- Oleh MC KAB LUMAJANG
- Rabu, 27 Agustus 2025 | 18:29 WIB
: Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka (Dok: Kemendukbangga)
Oleh Juli, Rabu, 13 Agustus 2025 | 15:28 WIB - Redaktur: Kristantyo Wisnubroto - 268
Jakarta, InfoPublik – Pengasuhan remaja di era digital menuntut orang tua hadir bukan sekadar secara fisik, tetapi juga sebagai pendengar yang peka, pelindung yang sigap, dan teladan yang bijak.
Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Wakil Kepala BKKBN (Wamendukbangga), Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, menegaskan bahwa keseimbangan antara kasih sayang, bimbingan, dan literasi teknologi menjadi kunci membentuk generasi muda yang tangguh.
"Dalam situasi ini, anak-anak kita tidak cukup hanya didampingi secara fisik. Mereka membutuhkan kita untuk hadir sepenuh hati, mendengarkan, melindungi, sekaligus memberi contoh nyata,” ujarnya dalam webinar Keluarga Bersahaja, menyambut HUT ke-80 RI, di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Pengasuhan remaja saat ini jauh lebih kompleks, serba cepat, penuh tekanan, dan sering kali tidak bersahabat bagi kesehatan mental. Tahun 2025 menghadirkan dinamika yang menuntut kreativitas dan inovasi dalam mendampingi remaja sebagai generasi penerus bangsa. Masa remaja adalah fase penuh perubahan, baik fisik, psikologis, sosial, maupun teknologi.
“Peran orang tua adalah memastikan remaja memiliki fondasi karakter yang kuat, tangguh, dan berdaya saing untuk mewujudkan visi Presiden menuju Indonesia Emas 2045, sejalan dengan Asta Cita poin ke-4. Ini merupakan bagian dari peran keluarga dalam membangun karakter,” tegasnya.
Wamendukbangga menyebut, berbagai tantangan yang dihadapi remaja meliputi kesehatan reproduksi, kesehatan mental, pergaulan bebas, serta kerenggangan hubungan akibat disrupsi digital. “Perangkat gawai seolah menjadi keluarga baru yang merebut perhatian dan membentuk kebiasaan baru. Pertanyaannya, apakah orang tua masih menjadi tempat mereka pulang?” ujarnya.
Remaja tumbuh di tengah arus informasi yang deras. Menurut Ratu Ayu, tantangan terbesar bukan sekadar membatasi penggunaan teknologi, melainkan membimbing remaja agar memanfaatkannya untuk belajar, berkarya, dan berinteraksi positif.
Pengasuhan di era digital, katanya, tidak bisa lagi mengandalkan pola lama yang bersifat satu arah. Orang tua perlu hadir secara emosional, memahami dunia digital anak, sekaligus mengajarkan keterampilan hidup seperti berpikir kritis, mengelola emosi, dan menjaga etika berkomunikasi di ruang maya.
Kebijakan pemerintah terkait pengasuhan remaja tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, yang memandatkan penguatan fungsi keluarga melalui pendidikan pengasuhan. Selain itu, Rencana Aksi Nasional Literasi Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, yang menempatkan keluarga sebagai garda terdepan membentuk perilaku digital sehat pada anak dan remaja.
“Kalau kita bisa memberi contoh penggunaan gawai yang bijak di rumah, itu akan berdampak langsung pada kebiasaan anak,” tambah Isyana.
Ia menegaskan, pengasuhan efektif di era digital bukan berarti meniadakan teknologi, tetapi menempatkannya sebagai alat yang menunjang perkembangan anak. Pendekatan ini juga selaras dengan Strategi Nasional Pencegahan Kekerasan terhadap Anak yang mendorong pemanfaatan ruang digital secara aman.
Wamendukbangga juga mengajak seluruh keluarga untuk aktif berkomunikasi dengan remaja, membuat kesepakatan penggunaan gawai, serta mengawasi konten yang diakses. “Kalau komunikasi terbuka, anak akan merasa aman bercerita. Itu modal besar untuk membimbing mereka menghadapi dunia digital yang kompleks,” tegasnya.
Dengan keterlibatan aktif orang tua dan dukungan kebijakan yang ada, diharapkan remaja Indonesia dapat tumbuh menjadi generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap bersaing di tingkat global tanpa kehilangan nilai-nilai luhur bangsa.