- Oleh MC KAB LUMAJANG
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 22:45 WIB
:
Oleh MC KAB LUMAJANG, Minggu, 20 Juli 2025 | 14:26 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 3K
Lumajang, InfoPublik – Jalur pendakian Gunung Semeru akan ditutup sementara mulai 17-26 Agustus 2025 mendatang.
Penutupan kali ini bukan karena cuaca ekstrem atau aktivitas vulkanik, melainkan sebagai penghormatan terhadap Hari Raya Karo, sebuah tradisi adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Suku Tengger.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Rudijanta Tjahja Nugraha, menegaskan bahwa penutupan ini merupakan bentuk penghargaan terhadap permohonan resmi dari Pemerintah Desa Ranupani.
“Kami sangat menghargai tradisi dan kepercayaan masyarakat Tengger, dan berharap seluruh pendaki turut menunjukkan rasa hormat serupa,” ujar Rudijanta Tjahja Nugraha dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/7/2025).
Hari Raya Karo merupakan salah satu upacara adat paling penting bagi masyarakat Tengger. Perayaan ini dilaksanakan setiap tahun sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan alam semesta. Bagi masyarakat adat Tengger, Gunung Semeru bukan sekadar lanskap alam, melainkan simbol spiritual yang menjadi poros kehidupan mereka.
Dalam konteks ini, menjaga kesakralan Gunung Semeru saat perayaan Hari Raya Karo adalah bagian dari tradisi turun-temurun yang terus dilestarikan.
Sesuai kebijakan Balai Besar TNBTS, seluruh aktivitas pendakian akan dihentikan mulai 17 Agustus 2025 pukul 16.00 WIB. Pendaki yang telah berada di jalur pendakian diwajibkan turun sebelum waktu tersebut. Jalur akan dibuka kembali pada 27 Agustus 2025.
Budayawan, Yanti Astutik, mengatakan penutupan ini bukan sekadar kebijakan administratif, tetapi juga menjadi momentum edukatif bagi masyarakat luas untuk lebih menghargai kearifan lokal yang hidup berdampingan dengan keindahan alam.
“Indonesia bukan hanya indah karena alamnya, tetapi juga karena nilai-nilai luhur yang mengikat masyarakatnya. Hari Raya Karo mengingatkan kita bahwa menjaga warisan budaya adalah bagian dari menjaga jati diri bangsa,” ujar budayawan lokal, Yanti Astutik.
Penutupan jalur pendakian Gunung Semeru untuk sementara waktu ini menjadi pengingat bahwa pembangunan pariwisata dan pelestarian budaya tidak harus saling meniadakan. Pendaki dapat menjadikan momen ini sebagai refleksi bahwa mencintai alam juga berarti menghormati budaya yang hidup di sekitarnya.
“Gunung Semeru akan tetap menanti untuk ditapaki kembali. Namun, memberi ruang bagi masyarakat adat Tengger menjalankan ritus suci mereka merupakan bentuk pendakian batin yang bermakna,” pungkasnya.
(MC Kab. Lumajang/Ard/An-m)