- Oleh MC PROV RIAU
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 10:12 WIB
:
Oleh MC PROV RIAU, Rabu, 11 Juni 2025 | 20:30 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 271
Pekanbaru, InfoPublik – Kepolisian Daerah (Polda) Riau berhasil mengungkap praktik ilegal jual-beli lahan di kawasan hutan lindung Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Dalam operasi tersebut, Direktorat Reserse Kriminal Khusus menangkap empat orang pelaku, termasuk seorang tokoh adat berinisial DM yang diduga menjadi aktor utama dalam transaksi tanah ulayat seluas 60 hektare di kawasan hutan lindung Batang Ulak dan hutan produksi terbatas Batang Lipai.
Menanggapi pengungkapan kasus ini, Gubernur Riau Abdul Wahid menyatakan dukungannya terhadap langkah tegas yang diambil Polda Riau. Ia menegaskan bahwa pengawasan terhadap kawasan hutan lindung harus dilaksanakan secara konkret, bukan sekadar penetapan administratif di atas kertas.
“Kalau hutan kita tidak dijaga, lambat laun ya tidak ada lagi yang bisa disebut hutan. Maka, pengawasan kawasan hutan lindung dan alam sangat penting dilakukan,” ujar Gubernur Wahid di Pangkalan TNI AU Roesmin Nurjadin, Kota Pekanbaru, Selasa (10/6/2026).
Ia juga menekankan pentingnya pendekatan preventif dalam perlindungan hutan. Menurutnya, langkah pencegahan jauh lebih efektif dan berkelanjutan dibandingkan tindakan reaktif setelah pelanggaran terjadi.
“Jangan hanya kita tetapkan ini kawasan hutan, tapi tidak ada pengawasan. Lalu saat pelanggaran terjadi, baru ditindak. Lebih baik kita mencegah sejak dini daripada menangani ketika masalah sudah besar,” jelasnya.
Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, menyatakan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan bagian dari operasi Satuan Tugas Penanggulangan Perambahan Hutan (Satgas PPH), yang merupakan tim gabungan dari Direktorat Kriminal Khusus, Kriminal Umum, Brimob, Intelijen, dan Binmas.
“Kami tidak pandang bulu. Siapa pun yang terlibat—apakah itu oknum aparat, aparat desa, maupun ninik mamak akan kami proses secara hukum. Penegakan hukum dilakukan secara tegas, adil, dan terbuka,” tegas Irjen Herry.
Ia menilai kerusakan hutan ini sebagai bentuk ekosida atau pembunuhan massal terhadap ekosistem. Perambahan hutan dinilai sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena dampaknya lintas generasi dan mengancam keberlanjutan lingkungan hidup.
“Ini kejahatan luar biasa. Kerugiannya tidak hanya bisa dihitung dengan uang. Dampaknya mencederai hak anak cucu kita atas lingkungan yang sehat,” pungkasnya.
(Mediacenter Riau/bib)