Pengelolaan Arsip yang Baik Jadi Tulang Punggung Keterbukaan Informasi Publik

: Kepala Biro Hukum, Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Muhammad Sumitro, saat menyampaikan paparannya pada pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi bagi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di wilayah tengah Indonesia dengan tema Transparansi Layanan Informasi Publik Untuk Percepatan Program Prioritas Nasional di Denpasar, Bali, Rabu (20/8/2025). Foto: Untung Sutomo InfoPublik/KPM Kemkomdigi


Oleh Untung Sutomo, Kamis, 21 Agustus 2025 | 07:44 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 162


Denpasar, InfoPublik – Pengelolaan arsip yang baik merupakan tulang punggung dari keterbukaan informasi publik yang dilakukan oleh badan publik. Namun, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) perlu memahami sesuai undang-undang (UU) agara bisa  membedakan mana arsip yang bisa menjadi informasi publik dan mana yang tidak.

Hal itu disampaikan Kepala Biro Hukum, Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Muhammad Sumitro, saat menyampaikan paparannya pada pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi bagi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di wilayah tengah Indonesia dengan tema “Transparansi Layanan Informasi Publik Untuk Percepatan Program Prioritas Nasional” di Denpasar, Bali, Rabu (20/8/2025)

”UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan UU Kearsipan memang beririsan, tapi keduanya mengatur hal yang berbeda. Maka sudah seharusnya PPID memahami hal itu sehingga saat menyampaikan informasi publik tidak terjadi pelanggaran dari dua UU tersebut,” kata Sumitro.

Ia menjelaskan, UU Kearsipan adalah UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, sedangkan UU KIP adalah UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Keduanya mengatur hal yang berbeda, UU Kearsipan berfokus pada pengelolaan arsip, sementara UU KIP mengatur tentang hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dari badan publik.

UU Kearsipan mengatur pengelolaan arsip sebagai rekaman kegiatan dan peristiwa yang memiliki nilai guna kesejarahan dan bukti pertanggungjawaban. Mencakup definisi arsip, pengelolaan arsip dinamis dan statis, serta peran lembaga kearsipan.

”UU Kearsipan hadir untuk menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya, mendukung penyelenggaraan negara yang baik, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Wilayah cakupannya lebih luas yakni negara,” jelas Sumitro.

Secara gamblang sesuai Pasal 1 angka 2 UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menyebutkan bahwa arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Sedangkan UU KIP, tutur Sumitro, hadir guna mewujudkan pelayanan informasi publik yang transparan, akuntabel, dan partisipatif dalam rangka mendorong terwujudnya good governance.

UU KIP Mengatur hak masyarakat untuk mengakses informasi publik, kewajiban badan publik dalam menyediakan informasi, dan mekanisme penyelesaian sengketa informasi.

”Kehadirannya itu memberdayakan masyarakat, meningkatkan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan, dan mengawasi jalannya pemerintahan,” tuturnya.

Sesuai Pasal 1 angka 2 UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP, informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Jadi, tegas Sumitro, tidak ada pertentangan antara UU KIP dan UU Kearsipan. Namun, PPID tidak boleh serampangan menyampaikan informasi publik jika berkas masih menjadi sebuah dokumen dan belum menjadi arsip dinamis.

Sumitro menambahkan, arsip dinamis sebagai salah satu sumber informasi publik, bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik sesuai Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP.

“Peraturan Kepala ANRI No. 17/2011, Bab I, alinea 2 menyebutkan setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Jadi arsip adalah dapur dari informasi publik guna mengolah mana yang bisa menjadi informasi publik sesuai UU,” pungkas Sumitro.

Kepala Bagian Manajemen Pengelolaan Data dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Titi Susanti, menambahkan bahwa PPID wajib melakukan verifikasi dokumen guna menentukan informasi publik yang dapat diakses publik dan layak dipublikasikan.

"Memang beririsan, UU KIP dan UU Kearsipan maka itu seorang PPID juga harus bekerja layaknya arsiparis, sehingga informasi yang disampaikan ke publik tidak melanggar peraturan yang ada," tambah Titi.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC KAB SERDANG BEDAGAI
  • Sabtu, 23 Agustus 2025 | 21:56 WIB
Pemkab Sergai Tegaskan Komitmen Keterbukaan Informasi Publik
  • Oleh Untung Sutomo
  • Kamis, 21 Agustus 2025 | 07:44 WIB
Penuhi Hak Informasi Publik, PPID Harus Bekerja Layaknya Arsiparis
  • Oleh MC KAB SERDANG BEDAGAI
  • Kamis, 14 Agustus 2025 | 08:06 WIB
Pemkab Sergai Perkuat Keterbukaan Informasi Publik Lewat Kolaborasi Lintas OPD
  • Oleh MC KAB MANGGARAI BARAT
  • Rabu, 6 Agustus 2025 | 23:44 WIB
Pelatihan PPID Dorong Transparansi dan Akuntabilitas Publik
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Selasa, 5 Agustus 2025 | 15:55 WIB
Gorontalo Percepat Transformasi Digital Kearsipan
-->