- Oleh MC KAB LUMAJANG
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 22:45 WIB
:
Oleh MC KAB LUMAJANG, Rabu, 16 Juli 2025 | 14:48 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 1K
Lumajang, InfoPublik – Mitigasi bencana kini tidak lagi cukup hanya mengandalkan respons cepat saat darurat terjadi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang memperkuat langkah antisipatif dengan memasang rambu kebencanaan di desa-desa rawan sebagai bagian dari sistem peringatan dini berbasis komunitas.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur dan BPBD Kabupaten Lumajang melakukan survei teknis di dua desa prioritas: Desa Kutorenon (Kecamatan Sukodono) dan Desa Sidorejo (Kecamatan Rowokangkung). Kedua desa tersebut dikenal sebagai wilayah dengan kerentanan tinggi terhadap banjir musiman.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Lumajang, Erry Wahyu Kartika, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan strategi membangun kesiapsiagaan kolektif melalui pendekatan visual yang nyata di lapangan.
“Pemasangan rambu kebencanaan tidak sekadar memenuhi standar mitigasi, tetapi juga bagian dari edukasi publik tentang pentingnya kesiapan menghadapi bencana. Ini adalah wujud sinergi nyata antara pemerintah provinsi dan kabupaten,” ungkap Erry, Rabu (16/7/2025).
Tahun ini, Kabupaten Lumajang mendapat alokasi sebanyak 140 rambu kebencanaan dari BPBD Provinsi Jawa Timur. Rambu tersebut terdiri atas 70 rambu jalur evakuasi, 20 rambu peringatan, 10 papan titik kumpul, dan 40 papan imbauan keselamatan.
Lima desa penerima fasilitas tersebut antara lain Desa Nguter, Kutorenon, Selokbesuki, Bondoyudo, dan Sidorejo. Berdasarkan hasil survei awal, Desa Kutorenon dan Sidorejo menjadi prioritas utama karena tingginya frekuensi banjir yang dipicu kontur wilayah rendah dan kepadatan permukiman.
Dalam peninjauan lapangan, tim gabungan juga mengevaluasi keberadaan rambu-rambu lama yang kondisinya sudah tidak layak fungsi. Banyak rambu mengalami kerusakan, tertutup vegetasi, atau terpasang di lokasi yang tidak strategis, sehingga mengurangi efektivitasnya saat darurat.
“Banyak rambu perlu diganti total. Kami juga mengusulkan penyesuaian lokasi agar lebih mudah terlihat dan dibaca saat situasi krisis terjadi,” ujar Erry.
Survei teknis turut melibatkan vendor pelaksana dari BPBD Provinsi Jawa Timur guna menyesuaikan aspek teknis seperti elevasi tanah, jarak pandang, serta rute evakuasi aktual. Semua tahapan ini dilakukan untuk menjamin standar visibilitas tinggi dan aksesibilitas maksimal bagi masyarakat.
Erry menekankan bahwa keberadaan rambu kebencanaan sangat penting, terutama saat waktu menjadi faktor penentu keselamatan dalam kondisi darurat. Oleh karena itu, masyarakat diminta tidak memandang rambu bencana sebagai ornamen semata.
“Rambu-rambu ini adalah pemandu hidup. Menjaga dan merawatnya merupakan bentuk kontribusi nyata setiap warga terhadap ketangguhan komunitas,” katanya.
Pemasangan fisik rambu dijadwalkan dimulai beberapa pekan mendatang setelah seluruh proses survei, verifikasi titik, dan desain selesai dilakukan. Proyek ini juga merupakan implementasi langsung dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama mitigasi risiko.
BPBD Kabupaten Lumajang juga mendorong agar program ini dilanjutkan dengan pelatihan dan simulasi evakuasi di desa penerima, guna membentuk ekosistem sadar risiko dari tingkat komunitas hingga pemerintahan.
Langkah ini menegaskan adanya pergeseran paradigma dalam mitigasi bencana di Indonesia: dari responsif menjadi preventif. Kabupaten Lumajang menunjukkan bahwa kepemimpinan lokal yang responsif dan adaptif mampu menjawab tantangan krisis iklim serta membangun kesiapsiagaan dari akar rumput.
(MC Kab. Lumajang/RAA/An-m)