- Oleh Wandi
- Minggu, 31 Agustus 2025 | 00:15 WIB
:
Oleh MC KOTA PADANG, Kamis, 27 Februari 2025 | 15:26 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 245
Padang, InfoPublik – Sidang isbat (penetapan) memiliki peran penting dalam menentukan 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah di Indonesia. Proses ini telah dilakukan oleh pemerintah sejak 1950-an dan menjadi acuan nasional bagi umat Islam di Tanah Air.
Koordinator Badan Hisab Rukyat Provinsi Sumatra Barat, Asasriwarni, menjelaskan bahwa sidang isbat juga didasarkan pada Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
"Fatwa tersebut menegaskan bahwa penetapan awal bulan hijriyah dilakukan berdasarkan metode rukyat dan hisab, yang diputuskan oleh Menteri Agama RI dan berlaku secara nasional," ujar Asasriwarni, Rabu (26/2/2025).
Lebih lanjut, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang itu menegaskan bahwa sidang isbat sangat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama maupun negara sekuler. Oleh karena itu, urusan penetapan awal bulan hijriyah tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada individu atau kelompok tertentu.
Menurutnya, banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Indonesia yang memiliki metode dan standar berbeda dalam penetapan kalender hijriyah.
"Perbedaan ini bisa terjadi karena perbedaan mazhab dan metode yang digunakan. Sidang isbat menjadi forum bersama, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan agar ada kesepakatan nasional," jelasnya.
Sidang isbat juga dilakukan di negara-negara Arab setelah laporan rukyat diterima dari lembaga resmi pemerintah atau individu yang telah terverifikasi. Namun, Asasriwarni menyoroti perbedaan mekanisme yang diterapkan di Indonesia.
"Di negara-negara Arab, laporan rukyat langsung diverifikasi oleh Majelis Hakim Tinggi, sementara di Indonesia kita menggunakan mekanisme musyawarah yang dihadiri oleh berbagai ormas Islam," terangnya.
Menurutnya, inilah nilai lebih sidang isbat di Indonesia, karena mencerminkan prinsip demokrasi dalam pengambilan keputusan.
"Nilai demokrasi sangat tampak dalam sidang isbat, karena keputusan diambil melalui musyawarah dengan kehadiran berbagai organisasi Islam," tambahnya.
Asasriwarni juga mengingatkan bahwa jika nantinya terjadi perbedaan penetapan awal Ramadan, hal tersebut tidak boleh menjadi sumber perpecahan.
"Islam mengajarkan bahwa perbedaan adalah rahmat, bukan pemicu perpecahan. Oleh karena itu, setiap perbedaan dalam penentuan awal Ramadan harus disikapi dengan bijak," pungkasnya.
Sidang isbat di Indonesia tetap menjadi forum penting dalam menjaga kesatuan umat Islam, sekaligus memastikan keputusan yang diambil memiliki dasar yang kuat dan dapat diterima oleh masyarakat luas.
(MC Padang/Wal)