- Oleh MC KAB BENGKALIS
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 14:45 WIB
:
Oleh MC PROV RIAU, Kamis, 3 Juli 2025 | 09:03 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 533
Pekanbaru, InfoPublik — Festival Pacu Jalur, agenda pariwisata Kharisma Event Nusantara (KEN) yang digelar setiap Agustus di Tepian Narosa, Taluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, kini menjadi fenomena global. Tradisi mendayung perahu panjang ini viral di media sosial, terutama platform video pendek TikTok, memicu tren "Aura Farming" yang menarik perhatian warganet dari berbagai negara.
Tren Aura Farming, yang menurut situs Know Your Meme mulai viral sejak September 2024, merujuk pada tindakan seseorang yang dinilai mampu menciptakan “aura moment” sehingga tampak seperti tokoh utama.
Dalam konteks Pacu Jalur, tren ini menampilkan bocah-bocah pendayung dengan gerakan khas memutar tangan dan mengayun untuk menjaga keseimbangan di atas perahu yang melaju cepat, diiringi lagu "Young Black & Rich" karya Melly Mike. Gerakan ikonik ini memancarkan aura percaya diri yang memikat netizen global, memicu banyak video meme meniru gaya "cool" ala pendayung jalur.
Kepopuleran Pacu Jalur melalui tren Aura Farming menjadi contoh bagaimana warisan budaya Indonesia dapat mendunia lewat kreativitas generasi muda. Selain memperkenalkan tradisi lokal ke audiens global, fenomena ini turut menumbuhkan rasa bangga masyarakat terhadap kearifan budaya daerah.
Dengan viralnya Pacu Jalur, masyarakat diharapkan semakin sadar akan pentingnya menjaga, merawat, dan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia agar tetap lestari dan diakui hingga ke tingkat internasional. Bahkan, pada tahun 2022, ilustrasi Pacu Jalur karya seniman Wastana Haikal pernah terpilih sebagai Google Doodle untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus.
Secara etimologi, "pacu" berarti perlombaan, sedangkan "jalur" merujuk pada perahu atau sampan. Pacu Jalur secara sederhana dapat diartikan sebagai "perlombaan mendayung perahu". Atraksi ini dimulai dengan letupan meriam karbit sebanyak tiga kali sebagai aba-aba, mengingat luasnya arena dan riuhnya ribuan penonton.
Setiap jalur yang berlomba diawaki oleh beberapa peran penting: tukang concang (pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru mudi), tukang tari, dan tukang onjai. Setelah aba-aba, mereka berlomba menerobos arus Sungai Kuantan menuju garis finis.
Setiap jalur biasanya dibuat sepanjang sekitar 40 meter dan membutuhkan biaya hingga Rp100 juta per unit, yang didanai secara swadaya oleh masyarakat Kuansing. Semangat gotong royong ini terlihat dari perahu yang didayung oleh 50–60 orang, tergantung panjangnya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Haji Roni Rakhmat, menjelaskan, menurut tradisi lisan masyarakat setempat, Pacu Jalur awalnya merupakan sarana transportasi menyusuri Sungai Batang Kuantan, dari Hulu Kuantan hingga Cerenti.
"Karena transportasi darat belum berkembang pada masa itu, jalur digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti buah-buahan dan tebu, serta membawa sekitar 40–60 orang per perahu," ujar Haji Roni, melalui keterangan pers yang diterima Rabu (2/7/2025).
Pada perkembangannya, perahu ini dihias dengan ornamen lokal, seperti lukisan kepala ular, buaya, atau harimau. Pemerintah telah menetapkan Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Nasional Takbenda Indonesia dan memasukkannya ke agenda pariwisata nasional KEN Kemenparekraf.
"Sebagai upaya melestarikan warisan budaya, pemerintah mendukung penyelenggaraan Festival Pacu Jalur setiap tahun dan mempromosikannya baik di tingkat nasional maupun internasional," ungkap Haji Roni.
Terkait viralnya Pacu Jalur, Haji Roni mengaku sangat senang tradisi ini dikenal luas hingga mancanegara berkat popularitas di TikTok.
"Ini membuktikan bahwa kearifan lokal kita memiliki daya tarik universal dan mampu bersaing di panggung global. Fenomena ini juga menjadi momentum emas untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Riau, sekaligus menumbuhkan kebanggaan masyarakat terhadap budayanya," tutur Haji Roni.
Secara sejarah, Pacu Jalur digelar pada masa penjajahan Belanda sejak 1890 untuk memeriahkan perayaan adat, termasuk memperingati hari lahir Ratu Wilhelmina (31 Agustus). Setelah kemerdekaan, festival ini berkembang untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan hari besar keagamaan.
Pacu Jalur adalah tradisi yang sarat nilai sejarah, memadukan unsur olahraga, seni, dan olah batin. Masyarakat percaya, olah batin pawang atau dukun perahu sangat memengaruhi kemenangan, mulai dari pemilihan kayu, pembuatan perahu, penarikan, hingga perlombaan.
Pada tahun 2024, Pacu Jalur dihelat pada 21–25 Agustus dengan 225 peserta jalur. Pemerintah Provinsi Riau mendukung acara ini dengan bantuan Rp575 juta yang dialokasikan untuk hadiah juara.
Juara 1 memperoleh Rp70 juta, Juara 2 Rp60 juta, Juara 3 Rp50 juta, Juara 4 Rp40 juta, Juara 5 Rp30 juta, Juara 6 Rp20 juta, serta Juara 7 hingga 15 masing-masing Rp10 juta. Selain itu, terdapat kontribusi jalur Rp1 juta per jalur dengan total Rp215 juta.
(Mediacenter Riau/MC Riau)