Langkah Tegas Pemerintah Berantas Mafia Beras

:


Oleh Ismadi Amrin, Senin, 21 Juli 2025 | 12:07 WIB - Redaktur: Untung S - 379


Jakarta, InfoPublik - Pukul 05.00 pagi, dipertengahan Juni 2025, Alia Kurnia Dewi (48), seorang ibu rumah tangga di Kota Depok, memulai rutinitasnya menanak nasi. Aroma wangi beras yang biasa menandai pagi rumahnya kini berubah jadi anyir aneh. Ketika nasi matang, bulir-bulirnya keras dan menggumpal. “Kok nasinya gini sih?,” keluhnya.

Alia baru menyadari bahwa beras bermerek yang ia beli dari supermarket terkenal - di dekat tempat tinggalnya,di Kelurahan Abdijaya, Kecamatan Sukamajaya, Depok - adalah hasil oplosan. Kemasan rapi, label premium, tapi isinya murahan. Alia merasa ditipu, bukan hanya sebagai konsumen, tapi sebagai ibu yang ingin menyajikan yang terbaik untuk keluarganya.

Apa yang dialami Alia bukan kejadian tunggal. Di balik nasi di meja makan jutaan rakyat Indonesia, tersimpan jaringan besar yang menyusun kepalsuan sistemik, mafia beras!

Praktik mafia beras bukan hal baru. Jaringan ini melibatkan berbagai aktor: dari pengusaha penggilingan, pemilik merek, distributor, hingga oknum aparat.

Modus mereka bukan sekadar mencampur beras. Mereka memainkan stok untuk menciptakan kelangkaan, lalu menaikkan harga. Mereka membeli dari petani dengan harga rendah, mengoplos, lalu menjual ke pasar dengan margin besar.

Dalam banyak kasus, aparat sulit membongkar jaringannya karena sindikat ini memiliki hubungan kuasa yang kuat. Beberapa dugaan menyebut ada keterlibatan politisi lokal atau pejabat di daerah sentra produksi.

Indonesia adalah negeri agraris, rumah bagi petani yang bekerja keras sejak subuh. Namun, justru di negara ini, beras menjadi produk yang paling sering dimanipulasi.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan temuan mengejutkan terkait peredaran beras bermasalah di pasar. Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kementerian Pertanian, akhir Juni 2025, Amran menyatakan bahwa sebanyak 212 merek beras dari total 268 merek yang diperiksa diketahui tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Temuan ini telah dilaporkan secara resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti.

“Temuan ini hasil kerja lapangan yang kami lakukan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan unsur pengawasan lainnya. Dari 13 laboratorium di 10 provinsi, kami temukan 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu. Ini sangat merugikan masyarakat,” tegas Mentan.

Anomali harga beras menjadi perhatian serius karena terjadi saat produksi nasional justru meningkat. FAO memperkirakan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, di atas target nasional 32 juta ton. “Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” kata Amran.

Mentan Amran menyebut, potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun. Beras SPHP yang seharusnya dijual sesuai ketentuan, ditemukan dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal. “Kami sudah telpon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tambahnya.

Pemerintah memberikan ultimatum tegas kepada para pengusaha beras agar segera mematuhi regulasi yang berlaku, khususnya terkait mutu, harga, dan kesesuaian informasi pada kemasan produk. Hal ini disampaikan usai Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap hasil investigasi nasional yang menunjukkan anomali pada produk beras yang beredar di pasaran dan berpotensi merugikan konsumen hingga Rp99,35 triliun per tahun.

“Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, Kepolisian, dan Kejaksaan. Ada anomali: harga di tingkat penggilingan turun, tetapi harga di konsumen naik. Kami temukan mutu tidak sesuai, harga melebihi HET, dan berat tidak pas,” tegas Mentan.

Investigasi yang berlangsung pada 6–23 Juni 2025 ini melibatkan 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi. Hasilnya, 85,56 persen beras premium tidak sesuai standar mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21,66 persen tidak sesuai berat kemasan. Untuk beras medium, 88,24 persen tidak memenuhi mutu, 95,12 persen melebihi HET, dan 9,38 persen memiliki berat kurang dari klaim kemasan.

“Ini sangat merugikan konsumen. Kalau dibiarkan, kerugian bisa mencapai Rp 99 triliun per tahun. Karena itu, kita minta Satgas Pangan turun, dan dalam dua minggu ke depan, semua produsen dan pedagang wajib lakukan penyesuaian,” ujar Mentan.

"Kami tidak ingin rakyat terus dirugikan. Mulai hari ini, tidak boleh lagi ada beras di atas HET, mutu tidak sesuai, atau berat dikurangi. Kalau tidak patuh, bersiaplah berhadapan dengan hukum,” ujar Amran.

Menteri Amran juga mengajak seluruh pelaku industri beras untuk berbenah dan menjunjung tinggi etika usaha. “Mari kita koreksi bersama. Negara ini harus dijaga, pangan adalah soal hajat hidup orang banyak. Kalau terus dibiarkan, dampaknya sangat luas, dari daya beli rakyat hingga stabilitas ekonomi nasional,” tutupnya.

Mentan juga meminta Satgas Pangan Mabes Polri dan Kejaksaan Agung untuk mendalami indikasi pelanggaran dan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti memanipulasi mutu dan harga pangan.

Gayung bersambut, Sekertaris Jaksa Agung Muda (Sesjam) Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Andi Herman, menyatakan bahwa temuan ini merupakan peristiwa faktual yang melanggar berbagai regulasi, baik dari sisi mutu, harga, maupun distribusi pangan.

“Dari sisi hukum, ini merupakan praktik markup dan pelanggaran integritas mutu dan berat produk. Karena beras ini bagian dari komoditas subsidi negara, maka kerugian menjadi ganda, bagi negara dan rakyat. Kami mendukung penegakan hukum yang tegas sebagai bentuk efek jera dan perbaikan tata kelola,” kata Andi.

Senada, perwakilan Satgas Pangan Mabes Polri, Brigjen Helfi Assegaf menegaskan bahwa praktik pengemasan dan pelabelan yang menyesatkan merupakan pelanggaran serius terhadap UU Perlindungan Konsumen. “Jika hingga 10 Juli 2025, masih ditemukan pelanggaran, kami akan melakukan tindakan hukum dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar,” tegas Helfi.

Langkah tegas ini diambil pemerintah demi menjaga keadilan dan transparansi pasar pangan nasional. Masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap produk yang dibeli dan melaporkan jika ditemukan ketidaksesuaian antara isi dan label kemasan.

Menurut investigasi Satgas Pangan dan Kementerian Pertanian, ditemukan bahwa ada 212 merek beras yang terindikasi dioplos—beras medium dicampur sedikit beras premium, lalu dikemas ulang dengan merek dan harga tinggi. Bahkan lebih parah, kemasan 5 kg hanya berisi 4,5 kg.

Distribusinya? Tidak main-main. Masuk ke supermarket, minimarket, hingga pasar tradisional. Dari kota besar seperti Jakarta, hingga pelosok Kalimantan. “Ini kejahatan terorganisir. Sistematis dan berlangsung lama,” ujar Mentan.

Pemeriksaan Produsen Beras

Penindakan terhadap dugaan praktik mafia pangan kian serius. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa Bareskrim Polri telah melayangkan surat pemanggilan kepada 10 perusahaan produsen beras terbesar yang diduga melakukan pelanggaran dalam distribusi dan pengemasan beras.

Langkah ini dilakukan menyusul temuan mengejutkan dari hasil investigasi lintas lembaga terhadap 268 merek beras yang beredar di pasar.

“Bayangkan, 86 persen tidak sesuai dengan standar. Hari ini, pemanggilannya sudah dilayangkan, yang pertama ada 10 yang terbesar dipanggil dan kami sudah terima serta lihat tembusan panggilannya,” tegas Mentan.

Langkah tegas ini merupakan perintah langsung dari Presiden RI. Mentan mengaku tidak gentar meski sempat diingatkan untuk berhati-hati karena menghadapi “orang-orang besar” di balik praktik curang tersebut. “Saya bilang ini perintah Bapak Presiden untuk selesaikan yang korupsi dan mafia diberesin. Saya bilang, siap Bapak Presiden, akhirnya kami tindak lanjuti,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mentan menjelaskan bahwa nama-nama perusahaan pelaku pelanggaran belum diumumkan oleh Kementerian Pertanian karena menunggu proses resmi dari pihak kepolisian. “Agar barang bukti tidak dihilangkan dan nanti pasti diumumkan. Semua terumumkan secara otomatis kalau sudah dipanggil oleh penegak hukum,” jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa ketidaksesuaian beras yang beredar di pasar tidak hanya dari sisi mutu dan harga, tetapi juga dari sisi berat. “Sudah ada videonya, ada tokonya, lengkap. Kita periksa hasil lab dari 13 laboratorium di 10 provinsi. Katakanlah ini untuk 5 kilo, tapi isinya 4,5 kilo. Ada juga yang kualitasnya beras biasa tapi dijual sebagai premium,” katanya.

Mentan juga menyebut adanya praktik oplosan dalam distribusi beras. “Iya beredar itu, kita ambil sampel dari sana semua, dari 10 tingkatan. Sekarang kelihatan ada pergerakan penarikan dan itu mudah-mudahan bertambah baik untuk konsumen,” ungkapnya.

Terkait pihak yang akan dikenakan sanksi, Mentan menegaskan bahwa sanksi sebaiknya diarahkan kepada produsen, bukan pedagang kecil. “Kalau ada perusahaan besar yang mengoplos ini yang harus ditindak. Yang kecil cuma terima dan dia juga tidak tahu ini sesuai standar atau tidak. Kami sudah sepakat pedagang kecil kami lindungi,” ujarnya.

Amran juga menepis wacana impor beras dan menegaskan bahwa dengan stok nasional yang saat ini tertinggi dalam sejarah, impor tidak diperlukan. “Oh nggak, insyaallah nggak ada impor,” ucapnya.

Ia menutup pernyataan dengan menekankan bahwa tidak ada lagi alasan bagi harga beras untuk tetap tinggi di tengah peningkatan produksi dan ketersediaan stok nasional. “Sekarang ini tidak ada alasan harga naik. Produksi naik sesuai BPS, sesuai FAO, sesuai Kementerian Amerika Serikat, kemudian stok kita tertinggi sepanjang sejarah. Terus alasan apa lagi harga naik?” ujar Amran.

Respons Masyarakat

Respons positif masyarakat mencerminkan tingginya harapan publik terhadap penegakan hukum di sektor pangan yang selama ini kerap dirundung permainan harga dan spekulasi oleh mafia pangan tak bertanggung jawab.

“Baru kali ini ada menteri yang berani bongkar sampai ke akarnya,” ujar Mardiyah (46), ibu rumah tangga asal Semarang. Ia mengaku kerap curiga dengan kualitas beras kemasan premium yang dibelinya. “Kualitasnya standar, tapi harganya mahal. Ternyata benar, banyak yang curang. Kami sangat dukung Pak Amran.”

Dukungan serupa datang dari Hasbullah (38), petani dan pengecer beras di Jawa Tengah. Ia menyatakan, “Kadang kami petani ditekan soal harga gabah, tapi di pasar harga malah melonjak. Padahal permainan ada di tengah. Ini harus dibongkar tuntas. Mafia pangan tidak boleh dibiarkan.”

Sementara itu, Yuliani (51), pegawai swasta di Jakarta Barat, menyebut temuan ini sebagai bentuk nyata keberpihakan pada rakyat kecil. “Selama ini harga beras bikin kami mengelus dada, padahal katanya stok aman. Kalau ternyata banyak yang bermain curang, mereka harus dihukum. Terima kasih kepada Pak Amran yang berani mengungkap ini.”

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburohman, menyatakan dukungannya terhadap langkah tegas Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman dalam membongkar praktik mafia beras yang meresahkan masyarakat. Ia menegaskan bahwa pedagang pasar juga menjadi korban dari peredaran beras oplosan yang merugikan banyak pihak.

Menurut Mujiburohman, maraknya praktik pengoplosan beras, baik dari sisi kualitas maupun kemasan, telah menciptakan ketidakpercayaan di kalangan konsumen terhadap pedagang pasar tradisional.

“Pedagang pasar kerap kali disalahkan ketika konsumen mendapati kualitas beras yang tidak sesuai. Padahal, banyak dari kami tidak tahu bahwa beras yang kami terima sudah dioplos sejak dari distributor,” ujar Mujiburohman.

Langkah Kementerian Pertanian maupun Satgas Pangan yang melakukan inspeksi mendadak dan membongkar gudang-gudang penyimpanan beras oplosan di sejumlah wilayah tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga menyelamatkan nama baik pedagang pasar yang selama ini terkesan ikut terlibat, padahal juga menjadi korban.

“Kami berharap pemerintah terus melakukan pengawasan ketat terhadap rantai distribusi pangan, khususnya beras. Pedagang pasar butuh kepastian bahwa produk yang kami jual berasal dari sumber yang legal dan berkualitas,” tegas Mujiburohman.

APPSI pun siap bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan pasar yang sehat, transparan, dan berpihak kepada masyarakat.

"Kami sangat mendukung langkah Pak Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam hal ini pemerintah dalam membongkar praktik mafia beras tersebut, sehingga kami para pedagang pasar dan masyarakat yang merupakan konsumen bisa mendapatkan barang yang berkualitas untuk dijual dan dikonsumsi. Diharapkan, dengan penindakan tegas ini, harga beras bisa lebih stabil dan kualitas pangan masyarakat Indonesia semakin terjamin," tegas Mujiburohman.

Tak Ada Ruang untuk Mafia Pangan

Mentan menyuarakan perlawanan tanpa kompromi terhadap mafia pangan dan pelaku korupsi yang selama ini menjadi penghambat kedaulatan pangan Indonesia.

“Kita harus kerja keras. Kami mohon dukungan semua pihak. Kami sedang membenahi Kementan, dan hasilnya sudah terlihat. Reformasi birokrasi meningkat tajam, predikat WTP kembali diraih, dan capaian indikator antikorupsi makin baik. Bahkan, kami diminta memberi testimoni oleh KPK,” ujar Mentan Amran saat menghadiri wisuda Universitas Hasanuddin (Unhas), Senin (14/7/2025).

Kementerian Pertanian tengah menata seluruh rantai pasok pangan dari hulu ke hilir, termasuk dalam penyaluran pupuk dan sarana produksi. Salah satu kasus besar yang ditindak adalah temuan lima jenis pupuk palsu yang beredar di Jawa Tengah, dengan potensi kerugian petani mencapai Rp3,2 triliun secara nasional. Kasus tersebut kini telah diserahkan ke Kejaksaan dan Kepolisian.

Dalam kasus minyak goreng, sebanyak 20 mafia juga telah diserahkan ke penegak hukum. Terbaru, investigasi gabungan mengungkap skandal pengoplosan beras oleh 212 merek. Modus yang digunakan tidak hanya merugikan konsumen dari sisi kualitas, tetapi juga menimbulkan potensi kerugian konsumen hingga Rp99 triliun. Kalau ini terjadi selama 10 tahun, kerugiannya bisa mencapai Rp1.000 triliun. Ini harus kita selesaikan bersama.

Terkait praktik curang mafia beras, pemerintah telah bersurat resmi ke Jaksa Agung, Kapolri, dan Satgas Pangan, yang kini tengah bekerja secara intensif. Pengusaha besar sudah diperiksa. Ini harus ditindak tegas, tidak ada pilihan. Kalau Indonesia mau menjadi negara superpower dan menuju Indonesia Emas, tidak boleh ada kompromi terhadap koruptor dan mafia pangan.

Keberpihakan pada masyarakat kecil merupakan hal yang amat penting. Praktik pengoplosan beras yang menyebabkan harga beras medium dijual dengan harga premium, hingga selisih dapat mencapai Rp3.000 per kilogram, sangat disayangkan,

“Kalau beras naik Rp3.000 per kilo, apa tidak kasihan dengan saudara-saudara kita yang berada di garis kemiskinan? Tidak semua anak bangsa beruntung. Kalau beras dioplos lalu dijual lebih mahal, itu tidak beradab. Kita tidak bisa diam,” ujar Mentan.

Sebagai bentuk tanggung jawab sosial, pemerintah telah menyalurkan 360 ribu ton bantuan pangan beras sepanjang Juli sebagai bagian dari program perlindungan sosial. Selain itu, sebanyak 1,3 juta ton beras akan disalurkan melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

“Stok beras kita sangat cukup, mencapai 4,2 juta ton. Tidak perlu khawatir. Dalam waktu dekat, harga beras dipastikan akan turun,” ujarnya.

Mentanjuga memastikan komitmennya untuk terus berada di garda terdepan dalam membenahi sektor pertanian sesuai arahan Presiden.

“Selama kami berada di Kementan, sekuat tenaga kami akan bereskan. Kami tidak akan mundur. Dalam 10 bulan terakhir, sudah 260 kasus kami kirimkan ke penegak hukum, dan kami yakin akan ditindak tegas,” tegasnya.

Dukungan terhadap langkah tegas Mentan Amran juga datang dari kalangan akademisi. Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, menegaskan bahwa praktik curang oleh oknum pengusaha hitam dalam kasus beras tidak bisa ditoleransi.

“Ini sudah terlalu lama dilakukan oleh pengusaha hitam yang tidak peduli pada masyarakat sebagai konsumen. Ini tidak boleh terjadi lagi. Kami sangat mendukung sikap tegas Pak Mentan. Untuk teman-teman yang masih berniat nakal, berhentilah. Sudah saatnya kita bersih-bersih. Rezeki bisa datang dengan cara yang baik,” ujar Prof. Jamaluddin.

Ia menilai ketegasan Mentan Amran merupakan bukti nyata bahwa negara hadir untuk melindungi rakyat.

“Pak Amran menunjukkan bahwa pemerintah hadir membela konsumen dan masyarakat Indonesia. Ini adalah bentuk keadilan. Produk pangan, termasuk beras, harus memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan harga yang adil, jujur, dan berkualitas,” tambahnya.

Prof. Jamaluddin juga mengapresiasi capaian strategis Kementan di bawah kepemimpinan Amran. “Saya mengucapkan selamat kepada pemerintah atas pengakuan global yang diraih. Pertanian menjadi trending topik. Pak Amran memimpin dengan sangat kuat dan tegas, dan itu sangat kami hargai,” ungkapnya.

Lebih jauh, ia menekankan pentingnya dukungan dari seluruh elemen bangsa untuk membangun generasi emas Indonesia. “Kalau mafia seperti ini masih ada, generasi emas hanya akan menjadi mimpi. Maka perjuangan ini harus terus dilanjutkan. Jangan khawatir, kami semua berada di belakang Bapak Menteri,” pungkas Prof. Jamaluddin.

Pentingnya Registrasi produk

Kementerian Pertanian (Kementan) kembali menegaskan pentingnya registrasi produk beras menyusul terungkapnya praktik pengoplosan beras premium dengan kualitas rendah. Praktik curang ini dinilai merugikan konsumen sekaligus mencoreng tata niaga pangan nasional.

Sesuai standar mutu beras yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, beras premium berkadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen dan butir patah maksimal 14,5 persen.

Tak hanya di SNI, peraturan mutu beras juga turut diperkuat oleh peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras.

“Sangat kami sayangkan, sejumlah perusahaan besar justru terindikasi tidak mematuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Masyarakat membeli beras premium dengan harapan kualitasnya sesuai standar, tetapi kenyataannya tidak demikian. Kalau diibaratkan, ini seperti membeli emas 24 karat namun yang diterima ternyata hanya emas 18 karat,” ujar Mentan.

Registrasi produk beras sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 53/Permentan/KR.040/12/2018 tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT). Pasal 2 menyebutkan, registrasi bertujuan melindungi konsumen serta meningkatkan kepastian usaha dan daya saing pangan segar asal tumbuhan.

Sesuai regulasi tersebut, pelaku usaha yang mengemas PSAT untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan. Label minimal harus memuat nomor pendaftaran, nama produk, berat bersih atau isi bersih, serta nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor PSAT ke Indonesia.

Sebagai tambahan, alasan utama mengapa registrasi produk beras sangat penting dan wajib diterapkan oleh seluruh pelaku usaha penggilingan serta distribusi:

  1. Menjamin Keamanan dan Mutu Produk; Registrasi memastikan beras yang beredar memenuhi standar mutu dan uji keamanan, sehingga terhindar dari produk kadaluarsa, busuk, atau terkontaminasi bahan berbahaya.
  2. Melindungi Konsumen dari Kecurangan; Registrasi menjamin konsumen memperoleh produk sesuai label, mencegah mereka tertipu membeli beras campuran atau kualitas rendah yang dikemas seolah premium.
  3. Mendorong Transparansi dan Keterlacakan; Produk beras teregistrasi dapat ditelusuri hingga ke sumber produksi, mendukung sistem pangan yang akuntabel dan siap diaudit.
  4. Menjaga Tata Niaga dan Persaingan Sehat;H anya pelaku usaha yang mematuhi standar yang dapat bersaing di pasar, sehingga pelaku usaha jujur terlindungi dari persaingan tidak sehat.
  5. Mempermudah Pengawasan dan Kebijakan Pemerintah; Data Registrasi memudahkan pemerintah memantau pasar dan merumuskan kebijakan pangan yang tepat sasaran.
  6. Memastikan Legalitas Usaha; Sebagai komoditas strategis, setiap beras yang diperdagangkan wajib memiliki registrasi dan izin edar. Pelanggaran terhadap aturan ini bisa berujung pada sanksi administratif hingga pidana.

Langkah registrasi merupakan fondasi penting untuk menjaga ketahanan pangan nasional dan melindungi semua pihak dalam rantai pasok beras.

Membasmi mafia beras tidak bisa hanya mengandalkan penindakan hukum. Diperlukan sistem distribusi yang transparan, digitalisasi rantai pasok, hingga perombakan lembaga pangan seperti BULOG.

Pemerintah telah mencanangkan penggunaan e-Monitoring, pengadaan Rice Processing Center, dan blacklist distributor nakal. Tapi semua itu butuh eksekusi dan komitmen bebas intervensi. Negara harus berpihak kepada rakyat. Jangan biarkan mafia pangan mengatur dapur ibu-ibu kita.

Kasus mafia beras oplosan yang mencuat merupakan alarm serius terhadap sistem pangan nasional. Praktik mafia beras bukan hal baru. Jaringan ini melibatkan berbagai aktor: dari pengusaha penggilingan, pemilik merek, distributor, hingga oknum aparat.

Modus mereka bukan sekadar mencampur beras. Mereka memainkan stok untuk menciptakan kelangkaan, lalu menaikkan harga. Mereka membeli dari petani dengan harga rendah, mengoplos, lalu menjual ke pasar dengan margin besar.

Dalam banyak kasus, aparat sulit membongkar jaringannya karena sindikat ini memiliki hubungan kuasa yang kuat. Beberapa dugaan menyebut ada keterlibatan politisi lokal atau pejabat di daerah sentra produksi.

Di tengah kompleksitas jaringan gelap, masih ada harapan. Petani yang jujur. Konsumen yang cerdas. Pemerintah yang tidak lagi menutup mata.

Mafia beras bukan sekadar soal ekonomi. Ia adalah cermin tentang siapa yang sebenarnya menguasai pangan negeri ini, dan seberapa serius negara membela rakyatnya.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC PROV RIAU
  • Rabu, 27 Agustus 2025 | 10:09 WIB
Pemprov Riau Siapkan Skema Peremajaan 43 Ribu Hektare Kebun Kelapa
  • Oleh Ismadi Amrin
  • Senin, 25 Agustus 2025 | 08:39 WIB
Nasi Hangat Omi dan Cita-Cita Besar Kemandirian Pangan Negeri
  • Oleh Ismadi Amrin
  • Minggu, 24 Agustus 2025 | 15:22 WIB
Toko Kecil di Pasar Rau, Cermin Besar Dampak SPHP Bagi Pedagang
  • Oleh Ismadi Amrin
  • Minggu, 17 Agustus 2025 | 21:41 WIB
Kementan-KKP Hadirkan Simbol Kedaulatan Pangan dan Ekonomi Biru
  • Oleh Ismadi Amrin
  • Minggu, 17 Agustus 2025 | 12:36 WIB
HUT ke-80 RI, Indonesia Siap Rebut Swasembada Pangan
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Kamis, 14 Agustus 2025 | 20:39 WIB
Polda Malut Siap Kawal Kebijakan Pemerintah Jaga Stabilitas Pangan
-->