- Oleh Wahyu Sudoyo
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 18:44 WIB
: Ilustrasi hujan. ANTARA/Joko Susilo
Oleh Eko Budiono, Rabu, 22 Januari 2025 | 16:21 WIB - Redaktur: Untung S - 246
Jakarta, InfoPublik - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan hujan dengan intensitas tinggi memicu tanah longsor di Desa Ubung Kaja, Kota Denpasar, Bali, yang menewaskan lima orang pada Senin (20/1/2025).
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid melalui keterangan resmi, Rabu (22/1/2025).
“Gerakan tanah dipicu hujan deras dengan intensitas tinggi dan durasi cukup lama,” kata Wafid.
Berdasarkan analisis terkait kerentanan gerakan tanah, di lokasi bencana tersebut termasuk zona yang rendah berpotensi terjadi gerakan tanah.
Ada pun zona yang rendah terjadi gerakan tanah adalah wilayah yang mempunyai proporsi kejadian gerakan tanah kurang dari 5-10 persen dari total populasi yang ada.
Wafid menegaskan, zona yang minim gerakan tanah itu, longsor masih dapat terjadi terutama pada wilayah yang berbatasan dengan lembah sungai, lereng curam, tebing pemotongan jalan, dan pada lereng yang mengalami gangguan.
“Gerakan tanah lama dan baru dapat terjadi atau aktif kembali jika dipicu curah hujan tinggi dan atau gempa bumi,” katanya.
Gerakan tanah, lanjut dia, dapat terjadi dari lereng landai sekitar 3-9 derajat sampai lereng curam kurang dari 36 derajat dan tergantung kondisi geologi daerah setempat.
Berdasarkan peta geologi lembar Bali, batuan penyusun di lokasi bencana tersebut termasuk dalam satuan batuan gunung api kelompok Buyan-Bratan dan Batur (Qpbb) yang terdiri dari tuf dan lahar.
Di lokasi bencana, kata dia, tidak terdapat struktur geologi berupa sesar, lipatan maupun kelurusan di sekitar lokasi gerakan tanah serta daerah itu berada pada elevasi antara 45-50 meter di atas permukaan laut.
Sementara itu, secara umum di Desa Ubung Kaja merupakan daerah dataran dan daerah setempat memiliki kemiringan lereng curam di sekitar lembah sungai.
Selain karena hujan deras intensitas tinggi yang turun sebelum terjadinya bencana, gerakan tanah juga terjadi akibat kemiringan lereng yang curam, sifat tanah pelapukan vulkanik yang sarang dan mudah luruh serta pembangunan tembok penahan yang tidak sesuai kaidah teknis.