Menag Bahas Kerja Sama Pendidikan dengan McGill University di Masjid Istiqlal

: Menteri Agama RI Nasaruddin Umar bersama Presiden dan Wakil Rektor McGill University Deep Saini dari Kanada membahas peluang kerja sama pendidikan, termasuk pengiriman mahasiswa Indonesia ke luar negeri. Pertemuan ini berlangsung di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat./Foto Istimewa/Humas Kemenag


Oleh Wandi, Selasa, 25 Februari 2025 | 08:42 WIB - Redaktur: Untung S - 141


Jakarta, InfoPublik - Menteri Agama RI Nasaruddin Umar bersama Presiden dan Wakil Rektor McGill University Deep Saini dari Kanada membahas peluang kerja sama pendidikan, termasuk pengiriman mahasiswa Indonesia ke luar negeri. Pertemuan ini berlangsung di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.

Turut hadir, Duta Besar Kanada Jess Dutton, dan Rektor Universitas Islam Hidayatullah Asep Jahar.

"Kami mengirimkan beberapa pelajar muslim penerima beasiswa ke London untuk kuliah ekonomi Islam, ekonomi syariah, dan juga perbankan Islam. Karena kita tahu, di Kanada juga, banyak pakar dalam pembacaan Islam, kita bisa berkolaborasi," ujar Menag Nasaruddin, Senin (24/2/2025).

“Kami memiliki 400 pelajar setiap tahun. Kami mengirimnya ke Amerika Serikat. Tapi di masa depan, kami bisa berubah. Kami bisa mengirim ke McGill, dan tinggal di sana selama 6 bulan,” tambah sosok yang juga merupakan Imam Besar Masjid Istiqlal ini.

Lebih lanjut Menag mengungkapkan Indonesia memiliki ekosistem pendidikan yang berkembang pesat dan dapat menjadi mitra strategis bagi McGill University di Asia Tenggara. Menag membahas kemungkinan pengiriman mahasiswa Indonesia untuk menempuh program Master dan PhD di McGill, tetapi juga peluang untuk mengadakan program kolaboratif jangka pendek, seperti workshop atau pelatihan berdurasi 3 hingga 6 bulan.

“Kita juga memiliki beberapa organisasi di sini. Jadi, salah satu pasar yang sangat baik di Asia Tenggara adalah Indonesia. Jika McGill ingin mengembangkan program Anda, bukan hanya untuk pelajaran seperti Master, dan Phd Program, tapi juga untuk kolaborasi untuk workshop selama 3 atau 6 bulan,” tambahnya.

Prof. Deep Saini mengungkapkan bahwa McGill terbuka untuk mempertimbangkan hal tersebut, tetapi ada dua faktor utama yang harus diperhatikan. Pertama, sistem pendanaan McGill yang memiliki batasan dalam menggunakan dana dari Quebec untuk investasi di luar negeri. Kedua, pemanfaatan teknologi modern untuk menyelenggarakan perkuliahan, seperti kuliah daring atau hybrid, guna memastikan kualitas pendidikan tetap tinggi meskipun dilakukan di lokasi yang berbeda.

“Jika McGill ingin mempertimbangkan sesuatu seperti itu di sini, kita akan tetap terbuka. Kami melihat dua hal penting: cara pendanaan kami bekerja dan bagaimana kami dapat memanfaatkan teknologi modern untuk memberikan kuliah berkualitas tinggi,” jelasnya.

Menag berharap kerja sama ini dapat segera terwujud, sehingga mahasiswa Indonesia memiliki lebih banyak kesempatan belajar di institusi kelas dunia seperti McGill University. “Saya pikir, di masa depan, kita bisa membandingkan beberapa tempat belajar yang terbaik. Jika McGill lebih baik daripada yang lain, kami bisa mengirim pelajar ke sana sepenuhnya,” pungkas Menag Nasaruddin.

 

Berita Terkait Lainnya

-->