga ekspansi fiskal di sejumlah yurisdiksi utama.
Sejauh ini, tarif resiprokal untuk Indonesia turun menjadi 19 persen, setelah sebelumnya diumumkan sebesar 32 persen pada April 2025. Penurunan itu merupakan hasil negosiasi antara kedua kepala negara dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, seperti bebas tarif untuk produk ekspor dari AS, Indonesia bakal membeli produk energi AS senilai US$15 miliar dan produk pertanian senilai US$4,5 miliar, ditambah 50 unit pesawat Boeing, mayoritas seri 777.
IMF menilai, ketegangan geopolitik yang saat ini terjadi dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi, mengganggu rantai pasok global, dan membuat harga komoditas naik. Meski begitu, proyeksi pertumbuhan ekonomi global saat ini disinyalir dapat meningkat asalkan terdapat kebijakan yang mampu menciptakan kepercayaan, prediktabilitas, dan keberlanjutan dalam meredam ketegangan dan menjaga stabilitas harga.
Tumbuh Positif
Badan Pusat Statitik (BPS) mengumumkan bahwa perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2025 mencapai Rp5.947,0 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp3.396,3 triliun.
Ekonomi Indonesia triwulan II-2025 terhadap triwulan I-2025 mengalami pertumbuhan sebesar 4,04 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 13,53 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,05 persen.
Ekonomi Indonesia triwulan II-2025 terhadap triwulan II-2024 mengalami pertumbuhan sebesar 5,12 persen (years on years/y-on-y). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Jasa Lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 11,31 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,67 persen.
Ekonomi Indonesia semester I-2025 terhadap semester I-2024 mengalami pertumbuhan sebesar 4,99 persen (consumers to consumers/c-to-c). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Jasa Lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,59 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 8,57 persen.
Pada triwulan II-2025, provinsi-provinsi di Pulau Jawa masih menjadi motor utama perekonomian Indonesia secara spasial, dengan kontribusi sebesar 56,94 persen terhadap PDB nasional dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,24 persen (y-on-y).
Pemerintah terus berkomitmen untuk menjaga ketahanan dan momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah meningkatnya tantangan berupa ketidakpastian global.
Fondasi perekonomian Indonesia terbukti kokoh dengan kinerja solid melalui capaian pertumbuhan sebesar 5,12 persen (yoy) pada Triwulan II tahun 2025 dan mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 4,87 persen (yoy).
“Alhamdulillah kita kembali ke jalur 5 persen, jadi 5,12 persen. Indonesia hanya di bawah China yang 5,2 persen. Beberapa negara di bawah kita mulai Malaysia, Singapura, kemudian berbagai negara lain, termasuk Amerika yang 2 persen, kemudian Korea juga relatif rendah, sehingga di antara negara G20 dan ASEAN, kita salah satu yang tertinggi,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers terkait Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II tahun 2025 di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Kemudian, Menko Airlangga juga memaparkan pertumbuhan Triwulan II tahun 2025 didukung oleh kinerja positif di seluruh lapangan usaha. Tiga sektor utama dengan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yakni sektor Industri Pengolahan dengan share 18,67 persen dan pertumbuhan 5,68 persen, disusul oleh sektor Pertanian dengan share 13,83 persen dan tumbuh 1,65 persen, serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang berkontribusi 13,02 persen dan mencatatkan pertumbuhan 5,37 persen. Peningkatan tersebut sejalan dengan meningkatnya aktivitas produksi untuk memenuhi permintaan domestik maupun ekspor.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi didorong oleh komponen Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Konsumsi Rumah Tangga yang memiliki share 54,25 persen mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,97 persen dan sekaligus mencerminkan daya beli masyarakat yang tetap terjaga.
Sementara itu, PMTB yang mencerminkan aktivitas investasi, mencatat pertumbuhan 6,99 persen dengan share 27,83 persen. Pertumbuhan PMTB sendiri didorong oleh peningkatan permintaan barang modal untuk mendukung ekspansi produksi.
“Dari sisi sektor eksternal Indonesia, relatif Indonesia masih menjaga ketahanan, di mana kalau kita lihat cadangan devisa masih USD152,6 miliar. Kemudian, neraca pembayaran juga masih relatif baik, selama 62 bulan terjaga surplus. Dan rasio utang kita juga masih relatif terjaga di 30 persen,” imbuh Menko Airlangga.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menunjukkan inklusivitas yang semakin kuat. Wilayah Jawa mencatat pertumbuhan sebesar 5,24 persen, sementara Sulawesi bahkan mencatat angka lebih tinggi, yakni 5,83 persen. Pertumbuhan ekonomi di wilayah timur Indonesia terutama digerakkan oleh sektor pengolahan sumber daya alam.
Selain itu, periode Triwulan II-2025 juga ditandai oleh berbagai indikator yang mencerminkan peningkatan aktivitas ekonomi domestik. Konsumsi masyarakat pada periode ini menunjukkan peningkatan, tercermin dari penjualan eceran yang naik 1,19 persen (yoy) dan transaksi elektronik yang tumbuh 6,26 persen (yoy).
Melalui upaya Pemerintah untuk mendorong mobilitas masyarakat dan pariwisata, terutama saat libur nasional, jumlah perjalanan wisata domestik meningkat signifikan hingga 22,32 persen. Lebih jauh, Pemerintah juga akan kembali melanjutkan kebijakan stimulus di sektor transportasi di masa liburan Natal dan Tahun Baru tahun ini.
Dari sisi investasi, kepercayaan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi nasional tetap terjaga. Hal ini tercermin dari realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang mencapai Rp477,7 triliun atau tumbuh 11,51 persen (yoy). Selain itu, belanja modal Pemerintah juga menunjukkan peningkatan sebesar 30,37 persen (yoy).
Bank Indonesia menegaskan bahwa capai pertumbuhan ekonomi tersebut masih dalam prakiraan. "Ke depan, pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tahun 2025 diprakirakan berada dalam kisaran 4,6–5,4 persen," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso.
Stimulus Perekonomian
Stimulus perekonomian merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mendorong aktivitas ekonomi, biasanya melalui injeksi dana, insentif pajak, subsidi, atau peningkatan belanja negara. Tujuan utamanya adalah mempercepat perputaran uang, meningkatkan daya beli masyarakat, dan memacu investasi, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks makroekonomi, stimulus ibarat "vitamin" yang diberikan kepada perekonomian saat lesu atau tertekan oleh faktor eksternal, seperti krisis global, pandemi, atau gejolak harga komoditas.
Saat daya beli menurun, konsumsi rumah tangga yang menjadi komponen terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) tentunya ikut melemah. Di sinilah stimulus memainkan peran vital untuk memulihkan kepercayaan dan mendorong permintaan.
Pemerintah Indonesia terus menggulirkan langkah-langkah stimulus ekonomi untuk menjaga momentum pertumbuhan di tengah ketidakpastian global dan melemahnya konsumsi domestik.
Dalam upaya menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah melalui APBN maupun non APBN mengalokasikan anggaran untuk menyalurkan lima paket stimulus pada Juni-Juli 2025 lalu.
Lima paket stimulus tersebut adalah, Pertama, Diskon Transportasi Rp0,94 T berupa: Diskon Tiket Kereta (30 persen); Diskon Tiket Pesawat (PPN DTP 6 persen); Diskon Tiket Angkutan Laut (50 persen); Selama libur sekolah (Juni-Juli 2025).
Kedua, Diskon Tarif Tol Rp0,65 T (Non APBN) sebesar 20 persen dengan target Penerima 110 juta pengendara, berlaku selama libur sekolah (Juni-Juli 2025).
Ketiga, Penebalan Bantuan Sosial RP11,93 T berupa: Tambahan Kartu Sembako (Rp200 ribu/bulan); Bantuan Pangan (10kg beras/bulan). Masing-masing kepada 18,3 juta Keluarga Penerima MAnfaat (KPM) untuk bulan Juni-Juli 2025, disalurkan satu kali di bulan Juni 2025.
Keempat, Bantuan Subsidi Upah (BSU) RP10,72 T sebesar Rp300.000 kepada: 17,3 juta pekerja/buruh (gaji ≤ Rp3,5 juta atau UMP/Kab/Kota); 288 ribu Guru Kemendikdasmen; 277 ribu Guru Kemenag. BSU ini diberlakukan selama Juni-Juli 2025, disalurkan pada bulan Juni 2025.
Kelima, Perpanjangan Diskon Iuran JKK Rp0,2 T (Non APBN) sebesar 50 persen selama 6 bulan bagi Pekerja Sektor Padat Karya.
Dengan dukungan dari seluruh pihak, paket kebijakan ini telah mampu menggerakkan sektor riil, memperkuat ketahanan ekonomi nasional, serta memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2025 tercatat cukup tinggi seiring dengan sejumlah stimulus yang diberikan pemerintah.
Stimulus yang dimaksud antara lain adalah pencairan gaji ke-13 untuk PNS dan para pensiunan serta pencairan subsidi upah.
"Pada kuartal II-2025 dilakukan pencairan gaji ke-13 yang nilainya cukup signifikan, lebih dari Rp37 triliun. Pemerintah juga memberikan bantuan subsidi upah yang langsung masuk ke dalam account masing-masing pekerja formal. Tentu ini langsung menciptakan multiplier melalui konsumsi rumah tangga," kata Menkeu.
Menurut Menkeu, stimulus-stimulus yang diberikan dari APBN tersebut memberikan bantalan yang lebih baik, terutama untuk kelompok masyarakat menengah bawah.
"APBN juga memberikan kontribusi yang sangat signifikan untuk menjaga daya beli melalui insentif diskon transportasi seperti tarif jalan tol, tiket pesawat, dan lainnya," jelas Menkeu.
Pengalaman dari berbagai negara, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa stimulus yang terarah pada sektor strategis dan kelompok rentan mampu memberikan efek multiplikasi yang besar terhadap perekonomian. Misalnya, stimulus yang diberikan pada infrastruktur tidak hanya mendorong pertumbuhan jangka pendek melalui penciptaan lapangan kerja, tetapi juga memperkuat daya saing ekonomi dalam jangka panjang.
Ke depan, stimulus perekonomian tetap akan menjadi instrumen penting bagi pemerintah untuk merespons perubahan siklus ekonomi. Namun, kuncinya adalah menjaga keseimbangan antara dukungan terhadap pertumbuhan dan keberlanjutan fiskal, agar perekonomian tidak hanya pulih, tetapi juga tumbuh secara sehat dan inklusif.
Optimalkan Pertumbuhan
Menkeu optimistis momentum pertumbuhan akan terjaga di semester II 2025, seiring percepatan belanja pemerintah, penyaluran berbagai stimulus, program makan bergizi gratis, pembangunan sekolah rakyat, penyediaan hunian layak, serta stabilisasi harga pangan.
“World Economic Outlook IMF untuk 2025 direvisi ke atas dari 2,8 persen menjadi 3 persen. Dengan perbaikan outlook dari perekonomian kita di kuartal III dan IV sambil terus menjaga momentum kuartal II yang sangat baik, ini diharapkan akan bisa memberikan optimisme dari perekonomian Indonesia di dalam menghadapi kondisi yang memang masih cukup menantang secara global,” kata Menkeu.
Peranan APBN akan terus diandalkan dalam melakukan fungsi countercyclical, terutama mengantisipasi pelemahan ekonomi yang muncul akibat situasi dunia yang bergejolak. APBN juga senantiasa berperan penting dalam menjaga stabilitas dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Target Pemerintah untuk mendorong perekonomian nasional tumbuh di atas level 5-6 persen harus diiringi dengan penerapan strategi yang tepat agar bisa mengakselerasi sumber-sumber penopang pertumbuhan.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa saat tampil sebagai keynote speech dalam acara LPS Financial Festival di Surabaya, Kamis (7/8/2025) mengatakan sumber penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan itu masih dari faktor permintaan domestik (domestic demand) yaitu konsumsi, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Selebihnya, dari ekspor.
Jika melihat data per Juni 2025, konsumsi termasuk konsumsi rumah tangga dan belanja Pemerintah berkontribusi 62,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kemudian PMTB 27,83 persen. Dengan demikian, domestik demand sekitar 80-90 persen, sedangkan selebihnya adalah ekspor.
"Kekuatan ekonomi Indonesia berasal dari besarnya domestik demand, sebab itu dua mesin yang menggerakkan potensi domestik itu harus dioptimalkan,” kata Purbaya.
Menurut Purbaya, dalam dua dekade terakhir, perekonomian nasional tumbuh berkisar 5-6 persen. Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ketika harga komoditas booming, pertumbuhan ekonomi berada di level 6 persen.
Saat itu, sektor swasta atau private sector lebih dominan perannya sebagai engine penggerak ekonomi. Hal itu yang menyebabkan utang Pemerintah saat itu cenderung turun.
Sementara di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) di mana harga komoditas yang tinggi sudah berakhir ditambah masa pandemi COVID-19 selama beberapa tahun, mesin perekonomian lebih dominan digerakkan oleh Pemerintah termasuk untuk membangun infrastruktur.
“Dalam dua puluh tahun terakhir ini, kita menyadari bahwa mesin ekonomi kita selalu timpang, satu mati, satu jalan, ke depan kita harus jalankan dua-duanya agar ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi,” kata Purbaya.
Kendati banyak tantangan dari eksternal seperti faktor geopolitik yang menyebabkan ketidakpastian serta kebijakan ekonomi global lainnya, perekonomian Indonesia tetap punya potensi untuk tumbuh lebih tinggi jika dua mesin penggerak perekonomian berfungsi secara seimbang.
“Sekarang kan ada program-program dari Pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih, ini kan untuk menjaga stabilitas dan memang harus ada, tetapi jangan melupakan private sector,” kata Purbaya.
Hal itu bisa dilakukan dengan mendorong perbankan untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi yang digerakkan oleh dunia usaha. Kondisi tersebut bisa berjalan dengan baik, jika tercipta optimisme.
“Kalau pun ada gonjang-ganjing kan kekuatan domestik kita 80 persen, hanya 20 persen dari ekspor, tinggal bagaimana kita pintar semua mesin perekonomian di domestik,” kata Purbaya.
Berkaitan dengan upaya memperkuat ekonomi domestik itu, Walikota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mempunyai resep dalam merakit ketahanan ekonomi.
“Kami berupaya menggerakkan sekitar 2,8 juta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang mempunyai omset sekitar 188 miliar rupiah,” kata Eri.
Pemkot Surabaya, kata Eri, menyulap aset-aset yang menganggur menjadi tempat usaha warga miskin seperti digunakan sebagai kafe, laundry dan cucian motor.
"Jadi aset-aset menganggur bukan hanya untuk pengusaha besar, tetapi juga ke pelaku UMKM,” katanya.
Dengan optimalisasi aset tersebut diharapkan semakin banyak yang berani membuka usaha, sehingga menggerakkan ekonomi lokal yang otomatis menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting yang mencerminkan kesehatan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan yang positif berarti aktivitas produksi, konsumsi, dan investasi terus meningkat, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat daya beli masyarakat.
Menjaga pertumbuhan ekonomi yang positif memerlukan strategi yang komprehensif, berkelanjutan, dan adaptif terhadap perubahan. Sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kunci untuk memastikan perekonomian terus bergerak maju, sekaligus tangguh menghadapi tantangan.