- Oleh Tri Antoro
- Sabtu, 16 Agustus 2025 | 15:12 WIB
:
Oleh MC KAB GRESIK, Senin, 26 Mei 2025 | 13:16 WIB - Redaktur: Pasha Yudha Ernowo - 162
Gresik, InfoPublik – Pemerintah Kabupaten Gresik menggandeng nelayan, tokoh masyarakat, dan aparat penegak hukum dalam sebuah diskusi terbuka bertajuk “Rembuk Akur Bareng Nelayan” yang digelar di Balai Desa Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah, Senin (26/5/2025). Fokus utama pertemuan ini adalah pembahasan kebijakan penggunaan cantrang, alat tangkap ikan yang kontroversial karena dampaknya terhadap ekosistem laut.
Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Plt. Bupati Gresik, Asluchul Alif, bersama jajaran Forkopimda, perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim, Ditpolairud Polda Jatim, serta organisasi nelayan seperti HNSI dan KNTI.
Alif menegaskan bahwa penggunaan cantrang bukan hanya soal teknik menangkap ikan, melainkan menyangkut keberlanjutan sumber daya laut. Ia menyebut cantrang sebagai alat yang memang menjanjikan hasil cepat, namun dengan kerusakan lingkungan yang jauh lebih besar, termasuk punahnya ikan kecil dan rusaknya terumbu karang.
“Jika kita biarkan, kita sedang membiarkan generasi mendatang mewarisi laut yang kosong. Ini bukan soal melarang atau menghukum, tapi soal menjaga keberlanjutan hidup nelayan sendiri,” ujar dr. Alif.
Ia menegaskan bahwa meski kewenangan formal pengelolaan laut berada di tangan provinsi, Pemkab Gresik tidak akan pasif melihat kerusakan yang terjadi di wilayahnya.
Tak hanya menyoroti sisi penindakan, Pemkab Gresik mengedepankan pendekatan dialog dan edukasi. Rembuk ini menjadi ruang untuk menyamakan persepsi, membangun komitmen, dan menciptakan solusi yang adil antara perlindungan lingkungan dan keberlangsungan ekonomi nelayan.
Adapun langkah-langkah penegakan hukum yang disepakati sebagai efek jera terhadap praktik penangkapan ikan menggunakan cantrang meliputi:
Penahanan nelayan pelanggar selama 1x24 jam.
Pemusnahan alat tangkap trawl/cantrang yang disita.
Penahanan perahu selama 7 hari, berlaku kelipatan untuk pelanggaran berulang.
Kegiatan ini juga menunjukkan pentingnya keterlibatan komunitas lokal, mulai dari Pokmaswas, rukun nelayan, hingga kepala desa di wilayah terdampak. Kolaborasi ini diharapkan menjadi pondasi kuat dalam membangun tata kelola laut yang lebih bertanggung jawab.
Plt. Kepala Dinas Perikanan Gresik, Eko Anindito Putro, menyampaikan bahwa rembug seperti ini adalah bentuk keberanian mengambil sikap yang berpihak pada masa depan laut Gresik.
“Tidak ada kebijakan yang ideal tanpa dukungan dari masyarakat. Karenanya, kami hadir untuk mendengarkan dan melibatkan nelayan sebagai bagian dari solusi,” jelasnya. (dvd/edited by Diskominfo Kab. Gresik)