Kabupaten Garut Jadi Pilot Project Nasional untuk Pencegahan Sunat Perempuan

: Pelaksanaan Sosialisasi dan Penggalangan Komitmen Pencegahan Sunat Perempuan yang berlangsung di Aula Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Jalan Raya Proklamasi, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Senin (16/6/2025). (Foto: Nijma Tazkiyatun Nafsi/ Sofyan Fauzi/ Diskominfo Kab. Garut)


Oleh MC KAB GARUT, Selasa, 17 Juni 2025 | 16:44 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 275


Garut, InfoPublik – Pimpinan Daerah (PD) 'Aisyiyah Kabupaten Garut menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi dan Penggalangan Komitmen Pencegahan Sunat Perempuan di Aula Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Garut,  Senin (16/6/2025).

Perwakilan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Astuti, menjelaskan bahwa kegiatan ini terselenggara atas dukungan Kementerian Kesehatan bersama mitra pembangunan. Kabupaten Garut, lanjutnya, merupakan satu dari 11 kabupaten/kota di Indonesia yang ditunjuk sebagai pilot project program pencegahan kekerasan di sektor kesehatan sejak tahun 2023 hingga 2025.

“Garut menjadi salah satu pilot project yang ditetapkan tidak hanya oleh Kemenkes, tetapi juga oleh Bappenas,” ujar dr. Astuti.

Ia menegaskan, pencegahan praktik sunat perempuan merupakan bagian dari upaya besar dalam menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Berdasarkan Survei Kesehatan Reproduksi Nasional (SPHRN) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), sekitar 41,6 persen perempuan Indonesia pernah mengalami praktik ini. Data Riskesdas juga menunjukkan bahwa Jawa Barat termasuk dalam 10 provinsi dengan angka tertinggi.

Komitmen pemerintah untuk menghapus praktik ini diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Reproduksi, yang memuat larangan praktik sunat perempuan di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes).

“Sejak 2023, kami bekerja sama dengan PD 'Aisyiyah dan Pengurus Besar Ikatan Bidan Indonesia untuk menggalang komitmen kepada tenaga kesehatan agar tidak lagi memberikan atau melayani praktik tersebut,” jelasnya.

dr. Astuti juga menekankan pentingnya pendekatan edukatif dan peran tokoh masyarakat maupun agama dalam menyadarkan masyarakat mengenai bahaya praktik sunat perempuan dari sisi kesehatan.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Tri Cahyo Nugroho, menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan konfirmasi kepada sejumlah bidan. Meski sempat ada permintaan, tidak ada praktik dilakukan karena pihak tenaga kesehatan mengutamakan edukasi.

“Tercatat ada tiga kasus selama 2024, tapi semuanya berhasil dicegah melalui edukasi,” ujarnya.

Menurut dr. Tri Cahyo, praktik ini termasuk dalam kategori under-reported (tidak dilaporkan secara terbuka). Meski begitu, Dinkes telah menyatakan komitmennya untuk tidak memberikan layanan sunat perempuan, baik di fasyankes pemerintah maupun swasta.

Ia juga berharap komitmen ini diperkuat melalui edukasi berkelanjutan di Posyandu dan PAUD agar tidak ada lagi anak perempuan yang mengalami praktik tersebut.

Sementara itu, Ketua PD 'Aisyiyah Kabupaten Garut, Eti Nurul Hayati, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan mendukung pencegahan praktik pemotongan atau perlukaan genitalia perempuan (sunat perempuan).

“Pertama, ini bentuk dukungan terhadap pencegahan praktik tersebut. Kedua, mempercepat upaya eliminasi di masyarakat. Ketiga, mendorong kemitraan lintas sektor. Keempat, meningkatkan sosialisasi dan edukasi. Kelima, menciptakan agen perubahan melalui penyebaran informasi,” jelasnya. (Nindi Nurdiyanti/Ihsan Tadris Syifa)

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC KAB SELUMA
  • Kamis, 28 Agustus 2025 | 12:32 WIB
Wabup Seluma Tekankan Pencegahan Perkawinan Usia Anak
  • Oleh MC KAB KAYONG UTARA
  • Rabu, 27 Agustus 2025 | 19:13 WIB
Perkuat Ekosistem Pendidikan, Program Kreasi Diharapkan Lahirkan Quick Wins
-->