- Oleh Juli
- Kamis, 14 Agustus 2025 | 20:29 WIB
: Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji (Istimewa)
Oleh Juli, Selasa, 17 Juni 2025 | 11:25 WIB - Redaktur: Kristantyo Wisnubroto - 350
Jakarta, InfoPublik – Tidak semua perubahan dimulai dari revolusi besar. Kadang, perubahan bangsa justru bermula dari hal-hal kecil, dari meja makan keluarga, dari percakapan antara ayah, ibu, dan anak tentang cita-cita, tanggung jawab, dan masa depan. Dari situlah benih-benih Indonesia Emas 2045 tumbuh.
Hari ini, di tengah pusaran teknologi dan derasnya arus informasi, suara anak muda semakin nyaring, dan langkah mereka semakin menentukan arah bangsa. Melihat fenomena itu, pemerintah menaruh harapan besar pada program Generasi Berencana (Genre), gerakan pembinaan remaja yang kini menjelma menjadi semangat bersama: membangun bangsa dari remaja dan keluarga.
“Kalau keluarga baik-baik saja, insya Allah bangsa ini juga akan baik-baik saja,” pesan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga), Wihaji, dalam peringatan ke-15 Hari Lahir Genre 2025, yang dikutip Senin (16/6/2025).
Remaja yang Siap, Bangsa yang Kuat
Program Genre bukan sekadar kampanye, melainkan sebuah jawaban konkret atas tantangan zaman. Ditujukan untuk remaja usia 10–24 tahun, Genre menanamkan nilai, membangun karakter, dan memperkuat ketahanan pribadi agar remaja Indonesia tidak hanyut dalam arus negatif zaman.
Dalam era ketika gawai menjadi teman paling dekat, bahkan kadang menggantikan peran keluarga, pendekatan Genre hadir sebagai revolusi sosial yang menempatkan nilai dan kesadaran diri sebagai landasan utama. "Kalau kita ingin kampanye Genre berhasil, maka daya tarik harus diciptakan. Teknologi harus menjadi bagian dari solusi, bukan sumber masalah,” tegas Wihaji.
Bonus Demografi Tak akan Datang Dua Kali
Dengan lebih dari 70 persen penduduk Indonesia berada dalam usia produktif, negara ini sedang memegang peluang emas. Tapi peluang itu bisa hilang tanpa kesiapan nyata. Menurut Wihaji, anak-anak muda bukan sekadar angka statistik, mereka adalah pelaku sejarah yang sedang menunggu panggungnya sendiri. "Mereka harus diberi ruang dan kesempatan. Kita tidak bisa hanya bicara soal usia produktif, tanpa memberi ruang berekspresi dan berproduksi,” ujarnya.
Tiga Prinsip Genre: Ketegasan Nilai di Tengah Dunia Tanpa Batas
Genre menyuarakan tiga prinsip utama: No Napza, No Pernikahan Dini, dan No Seks Bebas. Bukan untuk mengekang, melainkan sebagai fondasi moral di tengah dunia yang tanpa pagar. Prinsip-prinsip ini menjadi bekal remaja untuk memilih jalan yang sehat, penuh makna, dan membangun masa depan. "Genre itu bukan soal larangan, tapi soal keberanian untuk memilih hidup yang lebih berarti,” ucap Wihaji penuh semangat.
Mendukbangga Wihaji juga menggagas lahirnya Akademi Keluarga, atau Sekolah Keluarga, sebagai tempat orang tua dan anak belajar bersama. Menurutnya, pembentukan karakter dimulai dari rumah, dari contoh nyata orang tua yang hadir, menyapa, dan mendengar anak-anak mereka. "Masa depan Indonesia dimulai dari keluarga. Dari kehangatan, dari teladan, dari doa yang tulus,” tuturnya.
Keyakinan dan Optimisme: Warisan untuk Generasi Muda
Gerakan Genre adalah langkah kecil yang bisa mengubah arah sejarah. Dari keluarga yang hangat, dari remaja yang berpikir jernih, dan dari nilai yang terus diwariskan, Indonesia punya harapan besar. Bukan karena kekayaan alam atau teknologi semata, tetapi karena generasinya yang siap menjaga dan membangun negeri ini dengan cinta dan rencana.
Di akhir pesannya, Mendukbangga, Wihaji menitipkan dua bekal paling penting bagi remaja Indonesia: optimisme dan keyakinan. Dalam dunia yang serba tidak pasti, keyakinan akan masa depan dan optimisme terhadap diri sendiri adalah pelita yang akan menerangi jalan panjang bangsa ini. "Saya punya keyakinan dan optimisme. Tapi itu cukup. Karena saya percaya: Indonesia akan baik-baik saja," tegasnya.