- Oleh Tri Antoro
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 13:40 WIB
: Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi bersama Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Angga Raka Prabowo. Foto: Istimewa/InfoPublik KPM Kemkomdigi
Oleh Ismadi Amrin, Selasa, 26 Agustus 2025 | 22:23 WIB - Redaktur: Untung S - 223
Jakarta, InfoPublik – Upaya melawan penyebaran informasi bohong atau hoaks dinilai membutuhkan kesadaran bersama, baik dari pemerintah, media, maupun masyarakat. Informasi yang benar bukan hanya sekadar kebutuhan, tetapi juga bagian dari hak asasi manusia (HAM).
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi mengatakan seiring berkembangnya teknologi, pemeriksaan informasi dapat dilakukan dengan lebih mudah melalui kata kunci di internet, bukan hanya dengan mencari kanal tertentu.
Ke depan, lanjut Hasan, semakin banyak inisiatif untuk membuat konten cek fakta, maka platform kecerdasan buatan (AI) juga akan mampu mengenali dan menyimpulkan mana informasi yang benar dan mana yang hoaks.
“Jika misalnya ditanyakan ke platform seperti Gemini atau ChatGPT, mereka bisa memberikan jawaban bahwa suatu informasi tidak benar karena sudah ada banyak kanal yang memverifikasi sebagai hoaks,” kata Hasan Nasbi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Menurut Hasan, sering kali dalam diskusi publik hanya ditekankan pada kebebasan berpendapat, sementara aspek kebenaran informasi kerap terabaikan. Padahal, HAM tidak hanya menjamin kebebasan menyampaikan dan menerima informasi, tetapi juga hak untuk memperoleh informasi yang benar.
“Menyampaikan informasi yang tidak benar sejatinya melanggar hak asasi manusia. Mendapatkan informasi yang benar adalah bagian dari hak masyarakat,” tegasnya.
Ia menambahkan, media atau akun media sosial yang secara konsisten menyebarkan informasi palsu sesungguhnya turut melanggar hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang valid. Karena itu, semua pihak perlu berdiri pada prinsip yang sama bahwa informasi yang disampaikan maupun diterima publik harus benar.
Lebih lanjut, ia menilai keberadaan banyak platform pemeriksa fakta sangat penting sebagai mekanisme check and balance. “Tidak hanya pemerintah, tetapi media, lembaga swadaya masyarakat, maupun pihak lain perlu turut serta dalam mengeluarkan klarifikasi agar informasi yang beredar tetap sehat,” jelasnya.
Dengan demikian, lanjut Kepala PCO, pihak yang kerap menyebarkan informasi tidak benar akan mendapat label hoaks dari berbagai kanal pemeriksa fakta, sehingga menimbulkan efek jera.
“Ini adalah kerja bersama untuk melindungi bangsa. Kita tidak menolak kritik atau perbedaan pendapat. Namun, jika yang disebarkan adalah fabrikasi isu, hal itu bisa menimbulkan kebencian, perpecahan, dan disintegrasi sosial yang sulit diperbaiki,” pungkas Hasan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Angga Raka Prabowo, menyoroti maraknya konten disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK) serta deepfake. Menurutnya, konten tersebut merusak ruang digital dan membahayakan sendi-sendi demokrasi.
“DFK merusak semangat menyampaikan aspirasi secara sehat. Media sosial menambah-nambahi informasi yang tidak sesuai, ini bisa menyesatkan publik,” ujar Angga.
Angga menegaskan, fenomena DFK kini makin merajalela di ruang digital Indonesia. Selain DFK, ia juga menyinggung masih banyaknya konten pornografi yang mudah diakses.
“Konten pornografi masih ada di ruang digital kita. Komdigi berkomitmen menegakkan aturan hukum secara tegas,” ujarnya menegaskan.
Ia meminta seluruh platform digital yang beroperasi di Indonesia untuk mematuhi hukum nasional. Angga menekankan pentingnya penegakan otomatis terhadap konten bermasalah.
“Kalau kontennya masuk kategori DFK, platform wajib menegakkan hukum Indonesia,” katanya. “Tujuannya menjaga ruang digital agar aman dan bersih,” katanya menambahkan.
Ia menyebut ruang demokrasi harus bebas dari penggiringan opini yang salah. Angga juga mengapresiasi peran media yang membantu menyaring informasi.
“Kami berterima kasih kepada media yang cek fakta, bukan hanya kejar viral,” ucapnya. Media dinilai berperan penting menjaga kualitas informasi publik.
Menurutnya, kemajuan teknologi dan media sosial harus disikapi dengan bijak. Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap generasi muda dari informasi menyesatkan.
“Sebagai orang tua, saya ingin lindungi anak-anak dari informasi yang salah. Kita harus bersama menjaga ruang digital sehat untuk masa depan bangsa,” ujar Angga.