Ekonom: Transfer Data AS-Indonesia Masuk Kategori Aman

: Warga melakukan transaksi menggunakan Electronic Data Capture (EDC) di Pasar Santa, Jakarta, Selasa (22/7/2025). Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menargetkan 20 pasar sebagai percontohan pasar digital mengingat sebanyak 6,2 juta penduduk di Jakarta telah menggunakan transaksi digital melalui QRIS maupun Electronic Data Capture (EDC). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/foc.


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Minggu, 27 Juli 2025 | 12:19 WIB - Redaktur: Untung S - 565


Jakarta, InfoPublik  – Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai bahwa kesepakatan transfer data antara Amerika Serikat dan Indonesia bisa mendukung perdagangan digital yang pada dasarnya bisa dikategorikan aman, namun perlu dicermati dari berbagai sisi agar implementasinya tidak menyisakan celah risiko.

“Untuk itu pentingnya pemenuhan tiga elemen utama: standar internasional, kepatuhan regulasi nasional, dan pengawasan yang efektif,” papar Josua, dalam keterangannya ke InfoPublik, Minggu (27/7/2025).

Elemen yang pertama adalah Standar Internasional Jadi Pilar Teknis. Kesepakatan itu membuka jalan bagi standarisasi protokol transfer data, merujuk pada acuan global seperti GDPR (Uni Eropa) dan Cross-Border Privacy Rules (CBPR) yang diterapkan di AS dan kawasan Asia Pasifik. Bila kedua negara sepakat menggunakan standar itu, risiko kebocoran data dapat ditekan melalui mekanisme perlindungan dan akuntabilitas yang lebih baik.

Elemen yang kedua ada Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang jadi landasan hukum domestik. Pada tingkat nasional, Indonesia sudah memiliki UU PDP yang baru disahkan. UU itu mengatur secara ketat pemrosesan data pribadi, termasuk persetujuan pengguna, keamanan data, serta transparansi. Kepatuhan terhadap UU PDP memberikan jaminan tambahan terhadap keamanan data dalam konteks kerja sama lintas negara.

Elemen yang terakhir adalah Tantangan Terbesar: Penegakan dan Transparansi. Meski aturan sudah kuat, Josua menyoroti tantangan nyata di lapangan: efektivitas pengawasan dan penegakan hukum. Banyak potensi celah muncul dari lemahnya kontrol atau praktik bisnis yang tidak transparan. Selain itu, isu kedaulatan data menjadi sorotan, seiring kekhawatiran publik bahwa data Indonesia dapat disalahgunakan oleh pihak asing untuk kepentingan ekonomi atau intelijen.

Josua juga merekomendasikan agar pemerintah Indonesia memastikan adanya klausul perjanjian yang mengatur secara tegas batas penggunaan data, pelaksanaan audit keamanan rutin, serta penerapan sanksi tegas bila terjadi pelanggaran. “Ketiga elemen tersebut dinilai sebagai syarat utama untuk menjamin transfer data yang aman dan berkelanjutan,” ucapnya.

Kesepakatan transfer data antara AS dan Indonesia memiliki potensi besar untuk mendukung perdagangan digital, namun tidak bisa hanya bergantung pada perjanjian di atas kertas. Kepatuhan penuh, perlindungan hukum, dan pengawasan konsisten akan menjadi penentu utama keberhasilan kerja sama itu.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Selasa, 29 Juli 2025 | 10:57 WIB
Wamenkomdigi: Transfer Data WNI Harus Sesuai dengan UU PDP
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Selasa, 29 Juli 2025 | 10:53 WIB
Wamenkomdigi Minta Masyarakat Tak Salah Paham Isu Transfer Data ke AS
  • Oleh Tri Antoro
  • Sabtu, 26 Juli 2025 | 19:45 WIB
Perlindungan Data Pribadi, Komitmen Nyata Negara untuk Rakyat
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Sabtu, 26 Juli 2025 | 18:55 WIB
Masyarakat Diajak Tetap Yakin Pemerintah Lindungi Data Pribadi
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Sabtu, 26 Juli 2025 | 16:49 WIB
Mensesneg: Tak Ada Penyerahan Data Pribadi WNI ke AS
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Sabtu, 26 Juli 2025 | 16:45 WIB
Pengamat: Transfer Data ke AS Jaga Kedaulatan dan Hak Digital WNI lewat UU PDP
-->