- Oleh MC PROV RIAU
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 15:16 WIB
:
Oleh MC PROV RIAU, Kamis, 8 Mei 2025 | 11:36 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 289
Jakarta, InfoPublik – Gubernur Riau, Abdul Wahid, meminta dukungan penuh dari Kementerian Perindustrian untuk mendorong percepatan hilirisasi industri di Provinsi Riau. Fokus utama diarahkan pada sektor kelapa sawit dan minyak bumi dan gas (migas) yang menjadi andalan daerah.
Wahid menekankan pentingnya menambah nilai ekonomi produk unggulan daerah melalui hilirisasi. Ia menyebut posisi geografis Riau sangat strategis karena berada di kawasan interland perdagangan dunia serta menjadi pusat ekonomi di Sumatra, namun belum dimanfaatkan secara optimal.
“Selat Malaka lebih menguntungkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Riau sebagai bagian dari Indonesia belum mendapat manfaat maksimal, padahal sumber daya alam kita sangat melimpah,” ujar Wahid saat audiensi bersama Wakil Menteri Perindustrian RI, Faisol Riza, di Jakarta pada Rabu (7/5/2025).
Wahid menjelaskan, terdapat sekitar 4 juta hektare lahan kelapa sawit di Riau, namun hanya 1,2 juta hektare yang memiliki legalitas resmi. Selebihnya merupakan perkebunan ilegal yang tidak memberikan kontribusi signifikan bagi daerah.
Ia juga menyoroti potensi besar sektor kelapa dalam yang tersebar di Kabupaten Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Kepulauan Meranti. Meski terdapat industri pengolahan seperti di Pulau Sambu, ketersediaan bahan baku kerap menjadi kendala.
“Biasanya harga kelapa tidak mencukupi kebutuhan petani. Ketika harga tinggi, muncul wacana pembatasan ekspor. Hal ini memunculkan keresahan di tengah masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, komoditas lokal seperti pinang dan sagu juga belum diolah maksimal. Sagu dari Meranti, misalnya, masih dikirim mentah ke luar daerah seperti Cirebon tanpa proses hilirisasi di wilayah asal.
“Perlu perhatian dari kementerian agar industri pengolahan sagu dan komoditas lainnya dibangun di daerah,” imbuhnya.
Untuk sektor kehutanan, Wahid menyampaikan bahwa saat ini Riau baru sampai pada tahap produksi rayon, sementara produk tekstil akhir belum dikembangkan. Menurutnya, integrasi rantai industri dari hulu ke hilir akan memberikan nilai tambah yang besar bagi ekonomi daerah.
“Jika Kementerian Perindustrian bisa mendorong kedekatan antara bahan baku dan industri, maka Riau bisa tumbuh lebih besar lagi,” tuturnya.
Ia juga menyebut bahwa industri migas mengalami penurunan produksi, sehingga hilirisasi sektor lain, terutama sawit, perlu menjadi prioritas.
“Riau memproduksi sekitar 10 juta ton Crude Palm Oil (CPO) per tahun, tapi sebagian besar hilirisasinya dilakukan di luar daerah. Karena itu, kami mendorong hilirisasi hingga produk akhir di dalam provinsi,” ungkapnya.
Pemerintah Provinsi Riau kini sedang menyiapkan Kawasan Industri Kuala Enok sebagai pusat hilirisasi kelapa sawit.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menyatakan kesiapan pihaknya untuk menindaklanjuti usulan Gubernur Riau. Ia menegaskan bahwa Kementerian Perindustrian akan terus berkoordinasi dengan jajaran Pemprov Riau dan para direktur jenderal terkait.
“Semua aspirasi sudah kami catat. Ini untuk kemajuan daerah dan akan kami dukung penuh,” ujarnya.
Faisol juga menyebut bahwa sejak era Presiden Soekarno, Riau telah dianggap sebagai daerah istimewa dalam sektor industri pengolahan.
“Riau sangat potensial. Kami ingin mengangkat kembali kejayaan Riau sebagai kawasan unggulan industri manufaktur,” pungkasnya.
(Mediacenter Riau/Alw)