- Oleh MC KAB SERDANG BEDAGAI
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 09:30 WIB
: Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin membuka kegiatan Pelatihan Pencegahan dan Mitigasi Bencana di Hotel Atria, Selasa (24/6/2025)/ MC Malang.
Oleh MC KOTA MALANG, Rabu, 25 Juni 2025 | 14:06 WIB - Redaktur: Jhon Rico - 251
Malang, InfoPublik- Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang, lebih dari 40.000 warga Kota Malang tinggal di wilayah rawan bencana.
Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin menjelaskan, hingga pertengahan 2025, baru 28.366 jiwa yang telah mengikuti pelatihan dan sosialisasi kebencanaan.
Artinya, terang dia, masih ada sekitar 11.634 jiwa yang belum memiliki pemahaman dasar dalam pencegahan dan mitigasi bencana.
Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, menyampaikan hal tersebut saat membuka kegiatan Pelatihan Pencegahan dan Mitigasi Bencana di Hotel Atria, Selasa (24/6/2025).
"Ini bukan sekadar data angka, tapi ini adalah panggilan tanggung jawab," kata Ali Muthohirin saat membuka kegiatan Pelatihan Pencegahan dan Mitigasi Bencana di Hotel Atria, Selasa (24/6/2025).
Ali menekankan bahwa pelatihan kebencanaan tidak boleh dianggap sebagai formalitas belaka, melainkan bagian dari upaya nyata untuk menyelamatkan masyarakat dari potensi bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi.
"Penanggulangan bencana bukan hanya tugas BPBD atau pemerintah semata. Ini adalah tanggung jawab kolektif yang membutuhkan keterlibatan aktif dari masyarakat, khususnya generasi muda karena pemuda adalah energi perubahan, motor pergerakan, dan garda terdepan dalam situasi darurat," ujar dia.
Ia menambahkan, pemuda tidak cukup hanya memiliki semangat, tetapi juga harus dibekali dengan kapasitas dan keterampilan.
Menurut dia, pemuda harus menjadi agen perubahan yang mampu memimpin, mengedukasi, dan menginspirasi lingkungannya dalam menghadapi situasi darurat.
"Pelatihan ini bukan hanya soal bagaimana menghadapi gempa, banjir, atau tanah longsor. Lebih dari itu, kita bicara tentang bagaimana membangun budaya sadar risiko di tengah masyarakat. Kita bicara tentang kesiapsiagaan, koordinasi, dan ketangguhan komunitas," tutur Ali.
Ali juga mengapresiasi tema pelatihan yang diangkat mengedepankan kearifan lokal, yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia dalam beradaptasi dengan alam.
"Nilai-nilai seperti gotong royong, sesrawungan (rasa kebersamaan), hingga ritual adat, semua itu adalah bentuk kearifan lokal yang bisa kita transformasikan menjadi sistem mitigasi modern yang lebih membumi," ujar dia.
Ia pun mengajak seluruh peserta untuk menjadikan pelatihan ini sebagai awal dari gerakan membangun ketangguhan bencana di Kota Malang.
"Mari kita jadikan pemuda sebagai ujung tombak perubahan, bukan hanya di ranah sosial, tetapi juga dalam sistem penanggulangan risiko bencana yang lebih terstruktur, terlatih, dan kolaboratif," sambung dia.
Ali mengingatkan bahwa bencana dapat terjadi kapan saja tanpa peringatan. Oleh karena itu, diperlukan kesiapsiagaan berbasis pengetahuan dan kerja sama semua pihak.
"Semoga pelatihan ini berjalan lancar, membawa manfaat nyata, dan mampu menumbuhkan kesadaran baru di masyarakat tentang pentingnya budaya siaga bencana yang berbasis kearifan lokal," ujar dia.
(say/yn)