- Oleh MC KAB LUMAJANG
- Sabtu, 30 Agustus 2025 | 22:45 WIB
:
Oleh MC KAB LUMAJANG, Kamis, 31 Juli 2025 | 15:46 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 1K
Lumajang, InfoPublik – Dalam arus pembangunan yang kian dinamis, inklusivitas menjadi salah satu tolok ukur penting kemajuan bangsa. Di Kabupaten Lumajang, semangat tersebut diwujudkan oleh Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Lumajang, yang tidak sekadar berfungsi sebagai organisasi, melainkan menjadi rumah pemberdayaan bagi penyandang disabilitas netra.
“Pertuni Lumajang bukan sekadar tempat berkumpul, tetapi wadah untuk berkembang dan berprestasi,” tegas Ketua Pertuni Lumajang, Ari Fajar Taruna, dalam acara Talkshow Jelita yang diselenggarakan oleh LPPL Radio Suara Lumajang, Rabu (30/7/2025).
Dalam perbincangan yang penuh inspirasi itu, Ari menekankan pentingnya pendekatan pemberdayaan komunitas secara terstruktur dan berkelanjutan. Banyak tunanetra, ujarnya, memiliki potensi luar biasa, namun belum mendapatkan ruang dan peluang yang memadai.
“Dengan strategi yang tepat, komunitas disabilitas bisa menjadi motor penggerak ekonomi yang mandiri. Kami ingin membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk maju,” ungkapnya.
Pertuni Lumajang secara konsisten menjalankan berbagai program, mulai dari pelatihan keterampilan, diskusi kelompok, hingga kegiatan ekonomi kreatif. Hasilnya, sejumlah anggota kini telah mampu memiliki mata pencaharian sendiri sebagai terapis pijat, guru SLB, hingga pelaku usaha kecil.
Namun, tantangan belum sepenuhnya sirna. Ari mengakui masih banyak anggota tunanetra yang membutuhkan pelatihan lanjutan, akses modal, dan pendampingan dari pemerintah serta sektor swasta.
“Kami berharap ada sinergi dari pemerintah. Jika program pelatihan, bantuan peralatan, atau akses modal dapat difokuskan pada komunitas disabilitas, maka proses menuju kemandirian bisa lebih cepat,” jelasnya.
Cerita Pertuni Lumajang mencerminkan persoalan nasional yang lebih besar. Berdasarkan data BPS, lebih dari 10 juta penyandang disabilitas di Indonesia masih menghadapi hambatan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan dasar. Di tengah situasi itu, gerakan akar rumput seperti Pertuni menjadi penanda harapan dan kebangkitan.
Langkah yang diambil sejalan dengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-10, yakni mengurangi kesenjangan. Negara dituntut hadir, bukan hanya dalam regulasi, tetapi juga melalui aksi nyata yang menyentuh lapisan masyarakat paling rentan.
“Tunanetra bukan sekadar kelompok yang perlu dibantu, tapi individu yang punya kapasitas, mimpi, dan kontribusi nyata. Keterbatasan penglihatan bukan penghalang untuk berkarya dan menginspirasi,” pungkas Ari.
Dengan semangat seperti ini, Pertuni Lumajang menegaskan bahwa inklusi bukan hanya wacana, tapi gerakan nyata. Sebuah langkah menuju Indonesia yang tidak hanya besar secara ekonomi, tetapi juga dewasa secara kemanusiaan.
(MC Kab. Lumajang/Bob/An-m)