- Oleh MC PROV GORONTALO
- Senin, 25 Agustus 2025 | 09:52 WIB
: InfoPublik.id/ Triantoro
Oleh Tri Antoro, Selasa, 24 Juni 2025 | 10:09 WIB - Redaktur: Untung S - 435
Bandung, InfoPublik – Konstitusi Republik Indonesia menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh informasi. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dalam rangka mengembangkan diri dan lingkungan sosialnya.
“Hak tersebut mencakup mencari, memiliki, menyimpan, mengolah, serta menyampaikan informasi melalui berbagai saluran yang tersedia,” ujar Direktur Informasi Publik Direktorat Jenderal Komunikasi dan Media (KPM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Nursodik Gunarjo, saat memberikan sambutan secara daring dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Informasi Pengadaan Barang dan Jasa di Aula Kwarda Bumi Kitri Pramuka, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Selasa (24/6/2025).
Ia menegaskan bahwa keterbukaan informasi merupakan ciri utama dari negara demokratis. Akses yang mudah terhadap informasi publik bukan hanya mencerminkan kemajuan suatu bangsa, tetapi juga menjadi salah satu tolok ukur kesejahteraan masyarakat. Meski demikian, informasi yang diberikan kepada publik haruslah berasal dari sumber resmi dan memiliki akurasi yang tinggi.
Untuk menjamin hak tersebut, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). “UU ini hadir untuk memastikan bahwa informasi publik dibuka seluas-luasnya, dengan pengecualian terbatas sesuai prinsip Maximum Access, Minimum Exemption (MALE),” katanya.
Lebih lanjut, Nursodik mengungkapkan bahwa keterbukaan informasi juga berdampak positif dalam memperkuat persaingan usaha yang sehat dan mendorong partisipasi masyarakat, yang pada akhirnya meningkatkan akuntabilitas badan publik.
Meski UU KIP tidak menyebutkan secara eksplisit informasi terkait pengadaan barang dan jasa, ketentuannya tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, c, d, dan e. Ketentuan ini kemudian dipertegas melalui Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP). Dalam Pasal 15 ayat (9) disebutkan bahwa informasi pengadaan barang dan jasa merupakan informasi yang wajib diumumkan secara berkala dan tersedia setiap saat.
“Dengan hadirnya Perki SLIP, tidak ada lagi alasan bagi badan publik untuk menutup akses terhadap dokumen kontrak pengadaan, selama tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan. Pengecualian informasi pun harus melewati uji konsekuensi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU KIP,” jelasnya.
Sebagai acuan, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah menerbitkan Keputusan PPID LKPP Nomor 4 Tahun 2021 terkait klasifikasi informasi yang dikecualikan dalam dokumen pengadaan. Beberapa alasan pengecualian mencakup perlindungan hak kekayaan intelektual, informasi rahasia pribadi, hingga mencegah persaingan usaha yang tidak sehat.
Kendati keputusan tersebut hanya berlaku di lingkungan LKPP, prinsip-prinsipnya dapat diadopsi oleh badan publik lain, mengingat otoritas LKPP dalam merumuskan kebijakan pengadaan nasional.
“Penerapan keterbukaan informasi dalam pengadaan barang dan jasa sejatinya merupakan langkah preventif yang penting dalam menekan praktik korupsi serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah,” tutupnya.