- Oleh MC KAB LUMAJANG
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 22:45 WIB
:
Oleh MC KAB LUMAJANG, Sabtu, 28 Juni 2025 | 18:30 WIB - Redaktur: Juli - 2K
Lumajang, InfoPublik — Di lereng megah Gunung Semeru, Desa Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur kembali memancarkan sinarnya sebagai oase kerukunan dan pelestarian budaya melalui perayaan tahunan Tradisi Jolen atau Amukti Bumi Senduro, Jumat (27/6/2025).
Tradisi ini tak sekadar menjadi pesta rakyat, tetapi sekaligus menegaskan bahwa nilai-nilai spiritual, sosial, dan toleransi dapat tumbuh subur jika disemai dari akar budaya.
Setiap peringatan Satu Suro atau 1 Muharam, masyarakat Senduro menjalani proses panjang yang penuh makna: mulai dari ziarah ke petilasan desa, sowan ke para sesepuh, hingga doa lintas dusun. Lima dusun di desa tersebut bersinergi, menyumbangkan bari'an, persembahan berupa hasil bumi dan doa sebagai lambang syukur atas keselamatan dan kesejahteraan.
“Tradisi ini bukan sekadar seremoni tahunan. Jolen adalah bentuk komitmen kami menjaga harmoni sosial, spiritualitas lokal, serta identitas budaya,” ujar Kepala Desa Senduro Farid Rohman H.
Ia menegaskan bahwa semangat gotong royong yang menyatukan berbagai elemen masyarakat, dari RT hingga lembaga desa, merupakan kekuatan utama dalam menjaga warisan ini tetap hidup.
Puncak perayaan menjadi magnet tersendiri, yakni 43 gunungan hasil bumi diarak dari Pura Mandhara Giri Semeru Agung menuju Balai Desa Senduro, membawa serta makna simbolik kemakmuran, persaudaraan, dan rasa syukur. Dua di antaranya, Gunungan Ingkung dan Gunungan Polo Pendem, menjadi ikon yang ditunggu-tunggu oleh warga maupun pengunjung.
Lebih dari sekadar tontonan budaya, Jolen menjadi cerminan hidup dari falsafah Bhinneka Tunggal Ika. Di tengah perbedaan keyakinan, seluruh elemen masyarakat, baik pemeluk Hindu, Islam, maupun kepercayaan lokal bahu membahu menyukseskan rangkaian acara.
“Kalau sudah bicara budaya, agama kita taruh dulu. Karena budaya itu menyatukan,” ujar Wira Dharma, pengurus harian Pura Mandhara Giri Semeru Agung.
Dalam konteks yang lebih luas, Tradisi Jolen kini menapak sebagai pilar strategis pengembangan Desa Budaya dan Toleransi. Senduro tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga menawarkan model konkret pembangunan berbasis harmoni dan keberlanjutan.
Visi ini sejalan dengan konsep pariwisata budaya yang inklusif, yang mampu membuka peluang ekonomi, memperkuat identitas lokal, serta membangun ekosistem sosial yang rukun dan produktif.
“Budaya bukan hanya soal masa lalu, tapi bagaimana kita bertanggung jawab pada masa depan. Pelestarian nilai-nilai luhur tak boleh berhenti pada nostalgia, melainkan harus menjadi strategi pembangunan yang inklusif dan visione," imbuh dia.
Dengan semangat kolaborasi dan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi, Tradisi Jolen Senduro menjelma sebagai ruang perjumpaan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Di kaki Semeru, harmoni bukan hanya impian, tetapi kenyataan yang dirawat bersama. (MC Kab. Lumajang/Ad/An-m