Dominasi PRT hingga Caretaker, Inilah Potret PMI di Kota Malang

: Masyarakat Kota Malang mengantre pelayanan di Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Malang pada Rabu (6/8/2025). (Amiriyandi/ InfoPublik.)


Oleh Tri Antoro, Rabu, 6 Agustus 2025 | 17:58 WIB - Redaktur: Kristantyo Wisnubroto - 198


Malang, InfoPublik - Meski bukan daerah kantong pekerja migran, Kota Malang tetap menjadi pintu keberangkatan ratusan Pekerja Migran Indonesia (PMI) setiap tahun. Proses yang dulunya manual kini sepenuhnya digital, namun tantangan minat warga, khususnya di sektor informal, masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah.

Perjalanan penempatan PMI di Kota Malang mengalami transformasi besar sejak awal 2010-an. Pada 2010–2011, proses keberangkatan masih dilakukan secara manual.

"Dulu sebelum PMI dapat paspor, mereka harus mengantongi rekomendasi dari dinas. Satu lembar rekomendasi bisa untuk 50 orang sekaligus," ungkap Fungsional Pengantar Kerja Ahli Muda Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) PMPTSP Kota Malang, Eka Yudha Sudrajad, kepada InfoPublik.id di Mal Pelayanan Publik (MPP), Kota Malang, pada Rabu (6/8/2025). 

Perubahan signifikan terjadi pada 2011 ketika pemerintah meluncurkan Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SiskoTK). Sejak 2012, sistem ini digunakan untuk kabupaten/kota sehingga proses lebih tertib. Petugas lapangan (PL) harus terdaftar sebagai karyawan resmi perusahaan penempatan.

Memasuki 2022, sistem dialihkan ke Siap Kerja yang dikelola Kementerian. Namun, sistem ini hanya mengakomodasi sektor informal. Pertengahan tahun itu, kewenangan kembali diambil BP2MI melalui SiskoPMI yang digunakan hingga sekarang.

"Kalau Kota Malang rata-rata memberangkatkan 100–250 orang per tahun. Saat pandemi, jumlahnya sempat di bawah 100, bahkan ada masa kita sama sekali tidak memproses pemberangkatan," jelasnya.  Pascapandemi, tren meningkat sekitar 20 persen per tahun.

Sektor informal mendominasi penempatan, terutama ke Hongkong, Taiwan, dan Singapura dengan jenis pekerjaan seperti housekeeper (pekerja rumah tangga/PRT), caretaker lansia, babysitter, family cook, gardener, hingga family driver. Untuk sektor formal, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan menjadi tujuan utama, terutama di pabrik baterai, tekstil, hingga peleburan logam.

Gaji yang ditawarkan cukup menggiurkan. Sektor informal rata-rata Rp9 juta per bulan, sedangkan sektor formal bisa menembus Rp20 juta bahkan lebih jika mengambil lembur.

Mayoritas pekerja informal terdorong alasan ekonomi atau masalah keluarga. Sedangkan pekerja formal umumnya karena ikut jejak teman atau melihat peluang gaji besar di luar negeri.

Namun, minat warga Kota Malang, khususnya di sektor informal, relatif rendah. "Kita sering sosialisasi, tapi peminatnya minim. Kalau sektor formal biasanya lebih mudah karena kita bisa langsung sampaikan ke SMK dan ada minat dari siswa," katanya.

Untuk meningkatkan minat, Disnaker Kota Malang rutin memanfaatkan pameran kerja (job fair), penyuluhan di sekolah, serta mempromosikan lowongan melalui situs resmi Kementerian seperti SiskoPMI dan Siap Kerja.

"Kesempatan kerja di luar negeri masih banyak. Tinggal bagaimana masyarakat mau memanfaatkannya secara prosedural," pungkasnya.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Kamis, 28 Agustus 2025 | 20:29 WIB
SMKN 3 Bogor Cetak Lulusan Siap Kerja hingga ke Luar Negeri
  • Oleh MC PROV RIAU
  • Jumat, 22 Agustus 2025 | 14:40 WIB
Malaysia Deportasi 24 PMI, BP3MI Riau Fasilitasi Pemulangan ke Daerah Asal
  • Oleh MC KAB LUMAJANG
  • Rabu, 13 Agustus 2025 | 06:21 WIB
Pemkab Lumajang Perkuat Pelatihan untuk Cegah PMI Nonprosedural
  • Oleh MC KAB MANGGARAI BARAT
  • Jumat, 8 Agustus 2025 | 17:08 WIB
BP2MI Perkuat Perlindungan Migran Muda di Labuan Bajo
-->