- Oleh MC KAB HULU SUNGAI UTARA
- Senin, 25 Agustus 2025 | 20:32 WIB
: Pertemuan penulis toponimi di Balai Kalurahan Wedomartani, Senin (19/5/2025)/ MC Sleman.
Oleh MC KAB SLEMAN, Selasa, 20 Mei 2025 | 10:30 WIB - Redaktur: Jhon Rico - 218
Sleman, InfoPublik- Pemerintah Kalurahan Wedomartani, Kapanewon Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggandeng komunitas Pasbujo Kawi Merapi untuk memulai penulisan toponimi atau asal-usul nama kampung di wilayah tersebut.
"Atas dasar pentingnya menjaga identitas dan warisan budaya lokal, kami memulai upaya mandiri ini untuk mendokumentasikan asal-usul nama kampung di Wedomartani," ujar Kamituwa Kalurahan Wedomartani, Mujiburrohman, dalam pertemuan penulis toponimi di Balai Kalurahan Wedomartani, Senin (19/5/2025).
Menurut Mujiburrohman, toponimi bukan sekadar penamaan tempat, melainkan bagian dari memori kolektif masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun.
Minimnya dokumentasi tertulis serta ketergantungan pada cerita tutur membuat sejarah tersebut rentan hilang, terutama dengan semakin menua dan berkurangnya jumlah sesepuh kampung.
Salah satu pendamping penulisan, Budi Sarjono yang dikenal dengan karya-karya dalam bahasa Jawa dan Indonesia menekankan bahwa penulisan toponimi membutuhkan kepekaan dan intuisi layaknya karya sastra.
“Kemampuan menyatukan informasi dari narasumber, artefak, dan referensi lain menjadi narasi utuh sangat penting. Penulis toponimi harus cermat dan kreatif,” jelas Budi.
Ia menambahkan bahwa gaya penulisan toponimi mengadopsi pendekatan feature: bebas, informatif, dan menghibur, bahkan bisa subyektif, selama tetap mengedepankan prinsip jurnalistik 5W+1H (what, who, when, where, why, how).
“Tidak perlu mencantumkan ‘aku’ atau ‘penulis’, dan tidak perlu menceritakan proses pencarian data. Hormati narasumber, dan jangan menyanggah cerita yang disampaikan,” tegasnya.
Pendamping lainnya, Nyadi Kasmoredjo, mengingatkan bahwa setiap tulisan toponimi dibatasi maksimal 1.000 kata, sehingga materi yang ditulis harus terpilih dan representatif.
Ia juga menekankan agar penulis tidak memasukkan batas wilayah dusun atau informasi administratif lain yang menjadi kewenangan kalurahan.
“Judul sebaiknya singkat, informatif, dan menarik agar memicu rasa penasaran pembaca. Kalimat pembuka juga harus kuat karena akan menentukan apakah tulisan dibaca hingga akhir,” tuturnya.
Sementara itu, pendamping teknis Toto Sugiarto juga turut memberikan arahan dalam proses penulisan.
Melalui program ini, Kalurahan Wedomartani berharap dapat menyelamatkan sejarah lokal dari kepunahan. Cerita-cerita masa lalu yang sebelumnya hanya hidup dari mulut ke mulut, kini mulai ditulis dan didokumentasikan sebagai warisan budaya bagi generasi mendatang.
(Kusnadi/KIM Berbah)