- Oleh MC KAB MALUKU TENGGARA
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 23:24 WIB
:
Oleh MC KAB LUMAJANG, Jumat, 11 Juli 2025 | 05:50 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 6K
Lumajang, InfoPublik — Ribuan umat Hindu dari Pulau Jawa dan Bali mulai memadati kawasan Pura Mandara Giri Semeru Agung (MGSA) di Desa Senduro, Kabupaten Lumajang, Kamis (10/7/2025).
Mereka datang untuk mengikuti ritual sakral Puja Wali Krama Satunggil Warsa dan Tawur Manca Kelud. Diiringi gamelan, wangi dupa, dan bunga persembahan, suasana terasa khidmat.
Lelaki dan perempuan mengenakan sarung rapi, udeng, serta selendang, melangkah tertib menuju area suci. Anak-anak turut serta, memperlihatkan bahwa tradisi ini adalah warisan lintas generasi.
Upacara Puja Wali Krama merupakan persembahan besar dalam kepercayaan Hindu untuk memohon keharmonisan alam semesta. Melalui prosesi ini, masyarakat diajak memahami makna pengorbanan, keteraturan, serta dedikasi terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Sementara itu, ritual Tawur Manca Kelud menjadi puncak ritual, sebagai simbol harmoni antara unsur alam dan manusia.
Bupati Lumajang, Indah Amperawati, menyebut keberadaan Pura MGSA sebagai harta spiritual yang memperkaya identitas Lumajang sebagai rumah bersama yang menjunjung tinggi toleransi.
“Pura ini bukan hanya milik umat Hindu, tetapi milik kita semua. Tempat ini mengajarkan tentang damai, ketulusan, dan keseimbangan. Kami akan terus menjaga agar keberagaman di Lumajang menjadi sumber kekuatan, bukan perbedaan yang memecah,” ujar Indah.
Prosesi ini juga membawa dampak sosial dan ekonomi. Kehadiran ribuan peziarah memberi manfaat bagi hotel, warung, hingga pelaku UMKM lokal. Ekonomi tumbuh selaras dengan spiritualitas yang dirawat bersama, bukan dikomersialisasi.
Ketua Kwartir Daerah Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, turut mengapresiasi peran Lumajang dalam menjaga warisan leluhur.
“Pura MGSA adalah simbol pemersatu umat Hindu lintas pulau. Saya melihat sendiri bagaimana masyarakat Lumajang merawat pura ini dengan cinta dan kesetiaan. Ini bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga pusat kebudayaan yang hidup,” ujarnya.
Pura MGSA merupakan pemujaan agung yang terhubung dengan spiritualitas Gunung Semeru, yang diyakini sebagai Mahameru, pusat kosmis dalam ajaran Hindu.
Pura Mandara Giri Semeru Agung menjadi titik temu antara pemerintah dan komunitas Hindu, antara Jawa dan Bali, antara masa lalu dan masa depan yang berakar pada nilai toleransi dan pluralisme.
“Di kaki Semeru, spiritualitas terbukti bukan milik satu agama saja, melainkan milik seluruh umat manusia yang ingin hidup selaras dengan alam, sesama, dan dirinya sendiri,” pungkasnya.
(MC Kab. Lumajang/RAA/An-m)