Pohuwato Bangkit: Agroforestri Kakao Solusi Erosi dan Ekonomi Petani

: Priatno di tempat penyemaian kakao di desanya. Ia adalah petani sukses asal Banyumas Jawa Tengah yang tinggal di Dusun Permai nomor 15 Desa Puncak Jaya Kecamatan Taluditi.. (foto BI)


Oleh MC PROV GORONTALO, Senin, 7 Juli 2025 | 07:41 WIB - Redaktur: Eko Budiono - 439


Pohuwato, InfoPublik -   Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, dikenal dengan hamparan kebun jagung di lereng bukit yang memesona.

Namun, di balik keindahannya, tersimpan ancaman serius: erosi tanah akibat praktik pertanian tanpa terasering.

Petani sekaligus guru transmigran asal Banyumas, Jawa Tengah, Priatno, merasakan dampaknya langsung.

Biaya produksi jagung terus naik, sementara hasil panen menurun drastis akibat degradasi tanah.

“Hujan semalam saja bisa picu banjir sekarang. Sungai penuh sedimen dari lahan jagung yang terkikis,” ujar Priatno, Minggu (6/7/2025).

Kondisi itu diperparah aktivitas tambang liar di hulu sungai, mempercepat kerusakan lingkungan.

Menurut Priatno, akhir 2023, harga biji kakao kering melonjak dari Rp30.000/kg menjadi Rp100.000/kg, bahkan sempat menyentuh Rp190.000/kg di 2024.

Ini menjadi titik balik bagi Priatno. Ia memulai penangkaran benih kakao di pekarangan rumah, awalnya hanya 1.000 bibit untuk kebutuhan sendiri.

Nasib baik berpihak ketika Faqih (19), anaknya, terpilih mengikuti Training of Trainer (ToT) budidaya kakao berkelanjutan oleh Perhimpunan Burung Indonesia.

Pelatihan di Mars Cocoa Academy, Luwu Timur, memberinya keterampilan agronomi kakao dan teknik grafting (sambung pucuk) untuk klon unggul seperti MCC-02, S-2, dan BB-01.

Bersama 22 key farmer lain, Faqih dan Priatno mengembangkan penangkaran bibit kakao hingga 40.000 benih/tahun.

Mereka juga menyertakan bibit durian *monthong, alpukat, dan nangka untuk mendorong sistem agroforestri—kombinasi kakao dengan tanaman buah di lahan sama.

“Agroforestri kakao bukan hanya untungkan petani, tapi juga pulihkan tanah,” kata Marahalim Siagian dari Perhimpunan Burung Indonesia.

Desa Puncak Jaya, tempat Priatno tinggal, merupakan hulu Sungai Randangan, di mana 65% lahannya adalah lereng bukit.

Tahun 2024, keluarga ini menjual 8.000 bibit kakao seharga Rp14.000/pohon, meraup Rp112 juta dengan keuntungan bersih Rp72 juta.

Masniar Tahudin,  pendamping program, menambahkan bahwa 53 petani di Puncak Jaya telah ikut sekolah lapang kakao berkelanjutan. “Mereka belajar bahwa kakao dan jagung bisa berdampingan hingga usia kakao 2 tahun,” ujarnya.

Kisah Priatno-Faqih membuktikan bahwa peralihan ke kakao agroforestri bukan hanya menguntungkan ekonomi, tapi juga menjawab krisis lingkungan. (mcgorontaloprov)

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Sabtu, 30 Agustus 2025 | 17:12 WIB
Pemprov Gorontalo Gandeng Alumni IMM Cetak SDM Unggul
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Rabu, 27 Agustus 2025 | 20:41 WIB
Perpusnas dan Pemprov Gorontalo Sinergi Kuatkan Peran Perpustakaan Sekolah
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Rabu, 27 Agustus 2025 | 08:42 WIB
Pemprov Gorontalo Ungkap Perkembangan Kasus Campak di Pohuwato
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Rabu, 27 Agustus 2025 | 08:26 WIB
Wagub Gorontalo Tekankan Kebersamaan dan Persatuan pada HUT ke-91 Jemaat Imanuel
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Senin, 25 Agustus 2025 | 21:43 WIB
Gorontalo Hadapi Tantangan Pengembangan Pariwisata
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Senin, 25 Agustus 2025 | 21:36 WIB
Gorontalo Kaji Strategi Atasi Lonjakan Anak Putus Sekolah
-->