- Oleh MC KAB LUMAJANG
- Kamis, 28 Agustus 2025 | 12:02 WIB
: Yunita Restu Safitri, Ketua Tim Kerja Promosi Kesehatan Jiwa dan Kemitraan, Kemenkes RI, dalam pelatihan yang digelar secara daring, Jumat (18/7/2025).
Jakarta, InfoPublik — Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga rumah kedua yang seharusnya aman secara fisik dan sehat secara mental. Inilah pesan utama dari pelatihan Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP) yang digelar oleh Kementerian Kesehatan bagi tenaga pendidik.
Melalui pelatihan itu, para peserta diajak mengenal konsep penolong pertama kesehatan jiwa, bukan sebagai terapis, tetapi sebagai pendengar yang empatik dan pemberi ruang aman pertama.
“Kesehatan jiwa bukan cuma urusan psikolog. Ini tanggung jawab bersama yang dimulai dari empati,” ujar Yunita Restu Safitri, Ketua Tim Kerja Promosi Kesehatan Jiwa dan Kemitraan, Kemenkes RI, dalam pelatihan yang digelar secara daring, Jumat (18/7/2025).
Dalam sesi pelatihan, peserta belajar membedakan simpati dan empati, dua hal yang tampak mirip namun berbeda dampaknya. Simpati bisa membuat kita larut, sementara empati membuat kita tetap stabil untuk menemani orang lain. "Empati itu seperti jadi pelampung, bukan ikut tenggelam. Cukup duduk dan dengarkan tanpa menghakimi,” jelas Yunita.
Mengenali Spektrum Emosi Lewat Warna
P3LP mengajarkan bahwa kesehatan mental ada dalam spektrum zona: Hijau: mental sehat, Biru: mulai lelah atau stres ringan, Kuning: gangguan awal seperti sulit tidur atau cemas, dan Merah: butuh intervensi profesional.
Peran penolong pertama sangat penting ketika seseorang mulai bergeser dari hijau ke biru atau kuning. "Jangan tunggu jatuh ke merah. Hadir, dengarkan, temani,” kata Yunita.
Melalui pelatihan ini, sekolah diajak membangun budaya mental literacy bahwa masalah emosional bukanlah aib, dan meminta bantuan bukan kelemahan.
Semua warga sekolah, guru, siswa, dan staf bisa menjadi penolong pertama asal memiliki niat, empati, dan keterampilan dasar mendengar. "Banyak anak diam bukan karena tak mau bicara, tapi karena tak tahu harus bicara ke siapa. P3LP hadir menjembatani itu,” ujar Yunita.
Pelatihan ini menjadi langkah awal membentuk sekolah yang responsif terhadap tekanan mental, sekaligus mendorong solidaritas dan kepedulian lintas generasi.